32 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Pingsan di Ruang Sidang, Batara Tetap Divonis 6 Tahun

Foto: Bayu/PM Terdakwa kasus korupsi pembangunan gedung Palas, Batara Tambunan, pingsan saat sidang di PN Medan, Rabu (8/7/2015).
Foto: Bayu/PM
Terdakwa kasus korupsi pembangunan gedung Palas, Batara Tambunan, pingsan saat sidang di Pengadilan Tipikor Medan, Rabu (8/7/2015).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pembangunan pusat perkantoran Pemkab Padang Lawas (Palas) senilai Rp 6,048 miliar di ruang kartika Pengadilan Tipikor Medan, berakhir ricuh. Pasalnya, terdakwa Batara Tambunan selaku Direktur PT Bungo Pantai Bersaudara, mendadak pingsan di ruang sidang, Rabu (8/7) sore.

Peristiwa itu terjadi saat hakim yang diketuai Dwi Dayanto membacakan amar putusannya. Terdakwa yang menggunakan tabung oksigen saat sidang tersebut, tiba-tiba mengaku tidak kuat duduk saat hakim masih membacakan putusan. “Saya mohon yang mulia, saya tidak kuat lagi duduk. Kalau bisa saya bersandar saja di bangku belakang ini,” kata Batara dan langsung pindah ke bangku belakang kursi terdakwa.

Bukannya duduk, Batara malah merebahkan badannya di bangku panjang tersebut. Keluarganya yang mengikuti sidang langsung mendatanginya. Detik berikutnya, terdakwa malah pingsan. Melihat itu, keluarganya langsung menangis histeris. “Tolong pak, tolong pak. Bapak saya itu lagi sakit, tolong lah pak,” teriak anak Batara di ruang sidang.

Keluarga terdakwa tampak panik melihat kondisi Batara yang diklaim mengalami sakit jantung. “Dia sudah dari awal sakit-sakit, tetapi masih dipaksakan untuk hadir di sidang ini. Memang kalian hakim ini tidak ada perasaan,” teriak anak Batara sambil memukul meja sidang.

Suasana semakin ricuh karena keluarga terdakwa terus melontarkan cacian padas hakim. “Tolong bantu ayah kami ini, penyakit jantungnya kumat. Panggilkan dokter cepat,” teriak keluarganya.

Tiga security PN Medan dibantu pengawal tahanan langsung mengangkat Batara keluar ruang sidang dan dilarikan ke Rumah Sakit Islam (RSI) Malahayati. Sementara keluarga terdakwa terus menangis histeris. Melihat suasana sidang semakin ribut, hakim kemudian menskornya. “Sidang diskor,” kata hakim lantas meninggalkan ruang sidang.

Kemudian, terdakwa Batara langsung dibawa ke ruang Unit Gawat Darurat (UGD) Malahayati dan mendapatkan perawatan. Awak media pun tidak diperbolehkan mengambil gambar di dalam rumah sakit tersebut.

Sementara itu, satu jam kemudian majelis hakim melanjutkan persidangan meski terdakwa tidak hadir. Dalam sidang in absentia (tidak dihadiri terdakwa) itu, majelis hakim menghukum Batara selama 6 tahun penjara dan membayar denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan. Bukan hanya itu, hakim juga menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti (UP) kerugian negara sebesar Rp6,048 miliar.”Dengan ketentuan apabila terdakwa tidak membayarkan uang pengganti kerugian negara ini, maka harta bendanya disita dapat disita untuk menutupinya. Namun dalam hal harta benda terdakwa tidak mencukupi untuk menutupi kerugian negara, maka diganti dengan kurungan badan selama tiga tahun,” kata hakim.

Menanggapi putusan hakim ini, Tommy Sihotang, selaku kuasa hukum Batara langsung menyatakan banding. “Terima kasih majelis, atas putusan ini kami menyatakan banding,” katanya. Sebelum sidang dimulai, majelis hakim memang sempat bertanya kepada terdakwa apakah sehat dan bisa mengikuti persidangan. Saat itu, terdakwa menjawab dia bisa mengikuti sidang dan sebagai warga negara yang patuh hukum, dia akan mengikuti persidangan. “Saya akan ikuti persidangan meski harus menggunakan tabung oksigen,” katanya.

Foto: Bayu/PM Terdakwa kasus korupsi pembangunan gedung Palas, Batara Tambunan, pingsan saat sidang di PN Medan, Rabu (8/7/2015).
Foto: Bayu/PM
Terdakwa kasus korupsi pembangunan gedung Palas, Batara Tambunan, pingsan saat sidang di Pengadilan Tipikor Medan, Rabu (8/7/2015).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pembangunan pusat perkantoran Pemkab Padang Lawas (Palas) senilai Rp 6,048 miliar di ruang kartika Pengadilan Tipikor Medan, berakhir ricuh. Pasalnya, terdakwa Batara Tambunan selaku Direktur PT Bungo Pantai Bersaudara, mendadak pingsan di ruang sidang, Rabu (8/7) sore.

Peristiwa itu terjadi saat hakim yang diketuai Dwi Dayanto membacakan amar putusannya. Terdakwa yang menggunakan tabung oksigen saat sidang tersebut, tiba-tiba mengaku tidak kuat duduk saat hakim masih membacakan putusan. “Saya mohon yang mulia, saya tidak kuat lagi duduk. Kalau bisa saya bersandar saja di bangku belakang ini,” kata Batara dan langsung pindah ke bangku belakang kursi terdakwa.

Bukannya duduk, Batara malah merebahkan badannya di bangku panjang tersebut. Keluarganya yang mengikuti sidang langsung mendatanginya. Detik berikutnya, terdakwa malah pingsan. Melihat itu, keluarganya langsung menangis histeris. “Tolong pak, tolong pak. Bapak saya itu lagi sakit, tolong lah pak,” teriak anak Batara di ruang sidang.

Keluarga terdakwa tampak panik melihat kondisi Batara yang diklaim mengalami sakit jantung. “Dia sudah dari awal sakit-sakit, tetapi masih dipaksakan untuk hadir di sidang ini. Memang kalian hakim ini tidak ada perasaan,” teriak anak Batara sambil memukul meja sidang.

Suasana semakin ricuh karena keluarga terdakwa terus melontarkan cacian padas hakim. “Tolong bantu ayah kami ini, penyakit jantungnya kumat. Panggilkan dokter cepat,” teriak keluarganya.

Tiga security PN Medan dibantu pengawal tahanan langsung mengangkat Batara keluar ruang sidang dan dilarikan ke Rumah Sakit Islam (RSI) Malahayati. Sementara keluarga terdakwa terus menangis histeris. Melihat suasana sidang semakin ribut, hakim kemudian menskornya. “Sidang diskor,” kata hakim lantas meninggalkan ruang sidang.

Kemudian, terdakwa Batara langsung dibawa ke ruang Unit Gawat Darurat (UGD) Malahayati dan mendapatkan perawatan. Awak media pun tidak diperbolehkan mengambil gambar di dalam rumah sakit tersebut.

Sementara itu, satu jam kemudian majelis hakim melanjutkan persidangan meski terdakwa tidak hadir. Dalam sidang in absentia (tidak dihadiri terdakwa) itu, majelis hakim menghukum Batara selama 6 tahun penjara dan membayar denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan. Bukan hanya itu, hakim juga menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti (UP) kerugian negara sebesar Rp6,048 miliar.”Dengan ketentuan apabila terdakwa tidak membayarkan uang pengganti kerugian negara ini, maka harta bendanya disita dapat disita untuk menutupinya. Namun dalam hal harta benda terdakwa tidak mencukupi untuk menutupi kerugian negara, maka diganti dengan kurungan badan selama tiga tahun,” kata hakim.

Menanggapi putusan hakim ini, Tommy Sihotang, selaku kuasa hukum Batara langsung menyatakan banding. “Terima kasih majelis, atas putusan ini kami menyatakan banding,” katanya. Sebelum sidang dimulai, majelis hakim memang sempat bertanya kepada terdakwa apakah sehat dan bisa mengikuti persidangan. Saat itu, terdakwa menjawab dia bisa mengikuti sidang dan sebagai warga negara yang patuh hukum, dia akan mengikuti persidangan. “Saya akan ikuti persidangan meski harus menggunakan tabung oksigen,” katanya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/