MEDAN, SUMUTPOS.CO – Eks Kasat Reskrim Polrestabes Medan (dulu Polresta Medan), Kompol Fahrizal yang menjadi terdakwa pembunuhan abang iparnya, ternyata sudah mengalami gangguan kejiwaan sejak tahun 2014. Akibatnya, Kompol Fahrizal sudah pernah beberapa kali dibawa berobat ke Klinik Utama Bina Atma, Jalan Hos Cokroaminoto, Medan.
ITU terungkap dalam persidangan dengan agenda pembacaan nota eksepsi di ruang Cakra 4 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (8/10). Kuasa hukum terdakwa, Julisman SH membacakan eksepsi tersebut.
Bahkan, setelah penembakan terjadi, Kompol Fahrizal kembali diperiksa oleh ahli jiwa Dr Mustafa M Amin, M KED, MSC, Sp.KJ (K) dari Klinik Utama Bina Atma.
“Berdasarkan ringkasan medis No 34/KUBA/2018/ tertanggal 16 April 2018 yang dikeluarkan klinik Utama Bina Atma menyatakan terdakwa Fahrizal pada intinya mengalami Skizoprenia Paranoid (gangguan kejiwaan berupa gangguan pikiran, perasaan dan prilaku pasien),” ucap Julisman di hadapan Majelis Hakim diketuai Deson Togatorop.
Hal itu juga diperkuat surat keterangan ahli kedokteran jiwa Rumah Sakit Jiwa Prof.DR.Muhammad Ildren dengan Nomor: YM.01.06.4822, tanggal 23 April 2018. Intinya menyatakan, terdakwa Kompol Fahrizal mengalami gangguan jiwa berat yang di diagnosis sebagai Skizofrenia Paranoid.
Akibat gangguan jiwa yang dialaminya, terdakwa tidak dapat membedakan yang nyata dan fantasi, benar salah, baik dan buruk. Hal itu juga terlihat pada saat proses penyidikan terhadap terdakwa.
“Kami yakin dakwaan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum terhadap terdakwa, hanyalah semata-mata untuk melaksanakan ketentuan Pasal 44 KUHAP. Karena di dalam prakteknya, jika penyidik dan JPU menjumpai peristiwa semacam ini, maka tetap wajib memeriksa perkaranya,” ujarnya.
Untuk itu, penasehat hukum terdakwa meminta agar majelis hakim menerima eksepsi. Kemudian, menyatakan surat dakwaaan JPU telah disusun secara tidak cermat, jelas dan lengkap sehingga menjadi kabur. Oleh karena itu, harus dibatalkan demi hukum.
“Kami juga meminta kepada majelis hakim agar membebaskan terdakwa Fahrizal dari dakwaan jaksa dan mengeluarkannya dari tahanan setelah putusan ini dibacakan,” ujar Julisman.
Usai membacakan eksepsi, majelis hakim meminta kuasa hukum terdakwa agar dapat melampirkan bukti hasil pemeriksaan medis dari sejumlah dokter kejiwaan yang disebutkan dalam eksepsi. Semuanya untuk kelanjutan persidangan pekan depan.
Usai sidang, Julisman menceritakan kronologis kejadian penembakan yang dilakukan terdakwa terhadap abang iparnya, April 2018 lalu.
Menurut Julisman, sebelum kejadian itu, Kompol Fahrizal yang sudah tiba dari Lombok berbincang dengan ibu mertuanya di ruang tamu sambil memijat-mijat tangan dan punggungnya.
“Tiba-tiba dia berdiri karena mendapat sebuah bisikan gaib dan ia mengambil pistol dan menodongkannya ke kepala ibu mertuanya,” ujar Julisman.
Namun, belum sempat meletuskan pistol itu, abang ipar terdakwa menegur terdakwa dan meminta jangan meletuskan pistol tersebut.
“Mendengar ucapan abang iparnya, terdakwa lalu berbalik arah dan meletuskan senjata itu ke arahnya. Sehingga korban tersungkur dan akhirnya meninggal,” tandas Julisman.
Penembakan itu terjadi Rabu, 4 April 2018 sekira pukul 19.30 WIB. Fahrizal yang saat itu masih menjabat sebagai Wakapolres Lombok Tengah, bersama istri mengunjungi ibu mertuanya yang baru sembuh di Jalan Tirtosari, Medan.(man/ala)