25 C
Medan
Monday, July 1, 2024

Sidang Pencurian TBS, Saksi: Terdakwa Sering Lakukan Pencurian

LANGKAT, SUMUTPOS.CO – Lanjutan Sidang kasus pencurian (TBS) kelapa sawit yang diklaim berada di HGU PT Langkat Nusantara Kepong (LNK) dengan terdakwa Josef Sitepu kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Stabat, Rabu (8/2).

Persidangan Nomor : 822/Pid.Sus/2022/PN.Stb tersebut dipimpin Majelis Hakim Andriansah SH MH (Hakim Ketua), Dicki Irvandi SH MH dan Zainal Hasan SH (masing-masing Hakim Anggota) digelar di Ruang Sidang Prof DR Kesumah Atmadja SH suasananya tampak berbeda dari sidang-sidang perkara ini sebelumnya. Sebab pada persidangan kali ini tampak banyak dihadiri rekan media.
Dalam persidangan kali ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Langkat yakni Aryanvi Kanta Diprama SH dan Maura Meralda Harahap SH menghadirkan saksi yakni Manager PT LNK Perkebunan Bekiun Ukurta Meliala.

Sementara itu, Tim Penasihat Hukum (PH) yakni Harianto Ginting SH, Tumpal Hamonangan Simanjuntak SH CPM, Ukurta Tony Sitepu SH CPM, Kokoh Aprianta Bangun SH CPM mencecar sang manager terkait fungsi serta kewenangan melakukan pelaporan kasus-kasus pencurian ke pihak kepolisian, juga terkait persoalan kerjasama (MoU) antara PTPN II dengan PT.LNK.

Menurut saksi, dirinya tidak tahu persis batas HGU PT.LNK di Perkebunan Bekiun karena dirinya mengaku masih baru bertugas di area perkebunan Bekiun.

Manager yang sudah berpengalaman di perkebunan PT.LNK di area Langkat Hulu ini juga tidak mampu menunjukkan bukti kerjasama antara PTPN II dengan PT.LNK yang diketahui merupakan perusahaan dari Malaysia.

Menurut Ukurta Meliala, dirinya tidak mengetahui persis perjanjian kerjasama tersebut. Namun, jelas Ukurta, PT.LNK merupakan anak perusahaan PTPN II.

“Dulu kita ada opsi disuruh milih posisi mau di PTPN atau di PT.LNK. Kalau bentuk kerjasama itu ya nanti saya minta dari Direksi,” ujarnya.

Ukurta juga menjawab pertanyaan PH bahwa dirinya tidak memiliki surat kewenangan untuk melaporkan jika ada pencurian kelapa sawit. “Ya, cuma secara lisan dalam melaksanakan tanggungajwab yang diberikan,” ujarnya.

Sementara itu, saat JPU menanyakan apakah terdakwa Josef Sitepu sudah sering melakukan pencurian sawit, Ukurta membenarkannya.

“Saya mendapat laporan dari pihak security jika terdakwa sudah beberapa kali melakukan pencurian dan terus lari,” ujarnya.

Pernyataan Ukurta tersebut kemudian dikejar Tim PH dan menanyakan bukti dari laporan seceruty yang menyebutkan terdakwa sudah sering melakukan pencurian sawit.

“Saksi mengatakan jika terdakwa sudah sering melakukan pencurian. Apa bukti yang saksi miliki dan bukti yang diberikan security kepada saksi,” tanya PH.

Ukurta menjelaskan jika dirinya hanya menerima laporan secara lisan saja dari security kebun.

“Biasanya jika tertangkap sekali, pelaku akan dibina. Karena security sudah mengenal wajah terdakwa sering ketahuan mencuri sawit sehingga security melaporkan dan menangkapnya,” ujar Ukurta.

Namun keterangan Ukurta tersebut kembali dipertanyakan Tim PH bentuk pembinaan yang diberikan kepada terdakwa jika dituding sudah sering melakukan pencurian.

Ukurta menjelaskan jika bentuk pembinaan itu hanya merupakan peringatan dan nasihat agar tidak mengulanginya lagi.

Selanjutnya, Majelis Hakim menjelaskan seharusnya pihak LNK memberikan surat perjanjian untuk tidak melakukan lagi perbuatan mencuri sawit kepada terdakwa. Sehingga surat perjanjian itu bisa dimasukkan ke dalam berkas dakwaan.

Setelah persidangan selesai awak media berusaha mengkonfirmasi JPU namun saudara Aryanvi Kantha Diprama mengarahkan kepada awak media untuk langsung bertemu dengan Kasi Pidum Kejari Langkat.

Pada saat awak media mengkonfirmasi Kasi Pidum Kejari Langkat Hendra Abdi P. Sinaga SH di ruang kerjanya dan ditanyakan mengapa perkara tersebut tetap diproses dan tidak dilakukan upaya pendekatan Restorative Justice Kasi Pidum menerangkan “Tidak semua perkara pidana dapat diselesaikan dengan pendekatan Restorative Justice karena ada persyaratan yang diatur dalam Perja No. 15 Tahun 2020 tentang Restorative Justice adalah Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun dan tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih dari Rp2.500.000, kemudian tercapainya kesepakatan perdamaian antara Korban dan Tersangka”

Kemudian lebih jauh Kasi Pidum menerangkan bahwa sehubungan dengan perkara yang dimaksud, Kejari Langkat sebenarnya telah mengupayakan proses Restorative Justice namun pihak dari perusahaan LNK yang menjadi korban kejahatan belum bersedia memaafkan Terdakwa karena berdasarkan laporan petugas keamanan kebun Bahwa Terdakwa ini telah sering melakukan upaya memungut hasil perkebunan tanpa izin.

Selain itu Kasi Pidum juga menjelaskan bahwa Terdakwa Josep Sitepu dimaksud di tahun 2019 telah pernah tersangkut perkara pidana narkotika dan berdasrakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, Terdakwa divonis oleh majelis hakim PN Stabat dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan.

Lebih lanjut Kasi Pidum menjelaskan bahwa agenda persidangan saat ini adalah pemeriksaan saksi-saksi dan belum masuk ke tahap pembacaan Surat Tuntutan. “Terkait tuntutan yang nantinya akan disampaikan di depan persidangan, JPU akan mempertimbangkan berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, dengan tetap mengedepankan rasa keadilan” tandasnya.

Persidangan kasus pencurian TBS kelapa sawit dengan terdakwa Josep Sitepu ini akan dilanjutkan Rabu (15/2/2023).(mag-6/azw)

LANGKAT, SUMUTPOS.CO – Lanjutan Sidang kasus pencurian (TBS) kelapa sawit yang diklaim berada di HGU PT Langkat Nusantara Kepong (LNK) dengan terdakwa Josef Sitepu kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Stabat, Rabu (8/2).

Persidangan Nomor : 822/Pid.Sus/2022/PN.Stb tersebut dipimpin Majelis Hakim Andriansah SH MH (Hakim Ketua), Dicki Irvandi SH MH dan Zainal Hasan SH (masing-masing Hakim Anggota) digelar di Ruang Sidang Prof DR Kesumah Atmadja SH suasananya tampak berbeda dari sidang-sidang perkara ini sebelumnya. Sebab pada persidangan kali ini tampak banyak dihadiri rekan media.
Dalam persidangan kali ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Langkat yakni Aryanvi Kanta Diprama SH dan Maura Meralda Harahap SH menghadirkan saksi yakni Manager PT LNK Perkebunan Bekiun Ukurta Meliala.

Sementara itu, Tim Penasihat Hukum (PH) yakni Harianto Ginting SH, Tumpal Hamonangan Simanjuntak SH CPM, Ukurta Tony Sitepu SH CPM, Kokoh Aprianta Bangun SH CPM mencecar sang manager terkait fungsi serta kewenangan melakukan pelaporan kasus-kasus pencurian ke pihak kepolisian, juga terkait persoalan kerjasama (MoU) antara PTPN II dengan PT.LNK.

Menurut saksi, dirinya tidak tahu persis batas HGU PT.LNK di Perkebunan Bekiun karena dirinya mengaku masih baru bertugas di area perkebunan Bekiun.

Manager yang sudah berpengalaman di perkebunan PT.LNK di area Langkat Hulu ini juga tidak mampu menunjukkan bukti kerjasama antara PTPN II dengan PT.LNK yang diketahui merupakan perusahaan dari Malaysia.

Menurut Ukurta Meliala, dirinya tidak mengetahui persis perjanjian kerjasama tersebut. Namun, jelas Ukurta, PT.LNK merupakan anak perusahaan PTPN II.

“Dulu kita ada opsi disuruh milih posisi mau di PTPN atau di PT.LNK. Kalau bentuk kerjasama itu ya nanti saya minta dari Direksi,” ujarnya.

Ukurta juga menjawab pertanyaan PH bahwa dirinya tidak memiliki surat kewenangan untuk melaporkan jika ada pencurian kelapa sawit. “Ya, cuma secara lisan dalam melaksanakan tanggungajwab yang diberikan,” ujarnya.

Sementara itu, saat JPU menanyakan apakah terdakwa Josef Sitepu sudah sering melakukan pencurian sawit, Ukurta membenarkannya.

“Saya mendapat laporan dari pihak security jika terdakwa sudah beberapa kali melakukan pencurian dan terus lari,” ujarnya.

Pernyataan Ukurta tersebut kemudian dikejar Tim PH dan menanyakan bukti dari laporan seceruty yang menyebutkan terdakwa sudah sering melakukan pencurian sawit.

“Saksi mengatakan jika terdakwa sudah sering melakukan pencurian. Apa bukti yang saksi miliki dan bukti yang diberikan security kepada saksi,” tanya PH.

Ukurta menjelaskan jika dirinya hanya menerima laporan secara lisan saja dari security kebun.

“Biasanya jika tertangkap sekali, pelaku akan dibina. Karena security sudah mengenal wajah terdakwa sering ketahuan mencuri sawit sehingga security melaporkan dan menangkapnya,” ujar Ukurta.

Namun keterangan Ukurta tersebut kembali dipertanyakan Tim PH bentuk pembinaan yang diberikan kepada terdakwa jika dituding sudah sering melakukan pencurian.

Ukurta menjelaskan jika bentuk pembinaan itu hanya merupakan peringatan dan nasihat agar tidak mengulanginya lagi.

Selanjutnya, Majelis Hakim menjelaskan seharusnya pihak LNK memberikan surat perjanjian untuk tidak melakukan lagi perbuatan mencuri sawit kepada terdakwa. Sehingga surat perjanjian itu bisa dimasukkan ke dalam berkas dakwaan.

Setelah persidangan selesai awak media berusaha mengkonfirmasi JPU namun saudara Aryanvi Kantha Diprama mengarahkan kepada awak media untuk langsung bertemu dengan Kasi Pidum Kejari Langkat.

Pada saat awak media mengkonfirmasi Kasi Pidum Kejari Langkat Hendra Abdi P. Sinaga SH di ruang kerjanya dan ditanyakan mengapa perkara tersebut tetap diproses dan tidak dilakukan upaya pendekatan Restorative Justice Kasi Pidum menerangkan “Tidak semua perkara pidana dapat diselesaikan dengan pendekatan Restorative Justice karena ada persyaratan yang diatur dalam Perja No. 15 Tahun 2020 tentang Restorative Justice adalah Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun dan tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih dari Rp2.500.000, kemudian tercapainya kesepakatan perdamaian antara Korban dan Tersangka”

Kemudian lebih jauh Kasi Pidum menerangkan bahwa sehubungan dengan perkara yang dimaksud, Kejari Langkat sebenarnya telah mengupayakan proses Restorative Justice namun pihak dari perusahaan LNK yang menjadi korban kejahatan belum bersedia memaafkan Terdakwa karena berdasarkan laporan petugas keamanan kebun Bahwa Terdakwa ini telah sering melakukan upaya memungut hasil perkebunan tanpa izin.

Selain itu Kasi Pidum juga menjelaskan bahwa Terdakwa Josep Sitepu dimaksud di tahun 2019 telah pernah tersangkut perkara pidana narkotika dan berdasrakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, Terdakwa divonis oleh majelis hakim PN Stabat dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan.

Lebih lanjut Kasi Pidum menjelaskan bahwa agenda persidangan saat ini adalah pemeriksaan saksi-saksi dan belum masuk ke tahap pembacaan Surat Tuntutan. “Terkait tuntutan yang nantinya akan disampaikan di depan persidangan, JPU akan mempertimbangkan berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, dengan tetap mengedepankan rasa keadilan” tandasnya.

Persidangan kasus pencurian TBS kelapa sawit dengan terdakwa Josep Sitepu ini akan dilanjutkan Rabu (15/2/2023).(mag-6/azw)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/