MEDAN, SUMUTPOS.CO – Acap menjawab tidak tahu, mantan Kepala Dinas Pendidikan Padanglawas Utara (Paluta), Hazairi Hasibuan, ditegur majelis hakim karena dinilai memberikan keterangan berbelit di persidangan.
“Pak Jaksa, apa statusnya dia ini? Masih saksi? Kalau saudara bolak-balik mengatakan tidak tahu, kami majelis hakim bisa memerintahkan jaksa untuk menahan saudara,” kata hakim anggota, Felix Da Lopez, menegur Hazairi yang duduk sebagai saksi dugaan korupsi gedung Sekolah Luar Biasa (SLB) TA 2012 Paluta, di Pengadilan Tipikor Medan, Senin (9/9).
Setelah ditegur hakim, mantan Kadisdik Paluta era 2011 hingga 2014 tersebut lambat-laun mulai koperatif. Di antaranya, saksi mengakui telah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) pengangkatan terdakwa Aslin Harahap SE (55), selaku Ketua Komite Pembangunan Gedung Unit Sekolah Baru (USB) Sekolah Luar Biasa. Adapun anggaran pembangunan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun anggaran 2012 senilai Rp1,7 miliar.
Saat itu, posisi Bendahara dijabat Syaiful Ramadhan Nasution. Syaiful juga dihadirkan JPU dari Kejari Paluta, Agussalim Harahap sebagai saksi.
“Informasinya dana dari APBN sudah turun. Sebaiknya dibuat proposal,” kata Syaiful menirukan ucapan terdakwa Aslin Harahap, sebelum proyek tersebut dikerjakan rekanan.
Proposal terdakwa kemudian disetujui. Hazairin Hasibuan menimpali, dirinya tidak menguasai tahapan (progres) pekerjaan pembangunan gedung SLB Palas tersebut.
Saksi Hazairin sempat beberapa saat tampak membisu dan tertunduk saat ditanya hakim anggota Felix Lopez, apakah pekerjaan tersebut ada diserahterimakan dari Komite Sekolah dengan bupati Paluta atau tidak.
Sementara menjawab pertanyaan hakim ketua Nazar Effendi, saksi Syaiful selaku menyebutkan, ada dilakukan tender proyek. “Saya tidak menyaksikan langsung. Namun berdasarkan keterangan pak Aslin (terdakwa pertama) sebagai Ketua Komite. Pak Koeswijanto dari rekanan (terdakwa kedua) memang waktu itu ada bolak-balik ke Kantor Disdik pak hakim,” tuturnya.
Pekerjaan pembangunan unit sekolah telah selesai dikerjakan. “Namun pekerjaannya tidak diserahterimakan. Kabarnya karena ada kekurangan volume pekerjaan Pak Hakim,” terang Syaful.
Mengenai pencairan dana kepada rekanan, saksi menegaskan, bisa dicairkan apabila terdakwa Aslin Harahap sebagai Ketua dan dirinya sebagai Bendahara Komite Pembangunan Gedung menandatangani dokumen.
Kedua terdakwa Aslin dan Koeswijanto masing-masing dijerat pidana memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara sebesar Rp230,8 juta. (man)