MEDAN, SUMUTPOS.CO – Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Edy Rahmayadi sepertinya masih geram dengan tingkah PT Aquafarm Nusantara yang melakukan pelanggaran dalam kegiatan operasionalnya di perairan Danau Toba dan Serdangbedagai. Sebagaimana hasil investigasi Tim Dinas Lingkungan Hidup Sumut atas kejadian pencemaran dan kerusakan akibat ikan mati di perairan Danau Toba oleh Aquafarm, ditemukan bahwa perusahaan asal Swiss itu melakukan pelanggaran karena over kapasitas produksi.
Kemudian Aquafarm melanggar dari sisi daya dukung dan daya tampung perairan Danau Toba. Pelanggaran lain Aquafarm tidak mengelola limbah cairnya di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) pada pabrik pakan ikan di Kabupaten Serdang Bedagai.
Atas pelanggaran-pelaggaran itu, Gubsu Edy Rahmayadi telah menjatuhkan sanksi administrasi berupa surat teguran yang dilayangkan kepada Aquafarm pada 1 Februari 2019. Edy ternyata mengawal kebijakannya yang menjatuhkan sanksi ke Aquafarm itu. Bahkan Edy mengancam akan membekukan seluruh izin (sesuai tupoksi gubernur) jika Aquafarm tidak mengindahkan sanksi.
“Oohh… itu kita ancam bekukan izinnya kalau nggak benar lagi mereka itu. Sanksi tertulis telah dikirimkan, kita tunggu dalam enam bulan ini,” ujarnya menjawab wartawan di Kantor Gubernur Sumut Jalan Diponegoro Medan, Jumat (8/2).
Namun pembekuan seluruh izin tersebut, baru akan dilakukan setelah semua mekanisme sanksi tidak dijalankan Aquafarm. Sesuai UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), pada Pasal 76 ayat 1 ayat 2, terdapat empat mekanisme sanksi.
Artinya gubernur tidak boleh langsung mencabut izin lingkungan, tetapi harus melalui empat tahapan mekanisme sanksi administratif, yaitu teguran tertulis, pemaksaan, pembekuan izin lingkungan dan pencabutan izin lingkungan.
Gelar Diskusi
Sementara, sejumlah organisasi masyarakat pemerhati Danau Toba terus bergerak menyebarkan wacana penutupan PT Aquafarm Nusantara. Setelah menggelar berbagai talkshow di radio dan televisi di Medan dalam beberapa hari ini, berbagai elemen masyarakat itu, kembali akan menggelar diskusi terbuka di kantor Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Masyarakat Sumatra Utara (Bakumsu) Jalan Setia Budi Pasar II, Kompleks Ruko Griya Pertambangan Nomor A7, Tanjung Sari Medan, Senin (11/2) pukul 14.00 WIB.
“Pemantik diskusi adalah Prof Bungaran Antonius Simanjuntak atau yang akrab disebut BAS. Beliau termasuk yang paling berang dengan kasus itu,” kata Ketua DPP Horas Bangso Batak Lamsiang Sitompul, Jumat (8/2).
Sebelumnya, Lamsiang menyesalkan Gubsu Edy Rahmayadi yang hanya memberikan teguran tertulis kepada Aquafarm. Menurutnya hal itu tidak akan berpengaruh. Setidaknya pemerintah membekukan izin operasional perusahaan Kerambah Jaring Apung (KJA) asal Swiss itu, karena sudah jelas terbukti melanggar aturan.
Hal sama juga dikatakan Ketua perhimpunan Jendela Toba Mangaliat Simarmata. Dikatakan Mangaliat, teguran tertulis hanyalah “penggelitik” telinga saja. Tidak ada gunanya karena hal itu sudah berulang kali dilakukan perusahaan itu.
Sebelumnya, Kadis LH Sumut Binsar Situmorang mengatakan, pihaknya menemukan Aquafarm telah melanggar ketentuan setelah pihaknya melakukan investigasi atas kejadian pencemaran dan kerusakan akibat ikan mati di perairan Danau Toba oleh Aquafarm. Lebih lanjut Binsar menyebutkan, Aquafarm melakukan tiga pelanggaran. Pertama, dari sisi kapasitas produksi. Aquafarm ternyata memproduksi ikan di luar kapasitas yang diizinkan berdasarkan Dokumen Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (DPPL).
“Harusnya izin kapasitas produksi 26.464.500 ekor atau 26.464,500 ton per tahun, namun kenyataannya 27.454.400 atau 27.454,400 ton per tahun. Dalam hal ini ada kelebihan 1.000.000 ekor atau 1.000 ton. Temuan ini berdasarkan Laporan Semester 1 Aquafarm ke Dinas LH Sumut,” sebutnya.
Pelanggaran kedua dari sisi daya dukung dan daya tampung perairan Danau Toba. Sesuai dengan diktum keempat keputusan Gubernur Sumut Nomor 660/4223/Tahun 2009 juga dinyatakan, apabila ternyata daya dukung dan daya tampung perairan Danau Toba tidak dapat lagi menerima dampak kegiatan KJA maka dokumen lingkungan PT Aquafarm harus ditinjau.
“Pada diktum ketiga Keputusan Gubernur Sumut Nomor:188.44/213/KPTS/2017 tentang Daya Dukung Perairan Danau Toba terhadap Kegiatan KJA menyatakan bahwa daya dukung maksimum Danau Toba untuk budidaya perikanan adalah 10.000 ton ikan per tahun. Artinya sudah melampuai banyak kapasitas. Sampai saat ini Aquafarm belum merevisi dokumennya. Sementara diktum itu sudah sering disosialisasikan,” katanya.
Pelanggaran lainnya ialah pada unit kegiatan pembenihan ikan, pengelolaan ikan, pabrik pakan ikan di Kabupaten Serdang Bedagai, berdasarkan hasil pengawasan bersama antara UPT Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan serta Kehutanan KLHK dan DLH ditemukan Aquafarm juga tidak mengelola limbah cairnya di IPAL.
“Mereka langsung menyalurkannya ke badan air sehingga dapat diperkirakan limbah cair yang dibuang ke badan air belum memenuhi baku mutu lingkungan. Dan ini bertentangan dengan UU Nomor 32 Tahun 2009 tepatnha Pasal 20 Ayat 3,” ucapnya. (prn)