24.6 C
Medan
Sunday, January 19, 2025

Merasa Dirugikan Pihak FP USU, Orangtua Korban Ancam Lapor ke Mabes Polri

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Orangtua korban dugaan kasus penipuan yang dilakukan oknum Is yang merupakan pegawai Administrasi Pascasarjana Program Studi (Prodi) Agribisnis Fakultas Pertanian (FP) Universitas Sumatera Utara (USU) mendesak pihak kepolisian segera menangkap tersangka dan yang terlibat lainnya.

Pasalnya, setelah kasus tersebut ditangani pihak Ditreskrimum Polda Sumut hingga gelar perkara, Is yang sudah ditetapkan tersangka masih belum ditahan.

Hal itu dikatakan Orangtua korban Fuad SP (30), inisial EY saat ditemui Sumut Pos di Ukhti Cafe, Jalan Kapten Muslim Medan, Jumat (7/5) malam.

EY menceritakan kasus ini berawal, putranya Fuad mengikuti proses pendaftaran awal pada Tahun 2015, di Pascasarjana Prodi Agribisnis USU. Fuad ikut testing dan lulus. Kemudian keluarlah SK. Pada masa itu PDPT belum di bawah wewenang dikti, masih di bawah wewenang pihak fakultas kampus. Sehingga mahasiswa yang tidak membayar uang kuliah atau uang pendaftaran ulang ke perbankan, maka bisa dititip dengan pegawai kampus.

“Karena itu, anak saya pun menitipkannya ke oknum Is yang merupakan pegawai Administrasi Pascasarjana Prodi Agribisnis Fakultas Pertanian USU. Diberikanlah uang sebesar Rp10 juta dan ada kwitansinya. Tetapi, Is mengatakan bahwa untuk daftar ulang tidak cukup Rp10 juta, harus Rp13 juta. Beberapa hari kemudian, anak saya memberikan kembali sisa uangnya sebesar Rp3 juta. Tetapi tidak lagi menggunakan kwitansi. Hanya pembayaran pertama saja yang menggunakan kwitansi. Mahasiswa lainnya juga demikian, tidak ada kwitansinya. Ini banyak korbannya sebenarnya, tetapi banyak yang tidak berani bicara,” bebernya.

Dijelaskannya, bahwa Is ini adalah kepercayaan mahasiswa, sebab Is yang membantu kerja prodi, mengatur jam kuliah mahasiswa, administrasi dan sebagainya. Sehingga anak-anak banyak yang menitip urusan perkuliahan ke Is. Kuliah berjalan sesuai prosedur, hingga mengikuti field trip.

“Anak saya sempat cuti kuliah selama dua semester, karena ada panggilan kerja ke Jakarta. Lalu saya tanya suratnya, tetapi kata oknum Is ini tidak usah pakai surat cuti. Sehingga anak saya cuti kuliah tanpa surat,” ujarnya.

Kemudian pada Tahun 2018, lanjutnya, sekembalinya Fuad ke Medan dan ikut kuliah kembali seperti biasa dengan catatan kembali membayar. Fuad pun mengikuti perkuliahan seperti biasanya, mengikuti field trip hingga mengajukan proposal tesis tentang kopi, penelitiannya di Takengon Aceh selama dua bulan. Pada Tahun 2019, Fuad mengikuti sidang meja hijau dan dinyatakan lulus. Tesis pun sudah ditandatangani oleh pihak penguji hingga dekan.

“Tetapi ketika akan wisuda ternyata tidak bisa mengikutinya. Setelah dicek, nama anak saya tidak ada terdaftar di BAN PT. Saya pun marah di situ. Malamnya oknum Is memberikan uang sebesar Rp10 juta, katanya sebagai uang pengganti karena tidak bisa diwisuda. Saya tidak tahu sebenarnya itu uang apa. Lalu saya jumpai Dekan Fakultas Pertanian, malah anak saya yang disalahkan karena menitip pembayaran dengan Is. Saya pun menjumpai rektor, waktu itu masih Prof Runtung. Dia pun marah karena kasus tersebut dan berjanji memanggil semua oknum yang terlibat. Tetapi karena pada masa itu terjadi Covid-19, sehingga kasus ini sempat menggantung,” ungkapnya.(mag-1/azw)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Orangtua korban dugaan kasus penipuan yang dilakukan oknum Is yang merupakan pegawai Administrasi Pascasarjana Program Studi (Prodi) Agribisnis Fakultas Pertanian (FP) Universitas Sumatera Utara (USU) mendesak pihak kepolisian segera menangkap tersangka dan yang terlibat lainnya.

Pasalnya, setelah kasus tersebut ditangani pihak Ditreskrimum Polda Sumut hingga gelar perkara, Is yang sudah ditetapkan tersangka masih belum ditahan.

Hal itu dikatakan Orangtua korban Fuad SP (30), inisial EY saat ditemui Sumut Pos di Ukhti Cafe, Jalan Kapten Muslim Medan, Jumat (7/5) malam.

EY menceritakan kasus ini berawal, putranya Fuad mengikuti proses pendaftaran awal pada Tahun 2015, di Pascasarjana Prodi Agribisnis USU. Fuad ikut testing dan lulus. Kemudian keluarlah SK. Pada masa itu PDPT belum di bawah wewenang dikti, masih di bawah wewenang pihak fakultas kampus. Sehingga mahasiswa yang tidak membayar uang kuliah atau uang pendaftaran ulang ke perbankan, maka bisa dititip dengan pegawai kampus.

“Karena itu, anak saya pun menitipkannya ke oknum Is yang merupakan pegawai Administrasi Pascasarjana Prodi Agribisnis Fakultas Pertanian USU. Diberikanlah uang sebesar Rp10 juta dan ada kwitansinya. Tetapi, Is mengatakan bahwa untuk daftar ulang tidak cukup Rp10 juta, harus Rp13 juta. Beberapa hari kemudian, anak saya memberikan kembali sisa uangnya sebesar Rp3 juta. Tetapi tidak lagi menggunakan kwitansi. Hanya pembayaran pertama saja yang menggunakan kwitansi. Mahasiswa lainnya juga demikian, tidak ada kwitansinya. Ini banyak korbannya sebenarnya, tetapi banyak yang tidak berani bicara,” bebernya.

Dijelaskannya, bahwa Is ini adalah kepercayaan mahasiswa, sebab Is yang membantu kerja prodi, mengatur jam kuliah mahasiswa, administrasi dan sebagainya. Sehingga anak-anak banyak yang menitip urusan perkuliahan ke Is. Kuliah berjalan sesuai prosedur, hingga mengikuti field trip.

“Anak saya sempat cuti kuliah selama dua semester, karena ada panggilan kerja ke Jakarta. Lalu saya tanya suratnya, tetapi kata oknum Is ini tidak usah pakai surat cuti. Sehingga anak saya cuti kuliah tanpa surat,” ujarnya.

Kemudian pada Tahun 2018, lanjutnya, sekembalinya Fuad ke Medan dan ikut kuliah kembali seperti biasa dengan catatan kembali membayar. Fuad pun mengikuti perkuliahan seperti biasanya, mengikuti field trip hingga mengajukan proposal tesis tentang kopi, penelitiannya di Takengon Aceh selama dua bulan. Pada Tahun 2019, Fuad mengikuti sidang meja hijau dan dinyatakan lulus. Tesis pun sudah ditandatangani oleh pihak penguji hingga dekan.

“Tetapi ketika akan wisuda ternyata tidak bisa mengikutinya. Setelah dicek, nama anak saya tidak ada terdaftar di BAN PT. Saya pun marah di situ. Malamnya oknum Is memberikan uang sebesar Rp10 juta, katanya sebagai uang pengganti karena tidak bisa diwisuda. Saya tidak tahu sebenarnya itu uang apa. Lalu saya jumpai Dekan Fakultas Pertanian, malah anak saya yang disalahkan karena menitip pembayaran dengan Is. Saya pun menjumpai rektor, waktu itu masih Prof Runtung. Dia pun marah karena kasus tersebut dan berjanji memanggil semua oknum yang terlibat. Tetapi karena pada masa itu terjadi Covid-19, sehingga kasus ini sempat menggantung,” ungkapnya.(mag-1/azw)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/