26.7 C
Medan
Sunday, May 5, 2024

Kasus Pemalsuan Data Asuransi Kematian, Polisi Belum Tangkap Otak Pelaku

KUASA HUKUM: Tito Napitupulu dan Herman Manalu, kuasa hukum terdakwa Rosmery usai persidangan, Selasa (10/12).
KUASA HUKUM: Tito Napitupulu dan Herman Manalu, kuasa hukum terdakwa Rosmery usai persidangan, Selasa (10/12).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sidang kasus pemalsuan akta autentik dengan terdakwa Rosmery br Simamora (45) dan Jonni Samson Aritonang kembali bergulir. Dalam sidang keterangan terdakwa itu, kuasa hukum terdakwa meminta agar polisi menangkap Wulandari (DPO) yang disebut sebagai otak pelaku.

“Kami berharap pihak kepolisian untuk segera menangkap pelaku utama yang saat ini sedang DPO. Dan harapan kami tidak ada pihak-pihak yang mencoba untuk menyembunyikan tersangka DPO (Wulandari),” ungkap Tito Napitupulu dan Herman Manalu, penasihat hukum (PH) terdakwa Rosmery, Selasa (10/12).

Menurutnya, kliennya (Rosmery) hanya agen dari Wulandari untuk merekrut nasabah sebanyak-banyaknya.

“Si Wulandari bekerja di asuransi PT Avrist Assurance (AA). Dan sampai sekarang, pihak asuransinya, seperti menutup-nutupi keberadaan Wulandari,” tandas Tito.

Dalam sidang di ruang Cakra 6 Pengadilan Negeri (PN) Medan, terdakwa Jonni membantah berita acara pemeriksaan (BAP) polisi. Dia membantah, bahwa tidak pernah mengatakan uang asuransi dibagi tiga dengan rincian masing-masing mendapatkan Rp150 juta.

“Tapi ini kau tandatangani BAP-nya, kan tandatanganmu ini kan,” tanya Jaksa, Sri Hartati.

“Saya nggak ada bilang gitu,” jawab terdakwa Jonni.

Lantaran terdakwa yang bersikeras dengan keterangannya, Ketua Majelis hakim Erintuah Damanik meminta JPU menghadirkan saksi verbalisan (penyidik) pada persidangan pekan depan.

“Ya sudah, hadirkan saksi verbalisannya ini,” tegasnya.

Dalam dakwaan JPU Sri Hartati, disebutkan pada Juni 2018 lalu, terdakwa Rosmery mendatangi terdakwa Jonni Aritonang. Terdakwa Rosmery mengatakan kepada terdakwa Jonni, dapat mengurus ibu kandungnya atas nama Mery Christina Sitanggang menjadi nasabah di PT Avrist Assurance dengan menggunakan surat-surat yang di palsukan.

Kedua terdakwa oknum bidan dan buruh ini, bersama Wulandari (belum tertangkap), mengetahui bahwa Mery Christina Sitanggang telah meninggal dunia pada tanggal 04 Juni 2017.

“Kesepakatan bersama antara terdakwa dan Wulandari, apabila klaim asuransi kematian Mery Christina Sitanggang berhasil dibayarkan maka uang asuransi akan dibagi 3 dengan rincian masing-masing mendapatkan sebesar RP150.000.000,” ucap Jaksa.

Atas adanya laporan dari pihak investigator PT AA dan akibat perbuatan terdakwa tersebut pihak PT AA mengalami kerugian materil atas dibayarkannnya anggaran penugasan untuk investigasi sebesar Rp155.289.200.

“Perbuatan terdakwa diancam pidana Pasal 266 ayat (1) dan Pasal 263 (1,2) jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” pungkas Jaksa. (man/btr)

KUASA HUKUM: Tito Napitupulu dan Herman Manalu, kuasa hukum terdakwa Rosmery usai persidangan, Selasa (10/12).
KUASA HUKUM: Tito Napitupulu dan Herman Manalu, kuasa hukum terdakwa Rosmery usai persidangan, Selasa (10/12).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sidang kasus pemalsuan akta autentik dengan terdakwa Rosmery br Simamora (45) dan Jonni Samson Aritonang kembali bergulir. Dalam sidang keterangan terdakwa itu, kuasa hukum terdakwa meminta agar polisi menangkap Wulandari (DPO) yang disebut sebagai otak pelaku.

“Kami berharap pihak kepolisian untuk segera menangkap pelaku utama yang saat ini sedang DPO. Dan harapan kami tidak ada pihak-pihak yang mencoba untuk menyembunyikan tersangka DPO (Wulandari),” ungkap Tito Napitupulu dan Herman Manalu, penasihat hukum (PH) terdakwa Rosmery, Selasa (10/12).

Menurutnya, kliennya (Rosmery) hanya agen dari Wulandari untuk merekrut nasabah sebanyak-banyaknya.

“Si Wulandari bekerja di asuransi PT Avrist Assurance (AA). Dan sampai sekarang, pihak asuransinya, seperti menutup-nutupi keberadaan Wulandari,” tandas Tito.

Dalam sidang di ruang Cakra 6 Pengadilan Negeri (PN) Medan, terdakwa Jonni membantah berita acara pemeriksaan (BAP) polisi. Dia membantah, bahwa tidak pernah mengatakan uang asuransi dibagi tiga dengan rincian masing-masing mendapatkan Rp150 juta.

“Tapi ini kau tandatangani BAP-nya, kan tandatanganmu ini kan,” tanya Jaksa, Sri Hartati.

“Saya nggak ada bilang gitu,” jawab terdakwa Jonni.

Lantaran terdakwa yang bersikeras dengan keterangannya, Ketua Majelis hakim Erintuah Damanik meminta JPU menghadirkan saksi verbalisan (penyidik) pada persidangan pekan depan.

“Ya sudah, hadirkan saksi verbalisannya ini,” tegasnya.

Dalam dakwaan JPU Sri Hartati, disebutkan pada Juni 2018 lalu, terdakwa Rosmery mendatangi terdakwa Jonni Aritonang. Terdakwa Rosmery mengatakan kepada terdakwa Jonni, dapat mengurus ibu kandungnya atas nama Mery Christina Sitanggang menjadi nasabah di PT Avrist Assurance dengan menggunakan surat-surat yang di palsukan.

Kedua terdakwa oknum bidan dan buruh ini, bersama Wulandari (belum tertangkap), mengetahui bahwa Mery Christina Sitanggang telah meninggal dunia pada tanggal 04 Juni 2017.

“Kesepakatan bersama antara terdakwa dan Wulandari, apabila klaim asuransi kematian Mery Christina Sitanggang berhasil dibayarkan maka uang asuransi akan dibagi 3 dengan rincian masing-masing mendapatkan sebesar RP150.000.000,” ucap Jaksa.

Atas adanya laporan dari pihak investigator PT AA dan akibat perbuatan terdakwa tersebut pihak PT AA mengalami kerugian materil atas dibayarkannnya anggaran penugasan untuk investigasi sebesar Rp155.289.200.

“Perbuatan terdakwa diancam pidana Pasal 266 ayat (1) dan Pasal 263 (1,2) jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” pungkas Jaksa. (man/btr)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/