MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kepala MAN 3 Medan Nurkholida Lubis terlibat adu mulut dengan penasihat hukum terdakwa Iwan Zulhami dan Zainal Arifin. Sidang yang berlangsung dengan tensi tinggi itu, terjadi saat ia menjadi saksi dalam kasus suap jual beli jabatan di Kementerian Agama Sumatera Utara (Kemenag Sumut).
Pasalnya, Nurkholida dianggap memberikan berbelit-belit, dalam sidang yang berlangsung virtual di Ruang Cakra 2 Pengadilan Tipikor Medan, Senin (10/5). Selain itu, terkuak fakta yang mencengangkan. Terdakwa Nurkholida, mengaku kalau pihaknya menarik uang puluhan juta dari beberapa kepala madrasah di Medan untuk menutup kasus tersebut di Kejati Sumut.
Hal tersebut diungkapkannya setelah Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Polim Siregar, mencecar soal keterangan Nurkholida yang termuat di Berita Acara Penyidikan (BAP) terkait pemberian uang Rp150 juta kepada seseorang untuk menutup kasus jual beli jabatan tersebut di Kejati Sumut. “Di BAP ibu nomor 19, ada namanya Khairul Mahalli, ini apa kaitannya dengan kejadian jual beli jabatan saat ini,” tanya jaksa.
Nurkholida berkilah tidak mengetahui apa hubungannya pemberian uang tersebut dengan perkara yang tengah disidangkan saat ini. “Saya tidak tau kaitannya dengan jual beli jabatan, saya disuruh pak Iwan untuk mengasikan uang itu ke Pak Khairul,” katanya.
Tidak sampai di situ, Jaksa kembali mencecar siapa Khairul Mahalli dan apa jabatannya di Kementerian agama. Namun Nurkholida mengaku tidak begitu mengenal Khairul. “Kalau jabatannya di kementerian agama tidak ada pak. Saya tidak tau dia pengusaha atau apa, tapi yang diperkenalkan Pak Iwan ke kami, dia Ketua Kadin Sumatera Utara,” bebernya.
Selanjutnya, Jaksa kembali mencecar untuk apa uang Rp150 juta diserahkan ke Khairul. Meski awalnya tetap mengelak tidak tahu, akhirnya Nurkholida mengakui kalau uang itu untuk menutup perkara di Kejati. “Saya tidak tau kaitannya tetapi kata bapak itu untuk menyelesaikan masalah. Mungkin masalah ini (suap jabatan),” katanya dengan suara pelan.
Mendengar hal tersebut, sontak saja Jaksa menegur Nurkholida agar jangan menggunakan kata ‘mungkin’ di persidangan. “Jangan mungkin, Itu uangnya Rp150 juta dapat dari mana,” cecar Jaksa lagi.
Ia pun mengaku kalau uang tersebut dikutip dari beberapa kepala sekolah di Medan. “Diminta dari kepala sekolah untuk menyelesaikan perkara di Kejati. Jadi kami (nyetor) Rp10 juta satu orang, kami ada beberapa orang yang (bayar) lebih. Penyerahannya Rp50 juta sa ya transfer, yang Rp100 juta saya an tar ke hotel,” ungkap Nurkholida.
“Untuk menutup kasus di Kejati?,” tanya Jaksa memastikan.
“Benar pak,” kata Nurkholida.
Tidak sampai di situ, Jaksa kembali menanyakan, mengapa uang tersebut diserahkan ke Khairul? Nurkholida menjawab, bahwa Khairul disebut-sebut dapat mengamankan perkara ini karena dekat dengan pihak Kejati. “Saya tanya Pak Iwan Zulhami, pengakuannya Pak Khairul dekat dengan orang Kejati, dan dia bisa menyelesaikan masalah,” ucapnya.
Mendengar semua pernyataan tersebut, sontak saja Penasehat Hukum para terdakwa meminta kepada majelis hakim agar mengeluarkan penetapan penahanan terhadap Nurkholida. “Kami memohon kepada Majelis Hakim supaya memerintahkan Jaksa melakukan penahanan terhadap saksi Nurkholida, didasarkan pada keterangan di persidangan ini,” kata salah satu pengacara para terdakwa.
Lantas hakim pun mengatakan, akan mempertimbangkan hal tersebut. Meski demikian kata hakim ketua, terkait semua keterangan Nurkholidah, Jaksa harusnya sudah memiliki penilaian dan sikap sendiri. Usai mendengar kesaksian, majelis hakim diketuai Bambang Joko menunda sidang hingga pekan depan dengan agenda keterangan saksi lainnya. (man)