JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Warning bagi perusahaan kelapa sawit nakal yang berniat membuka lahan dengan dibakar muncul dari Meulaboh, Aceh. Baru saja Kementerian Linkungan Hidup (KLH) memenangkan gugatan atas PT Kalista Alam (KA) di Meulaboh. Perusahaan itu digugat pemerintah karena membuka lahan kebun sawit seluas seribu hektar dengan cara dibakar.
Deputi V KLH Bidang Penataan Hukum Lingkungan Sudariyono mengatakan putusan dari Pengadilan Negeri Meulaboh, Aceh itu sangat penting sebagai tonggak penegakan hukum lingkungan. Putusan atas perkara ini keluar Rabu, 8 Januari lalu. “Putusan kasus ini supaya bisa menimbulkan efek jera untuk perusahaan lainnya,” katanya di Jakarta kemarin.
Sudariyono mengatakan gugatan KLH itu merupakan tuntutan atas kasus kerusakan lingkungan akibat pembakaran hutan oleh PT KA. Kerusahaan itu berbuntut hilangnya lahan hutan konservasi di kawasan ekosistem lauser (KEL) dan hampir punahnya beragam satwa yang dilindungi di dalamnya.
Dia mengatakan bunyi gugatan yang dikabulkan pengadilan itu adalah menghukum PT KA membayar ganti rugi materiil melalui kas negara sebesar Rp 114,3 miliar. Selain itu putusan pengadilan menghukum PT KA untuk melakukan tindakan pemulihan lahan yang terbakar sebesar Rp 251,7 miliar.
“Pemulihan lahan itu bisa mulai dilakukan ketika sudah terbit putusan inkrah (berkekuatan hukum tetap, red),” ujar dia. Sudariyono mengatakan bahwa putusan dari pengadilan tadi ini untuk perkara gugatan secara pidana. Sedangkan untuk gugatan pidana kepada PT KA sampai saat ini masih dalam proses persidangan.
Sudariyono mengatakan kasus serupa juga sedang disengketakan KLH kepada PT Surya Panen Subur (SPS) di Pengadilan Negeri Jakarata Selatan. “Lokasi hutan yang dibakar untuk perkebunan sawit sama di Meulaboh. Tetapi domisili perusahaannya di Jakarta,” ujarnya. Sudariyono mengatakan PT SPS ini digugat ke meja hijau karena mambakar hutan seluas 1.100 hektar untuk perkebunan sawit.
Dia mengatakan perusahaan sawit jangan coba-coba mengakali pemerintah. Sudariyono mengatakan, sejatinya perusahaan-perusahaan nakal itu sudah mengantongi izin usaha perkebunan sawit secara legal. Tetapi menjadi persoalan ketika saat membuka lahan, dilakukan dengan cara pembakaran hutan.
“Sebenarnya ada cara yang dilegalkan, yaitu dengan upaya pembukaan hutan secara mekanik (ditebang biasa, red),” paparnya. Tetapi umumnya perusahaan nekat memilih membuka lahan dengan cara ditebang. Alasannya adalah biayanya lebih murah ketimbang dengan cara mekanik. Tetapi Sudariyono mengatakan dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat pembakaran hutan atau lahan ini sangat besar. (wan/jp)