25 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Aneh, Mahasiswa Demo Minta Idawati Dibebaskan

Idawati Pasaribu, saat melihat isi tasnya sebagai barang bukti, di PN Lubukpakam.
Idawati Pasaribu, saat melihat isi tasnya sebagai barang bukti, di PN Lubukpakam.

SUMUTPOS.CO – Setelah sempat 3 kali mangkir dengan dalih sakit, terdakwa Idawati boru Pasaribu yang jadi terdakwa dalam kasus pembunuhan bidan Nurmala Dewi boru Tinambunan, akhirnya berhasil dihadirkan jaksa ke Pengadilan Negeri (PN) Lubukpakam untuk mengikuti lanjutan sidang, Senin (11/11). Sebelum sidang agenda mendengarkan keterangan terdakwa itu digelar, Idawati yang datang mengenakan kemeja dipadu celana panjang hitam itu tampak tenang. Saat masuk ke ruang sidang, ia langsung duduk dan menyalami penasihat hukumnya, Hotma Sitompul SH.

Anehnya, tak lama pasca pengusaha asal Batam dan Jakarta itu tiba di ruang sidang, belasan massa yang tergabung dalam Aliansi Peduli Keadilan justru melakukan unjuk rasa di luar pagar gedung PN Lubukpakam. Dalam aksi ini, para mahasiswa tersebut justru minta hakim membebaskan Idawati. Tak berapa lama ber-orasi, tiga utusan mahasiswa pun diterima Humas PN Lubukpakam, Ahmad Yani, SH MH. Dalam kesempatan itu, Ahmad Yani yang panasaran sempat menanyakan apakah kedatangan para mahasiswa itu hanya untuk mengaspirasikan kasus Idawati saja? Ketiganya pun menjawab iya.

Lalu Ahmad Yani kembali bertanya, apakah mereka tau berapa jumlah terdakwa? Ketiga mahasiswa itu serentak menjawab tak tau. Sembari menggelengkan kepala, Ahmad Yani pun menjawab akan mengedepankan keadilan, karena lebih berdosa menghukum orang yang tak bersalah daripada membebaskan seribu orang yang tak bersalah. Mendengar penjelasan itu, ketiga utusan mahasiswa itu pun memilih meninggalkan gedung PN Lubukpakam. Sementara itu, sekira pukul 14.00 WIB, Idawati pun memasuki ruang sidang dengan mengenakan baju tahanan Kejari Lubukpakam nomor 68. Tak lama kemudian, tiga majelis hakim yang diketuai Pontas Efendi, SH pun memasuki ruang sidang dan membuka sidang.

Anehnya lagi, dalam sidang tersebut Idawati lebih banyak menjawab pertanyaan hakim dengan jawaban tak tau. Bahkan, saat hakim menanyakan dari mana Idawati mengetahui pembunuhan Nurmala Dewi? Idawati pun menjawab mengetahui setelah di Polresta Medan dan di pengadilan. “Saat saya diperiksa di Polresta Medan, ada dua polisi bernama Maruli Manullang dan Antoni Simamora mengancam saya jika tak mengaku sebagai otak pembunuhan, saya akan disetrum,” cerita Idawati sambil menangis. Namun tangisan terdakwa tak mempengaruhi majelis hakim yang terus bertanya apakah Idawati mengenal korban. Terdakwa pun menjawab ia lebih dulu mengenal Ariani boru Sihotang (ibu korban).

Itupun saat ibu korban berada di Polresta Balerang, Batam untuk membuat surat pernyataan jika korban tak akan menikah dengan Berton Silaban. Namun saat ditanya apa hubungannya dengan korban dan mengapa Idawati mau meneken surat pernyataan itu? Terdakwa menjawab jika dia hanya meneken saja dan yang membuat itu bukan dirinya. “Tapi apa hubungan nya dengan korban,” selidik hakim. Terdakwa pun selalu menjawab tidak tau. Terkait Rini Dharnawati SH alias Cici dan Julius Animo Bravo Hasibuan yang juga terdakwa dalam berkas terpisah, Idawati Pasaribu mengaku mengenal mereka awal Mei 2012 lalu.

“Cici pernah meminjam uang kepada perusahaan saya sebesar Rp 650 juta dan surat rumahnya itu masih dipegang perusahaan,” ungkap Idawati. Tak mau kalah dengan hakim, jaksa Rumondang SH dan Doni SH bergantian mengajukan pertanyaan pada terdakwa, terkait barang bukti tas warna hitam apakah miliknya? Idawati Pasaribu pun menjawab jika itu memang tasnya dan selalu dibawanya yang saat ditangkap isi tas itu ada 3 dompet, uang US$ 500, jerudung, selendang, alat kosmetik. Hotma Sitompul SH sempat memprotes dengan dalih pertanyaan itu tak sesuai dengan dakwaan, tapi Rumondang menjawab jika mereka ingin membuktikan pertemuan terdakwa dengan Cici di Jakarta.

Terdakwa Idawati Pasaribu pun mengaku bertemu Cici di Jakarta karena Cici mau ke Surabaya sehingga Idawati mau bantu Cici dari pembelian tiket melalui calo. “Saya hanya 10 menit bertemu Cici di bandara Jakarta,” ungkap Idawati. Majelis hakim pun mengajukan pertanyaan kepada terdakwa Idawati jika pengakuan Cici pada saat pertemuan itu ada orang bernama Darwin dan bertemu dalam mobil Toyota Kijang Innova. Terdakwa tetap mengatakan jika tidak ada orang yang melihat pertemuannya dengan Cici. “Saya kenal dengan Darwin Simamora tapi saat bertemu cici, si Darwin tidak ada,” jawabnya. Dalam persidangan sebelumnya, kata majelis hakim, Cici mengaku jika bertemu terdakwa Idawati pasaribu di Jakarta pada 8 Februari 2013 untuk mengambil uang Rp 300 juta setelah korban tewas ditembak.

Namun Idawati malah menyangkal mereka bertemu tanggal 9 Februari 2013 dan tak ada menyerahkan uang pada Cici. Terkait Brigadir Gusnita, yang juga terdakwa dalam berkas terpisah, Idawati mengaku baru kenal setelah ditangkap di Polresta Medan. Saat di sel Polresta Medan itu, kata terdakwa Idawati Pasaribu, dia sempat diancam Gusnita Baktiar akan dicekik jika tidak mengaku sebagai otak pembunuhan korban. Sehingga sel mereka pun dipisah saat di Polresta Medan. “Suami saya pun dilarang bawa nasi untuk saya. Bahkan saat saya ditangkap pada 5 Maret 2013 lalu di gudang perusahaan saya di Jakarta, penyidik tidak memperbolehkan saya ganti baju dengan menutup pintu kamar. Saya diseret dan tidak diberitahu mengapa saya ditangkap,” curhatnya Idawati. (man/deo)

Idawati Pasaribu, saat melihat isi tasnya sebagai barang bukti, di PN Lubukpakam.
Idawati Pasaribu, saat melihat isi tasnya sebagai barang bukti, di PN Lubukpakam.

SUMUTPOS.CO – Setelah sempat 3 kali mangkir dengan dalih sakit, terdakwa Idawati boru Pasaribu yang jadi terdakwa dalam kasus pembunuhan bidan Nurmala Dewi boru Tinambunan, akhirnya berhasil dihadirkan jaksa ke Pengadilan Negeri (PN) Lubukpakam untuk mengikuti lanjutan sidang, Senin (11/11). Sebelum sidang agenda mendengarkan keterangan terdakwa itu digelar, Idawati yang datang mengenakan kemeja dipadu celana panjang hitam itu tampak tenang. Saat masuk ke ruang sidang, ia langsung duduk dan menyalami penasihat hukumnya, Hotma Sitompul SH.

Anehnya, tak lama pasca pengusaha asal Batam dan Jakarta itu tiba di ruang sidang, belasan massa yang tergabung dalam Aliansi Peduli Keadilan justru melakukan unjuk rasa di luar pagar gedung PN Lubukpakam. Dalam aksi ini, para mahasiswa tersebut justru minta hakim membebaskan Idawati. Tak berapa lama ber-orasi, tiga utusan mahasiswa pun diterima Humas PN Lubukpakam, Ahmad Yani, SH MH. Dalam kesempatan itu, Ahmad Yani yang panasaran sempat menanyakan apakah kedatangan para mahasiswa itu hanya untuk mengaspirasikan kasus Idawati saja? Ketiganya pun menjawab iya.

Lalu Ahmad Yani kembali bertanya, apakah mereka tau berapa jumlah terdakwa? Ketiga mahasiswa itu serentak menjawab tak tau. Sembari menggelengkan kepala, Ahmad Yani pun menjawab akan mengedepankan keadilan, karena lebih berdosa menghukum orang yang tak bersalah daripada membebaskan seribu orang yang tak bersalah. Mendengar penjelasan itu, ketiga utusan mahasiswa itu pun memilih meninggalkan gedung PN Lubukpakam. Sementara itu, sekira pukul 14.00 WIB, Idawati pun memasuki ruang sidang dengan mengenakan baju tahanan Kejari Lubukpakam nomor 68. Tak lama kemudian, tiga majelis hakim yang diketuai Pontas Efendi, SH pun memasuki ruang sidang dan membuka sidang.

Anehnya lagi, dalam sidang tersebut Idawati lebih banyak menjawab pertanyaan hakim dengan jawaban tak tau. Bahkan, saat hakim menanyakan dari mana Idawati mengetahui pembunuhan Nurmala Dewi? Idawati pun menjawab mengetahui setelah di Polresta Medan dan di pengadilan. “Saat saya diperiksa di Polresta Medan, ada dua polisi bernama Maruli Manullang dan Antoni Simamora mengancam saya jika tak mengaku sebagai otak pembunuhan, saya akan disetrum,” cerita Idawati sambil menangis. Namun tangisan terdakwa tak mempengaruhi majelis hakim yang terus bertanya apakah Idawati mengenal korban. Terdakwa pun menjawab ia lebih dulu mengenal Ariani boru Sihotang (ibu korban).

Itupun saat ibu korban berada di Polresta Balerang, Batam untuk membuat surat pernyataan jika korban tak akan menikah dengan Berton Silaban. Namun saat ditanya apa hubungannya dengan korban dan mengapa Idawati mau meneken surat pernyataan itu? Terdakwa menjawab jika dia hanya meneken saja dan yang membuat itu bukan dirinya. “Tapi apa hubungan nya dengan korban,” selidik hakim. Terdakwa pun selalu menjawab tidak tau. Terkait Rini Dharnawati SH alias Cici dan Julius Animo Bravo Hasibuan yang juga terdakwa dalam berkas terpisah, Idawati Pasaribu mengaku mengenal mereka awal Mei 2012 lalu.

“Cici pernah meminjam uang kepada perusahaan saya sebesar Rp 650 juta dan surat rumahnya itu masih dipegang perusahaan,” ungkap Idawati. Tak mau kalah dengan hakim, jaksa Rumondang SH dan Doni SH bergantian mengajukan pertanyaan pada terdakwa, terkait barang bukti tas warna hitam apakah miliknya? Idawati Pasaribu pun menjawab jika itu memang tasnya dan selalu dibawanya yang saat ditangkap isi tas itu ada 3 dompet, uang US$ 500, jerudung, selendang, alat kosmetik. Hotma Sitompul SH sempat memprotes dengan dalih pertanyaan itu tak sesuai dengan dakwaan, tapi Rumondang menjawab jika mereka ingin membuktikan pertemuan terdakwa dengan Cici di Jakarta.

Terdakwa Idawati Pasaribu pun mengaku bertemu Cici di Jakarta karena Cici mau ke Surabaya sehingga Idawati mau bantu Cici dari pembelian tiket melalui calo. “Saya hanya 10 menit bertemu Cici di bandara Jakarta,” ungkap Idawati. Majelis hakim pun mengajukan pertanyaan kepada terdakwa Idawati jika pengakuan Cici pada saat pertemuan itu ada orang bernama Darwin dan bertemu dalam mobil Toyota Kijang Innova. Terdakwa tetap mengatakan jika tidak ada orang yang melihat pertemuannya dengan Cici. “Saya kenal dengan Darwin Simamora tapi saat bertemu cici, si Darwin tidak ada,” jawabnya. Dalam persidangan sebelumnya, kata majelis hakim, Cici mengaku jika bertemu terdakwa Idawati pasaribu di Jakarta pada 8 Februari 2013 untuk mengambil uang Rp 300 juta setelah korban tewas ditembak.

Namun Idawati malah menyangkal mereka bertemu tanggal 9 Februari 2013 dan tak ada menyerahkan uang pada Cici. Terkait Brigadir Gusnita, yang juga terdakwa dalam berkas terpisah, Idawati mengaku baru kenal setelah ditangkap di Polresta Medan. Saat di sel Polresta Medan itu, kata terdakwa Idawati Pasaribu, dia sempat diancam Gusnita Baktiar akan dicekik jika tidak mengaku sebagai otak pembunuhan korban. Sehingga sel mereka pun dipisah saat di Polresta Medan. “Suami saya pun dilarang bawa nasi untuk saya. Bahkan saat saya ditangkap pada 5 Maret 2013 lalu di gudang perusahaan saya di Jakarta, penyidik tidak memperbolehkan saya ganti baju dengan menutup pintu kamar. Saya diseret dan tidak diberitahu mengapa saya ditangkap,” curhatnya Idawati. (man/deo)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/