MEDAN, SUMUTPOS.CO – Saksi ahli IT Dr Ronny menduga ada keterlibatan orang dalam (internal) dalam kasus pembobolan melalui transaksi elektronik Top Up LinkAja yang mengakibatkan kerugian Bank BRI sebesar Rp1,1 miliar. Terungkap, dalam sidang yang berlangsung secara virtual di ruang Cakra 8 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Jumat (10/7).
Mulanya majelis hakim Immanuel Tarigan, mempertanyakan tentang kelemahan dalam program IT di Bank BRI, sebagaimana dilakukan terdakwa Riky alias Ridwan (30), Jonny Chermy (33), dan Alianto (29).
“Didalam suatu sistem elektronik/teknologi itu tidak ada yang dijamin aman dan lancar. Karena itu, pentingnya pengawasan dan pengamanan dari waktu ke waktu,” jelas saksi.
Setelah itu, majelis hakim mencoba untuk mencecar lebih dalam orang yang terlibat pembobolan Bank BRI.”Menurut anda, apakah ada keterlibatan internal (orang dalam) atau memang kesalah sistem seutuhnya,” ucap majelis.
“Dugaan saya ya, gangguan disini tidak normal, karena transaksinya berjalan, dan itu tidak normal, mungkin ada keterlibatan pihak internal,” ungkapnya.
Setelah itu, Ronny menjelaskan, bahwa dirinya tidak setuju jika penyidik menyatakan bahwa kasus ini karena ada gangguan.”Orang-orang yang melakukan ini bukan orang canggih IT, ini adalah orang yang kebetulan tau Kelemahannya, sehingga saya tidak sepakat. Ini adalah ilegal akses di pasal 30 dan pasal 32. Pasal 32 adalah mentransfer atau memindahkan informasi elektronik dari suatu bank ke suatu akun link tetapi saldonya tidak berkurang,” katanya lagi.
Lebih lanjut, Dosen STIE Perbanas Surabaya ini juga mengatakan, kemungkinan pihak internal bisa melakukan perbuatan yang melemahkan sistem dan menyampaikannya ke pihal luar. Ataupun pihak internal tidak melakukan kelemahan terhadap sistem, namun menyebarkannya ke pihak luar.
“Kemungkinan terjadinya keterlibatan pihak internal sangat terbuka pak Hakim. Sederhana saja, tindakan ini tidak membutuhkan kecanggihan teknologi. Makanya itu perlu dilakukan investigasi,” urainya.
Dirinya juga berharap agar pihak BRI melakukan investigasi secara internal. Untuk menyelediki ada tidaknya pihak internal BRI yang ikut serta menyebarkan kelemahan sistem pada saat itu kepada pihak luar.
“Investigasi internal seharusnya juga menjadi konsen pihak perbankan untuk melihat bukan hanya pihak eksternal, tetapi juga pihak internal,” pungkas Ronny.
Setelah mendengarkan keterangan saksi, majelis hakim menunda persidangan hingga pekan mendatang. Diketahui, di sidang sebelumnya, Kepala Bagian Information Technology (IT) BRI, Muhammad Randy Desmond Ibramih mengakui bahwa dalam aplikasi linkaja terdapat kelemahan dan pada hari dimana pembobolan yang dilakukan ketiga terdakwa, terdapat ribuan transaksi yang tidak wajar.
Terdakwa diancam pidana dalam Pasal 48 ayat (1) jo Pasal 32 ayat (1) dan Pasal 46 ayat(1) jo Pasal 30 ayat (1) UU No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal 85, 82 UU No 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Pasal 363 ayat 1 ke-4 KUHP.
Perbuatan para terdakwa merupakan tindak pidana pencucian uang (TPPU), sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 juncto Pasal 10 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. (man)