MEDAN-Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan yang dipimpin oleh M Yusuf kecolongan. Pa salnya Bendahara UPT BLH, Hervina Sari, salah seorang tersangka dugaan korupsi dana pendapatan Unit Pelayanan Teknis (UPT) Laboratorium Badan Lingkungan Hidup (BLH) Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) Tahun 2012 senilai Rp1,206 miliar tidak diketahui keberadaannya. Prestasi Kejari Medan pun mulai tercoreng.
“Ini jelas kecolongan. Seharusnya sudah dapat diantisipasi seperti mengeluarkan surat cekal, memblokir rekeningnya atau melakukan penahanan. Jangan sampai muncul persepsi di masyarakat kalau kondisi ini sengaja dilakukan,” tegas Direktur Pusat Studi Hukum dan Pembaharuan Peradilan (PUSHPA) Sumut, Muslim Muis, Jumat (13/12).
Dia pun mengkritik keras kinerja Kejari Medan. Menurutnya Kejari Medan kurang profesional khususnya dalam perkara korupsi. Pelarian tersangka korupsi seharusnya sejak awal sudah dapat dicegah jika Kejari benar-benar bekerja. Salah satunya dengan meningkatkan pengawasan dan juga mengeluarkan surat cekal. Sebagai institusi penegak hukum, lanjut Muslim, Kejari Medan seharusnya dapat menjaga kepercayaan masyarakat di antaranya dengan menunjukan kinerja yang baik.
“Kejari Medan di bawah kepemimpinan M Yusuf ini kita harap jangan seperti kenerja penyidik Kejatisu. Rajin menetapkan tersangka, tapi gak jelas ujungnya. Jangankan sampai ke Pengadilan. Tersangkanya saja tak jelas keberadaannya di mana. Hal ini yang membuat persepsi negatif timbul dimasyarakat,” terangnya.
Lebih lanjut dikatakannya, agar kondisi yang sama tidak terulang lagi, dia meminta agar penyidik melakukan penahanan terhadap tersangka Kepala UPT Laboraturium BLH Sumut, Henny Nainggolan. “Jangan sampai kecolongan lagi. Bila perlu penyidik bisa menahannya untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan,” pungkasnya.
Terpisah, Kasi Pidsus Kejari Medan, Jufri Nasution mengatakan Hervina Sari yang menjabat Bendahara UPT BLH Pemprov Sumut ditetapkan sebagai DPO pada 4 Desember 2013. Dia sudah tiga kali mangkir dari panggilan penyidik Kejari Medan untuk diperiksa dengan kapasitas sebagai tersangka. “Panggilan sudah dilayangkan tiga kali secara patut. Tapi yang bersangkutan tidak datang tanpa alasan, dan tidak diketahui keberadaannya,” kata Jufri, Jumat (13/12).
Menurut Jufri, penetapan daftar pencarian orang (DPO) atas Hervina Sari telah diusulkan ke Kejati Sumut. Nantinya, Kejati Sumut akan menyampaikan ke Kejagung. “Sudah kita sampaikan surat nya ke pimpinan. Nantinya Kajati akan meneruskan ke Kejagung agar dilakukan pencarian se-Indonesia,” jelas Jufri.
Jufri mengaku untuk Kepala UPT BLH Pemprov Sumut, Henny Nainggolan, belum dilakukan penahanan. Karena menurut Jufri, Henny yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara itu, sejauh ini masih kooperatif menjalani pemeriksaan. “Dia sangat koperatif menjalani pemeriksaan. Dia juga berjanji membantu penyidik mengungkap kasus itu,” terangnya.
Henny Nainggolan yang disebut-sebut sebagai orang dekat Gubernur Sumut Gatot Pudjo Nugroho, juga telah mengembalikan Rp200 juta dari total Rp1,206 miliar jumlah kerugian negara. “Dia (Henny) juga berjanji akan mengembalikan uang kerugian negara. Setidaknya dia sudah kembalikan Rp200 juta secara bertahap. Dia berjanji akan mengembalikan seluruh kerugian negara tentunya setelah keluar hasil audit resmi BPKP Sumut,” pungkasnya.
Sebelumnya, penyidik menyita uang sebesar Rp100 juta dari Kepala UPT Laboratorium BLH Pemprov Sumut, Henny Nainggolan, yang diduga hasil korupsi dana pendapatan di Unit Pelayanan Teknis (UPT) Laboratorium Badan Lingkungan Hidup (BLH) Pemprovsu Tahun 2012 yang tidak disetorkan ke kas daerah. Dalam proses penyidikan, penyidik menemukan jumlah kerugian negara membengkak dari awalnya Rp817 juta menjadi Rp1,206 miliar.
Jufri mengatakan setelah penyidik mendalami perkara itu, terdapat pajak yang telah dipungut namun tidak disetorkan ke kas daerah. Dimana awalnya penerimaan dana sebesar Rp3,397 miliar. Akan tetapi dana yang disetorkan ke kas daerah hanya Rp2,190 miliar. Dengan demikian terdapat dana yang belum disetorkan senilai Rp1,206 miliar.
Sebagaimana diketahui dalam perkara ini pada Tahun 2012 Pemprovsu menargetkan penerimaan dari retribusi pemakaian kekayaan daerah melalui UPT Laboratorium BLH Pemprov Sumut sebesar Rp2,433 miliar dengan realisasi sesuai STS sebesar Rp2,190 miliar. Tarif retribusi itu diatur dalam Perda Provsu No.12 Tahun 2007 tentang retribusi pemakaian kekayaan daerah dan Peraturan Gubernur Sumut No 24 Tahun 2008 tentang petunjuk pelaksanaan Perda No.12 Tahun 2007 tersebut.
Kemudian, UPT Laboratorium BLH Pemprov Sumut telah melakukan pengujian atas permintaan pihak ketiga dan memperoleh retribusi sebesar Rp3,397 miliar. Akan tetapi, dana pendapatan dari hasil pengujian laporatorium UPT yang diperoleh dari pihak ketiga dan dana pajak yang telah di pungut tersebut tidak disetorkan ke kas daerah. Selain itu terdapat pengeluaran fiktif dan tidak dapat dipertanggungjawabkan sehingga merugikan negara sebesar Rp1,206 miliar. (far)