32 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Keluarga Berharap Tamin Sukardi Dapat Keadilan

FEDRIK TARIGAN/ JAWA POS /jpg
PENYUAP: Tersangka penyuap Hakim PN Medan Tamin Sukardi mengenakan rompi tahanan usai diperiksa di kantor KPK, Jakarta, Rabu (29/8).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Aparat penegak hukum diharapkan dapat bertindak adil terhadap Tamin Sukardi, yang saat ini sedang menanti putusan banding pasca divonis enam tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Medan dalam perkara dugaan korupsi lahan eks HGU PTPN II.

Iwan Samosir, adik dari istri Tamin Sukardi mengaku sedih atas penderitaan yang dialami abang iparnya. Tamin berjuang sendiri melawan penzoliman dan ketidakpastian hukum sejak ditahan Kejaksaan Agung 30 Oktober 2017 lalu.

Iwan menyebut, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara melalui legal opininya tertanggal 10 Maret 2017 sudah menyatakan tidak ada ganti rugi terhadap tanah yang dipersoalkan. Namun justru Kejaksaan Agung menetapkan Tamin Sukardi sebagai tersangka 18 Oktober 2017.

Iwan menyatakan, keluarga tidak mengerti dasar hukum apa yang dipakai Kejaksaan Agung hingga akhirnya Tamin Sukardi menjadi tersangka.

Sedihnya lagi, walaupun sudah disertai surat keterangan bahwa Tamin memerlukan rutin check up ke dokter spesialis, permohonan penangguhan dan BN izin berobat Tamin Sukardi yang sudah berumur 74 tahun dan menderita penyakit jantung kronis tidak dikabulkan pihak Kejagung.

“Kondisi kesehatan yang menurun, umur dan stres perasaan terzolimi sempat menyebabkan ipar saya, Tamin, pingsan di pengadilan dan terancam stroke,” tutur Iwan kepada wartawan di Medan, Selasa (13/11).

Ia menambahkan, keluarga semakin terpukul saat majelis hakim Pengadilan Negeri Medan menjatuhkan vonis enam tahun penjara dan denda Rp 232 miliar kepada Tamin Sukardi.

Iwan merasa heran, kenapa putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap mengenai tanah dimaksud dan yang juga sudah dieksekusi dapat dikesampingkan oleh Kejaksaan Agung dan Pengadilan Negeri Medan.

Menurut Iwan, tindakan melabrak putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap ini disebut bentuk penzoliman terhadap Tamin Sukardi.

Dia menerangkan, perlakuan yang menyebabkan perasaan terteror dan terzolimi itulah yang membuat Tamin Sukardi jatuh ke perangkap oknum peradilan yang ingin memancing di air keruh.

“Dalam kasus ini terkesan ada oknum-oknum yang ingin membunuh karakter Tamin Sukardi sebagai pihak bernoda hitam tanpa dasar fakta hukum,” kata Iwan.

Iwan melihat ini bertujuan untuk memuaskan ego dan kepentingan komersil pihak-pihak tertentu. Namun kata Iwan, Tamin tetap meminta keluarga percaya bahwa suatu saat keadilan akan diberikan oleh Tuhan melalui aparat penegak hukum yang baik.

“Keluarga percaya aparat penegak hukum akan beri keadilan hukum bagi Tamin Sukardi. Kami sedih melihat penderitaannya selama ini,” kata Iwan.

Lebih lanjut Iwan menyatakan, tidak ada satupun saksi atau alat bukti di persidangan yang menunjukkan niat jahat Tamin.

Justru sebaliknya, sebut Iwan, fakta menunjukkan bahwa ahli waris pemegang alas hak tanah Helvetia yang melakukan gugatan terhadap PTPN-II.

Dijelaskan Iwan, gugatan itu bukan karena disuruh Tamin Sukardi. Tapi karena marah setelah mengetahui PTPN-II menjual tanah ex-HGU tersebut kepada pihak ketiga yaitu pengusaha properti di Medan yang berlindung di balik salah satu organisasi masyarakat ini.

Iwan mempertanyakan, apakah Tamin Sukardi salah karena percaya kepada proses peradilan bahwa masyarakatlah merupakan pemilik yang sah atas tanah tersebut.

Lalu, apakah lebih adil apabila tanah yang sudah habis HGU-nya bisa dijual oleh pemegang hak yang lama. Selain itu, apakah adil bagi masyarakat untuk menunggu hapus buku yang terpending selama 15 tahun.

Ia juga menyatakan, hal lain yang menggelitik keluarga terkait dakwaan dan tuntutan jaksa yang dinilai melampaui batas logika karena menyatakan PT Erniputra Terari merupakan perusahaan keluarga.

Padahal, sebut Iwan, perusahaan tersebut punya beberapa pemegang saham yang tidak ada hubungan dengan keluarga. Ironisnya, kata Iwan, aset-aset yang tidak ada hubungannya dengan Tamin Sukardi dan yang bukan miliknya diblokir.

“Perlakuan seperti ini sudah diluar kepatutan. Tentu ini bisa menuai polemik kepercayaan rakyat dan pengusaha terhadap proses penegakkan hukum,” kata Iwan.

Iwan mengaku, saat ini keluarga menumpukan harapan besar kepada majelis hakim Pengadilan Tinggi Medan yang sedang menangani perkara banding Tamin Sukardi.

Iwan percaya bahwa dengan penegakan hukum yang jujur dan baik maka Indonesia bisa lebih baik ke depan.

“Kami berdoa dan berkeyakinan majelis hakim Pengadilan Tinggi akan menjadi pembela dan penegak keadilan,” tandasnya. (azw/ala)

FEDRIK TARIGAN/ JAWA POS /jpg
PENYUAP: Tersangka penyuap Hakim PN Medan Tamin Sukardi mengenakan rompi tahanan usai diperiksa di kantor KPK, Jakarta, Rabu (29/8).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Aparat penegak hukum diharapkan dapat bertindak adil terhadap Tamin Sukardi, yang saat ini sedang menanti putusan banding pasca divonis enam tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Medan dalam perkara dugaan korupsi lahan eks HGU PTPN II.

Iwan Samosir, adik dari istri Tamin Sukardi mengaku sedih atas penderitaan yang dialami abang iparnya. Tamin berjuang sendiri melawan penzoliman dan ketidakpastian hukum sejak ditahan Kejaksaan Agung 30 Oktober 2017 lalu.

Iwan menyebut, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara melalui legal opininya tertanggal 10 Maret 2017 sudah menyatakan tidak ada ganti rugi terhadap tanah yang dipersoalkan. Namun justru Kejaksaan Agung menetapkan Tamin Sukardi sebagai tersangka 18 Oktober 2017.

Iwan menyatakan, keluarga tidak mengerti dasar hukum apa yang dipakai Kejaksaan Agung hingga akhirnya Tamin Sukardi menjadi tersangka.

Sedihnya lagi, walaupun sudah disertai surat keterangan bahwa Tamin memerlukan rutin check up ke dokter spesialis, permohonan penangguhan dan BN izin berobat Tamin Sukardi yang sudah berumur 74 tahun dan menderita penyakit jantung kronis tidak dikabulkan pihak Kejagung.

“Kondisi kesehatan yang menurun, umur dan stres perasaan terzolimi sempat menyebabkan ipar saya, Tamin, pingsan di pengadilan dan terancam stroke,” tutur Iwan kepada wartawan di Medan, Selasa (13/11).

Ia menambahkan, keluarga semakin terpukul saat majelis hakim Pengadilan Negeri Medan menjatuhkan vonis enam tahun penjara dan denda Rp 232 miliar kepada Tamin Sukardi.

Iwan merasa heran, kenapa putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap mengenai tanah dimaksud dan yang juga sudah dieksekusi dapat dikesampingkan oleh Kejaksaan Agung dan Pengadilan Negeri Medan.

Menurut Iwan, tindakan melabrak putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap ini disebut bentuk penzoliman terhadap Tamin Sukardi.

Dia menerangkan, perlakuan yang menyebabkan perasaan terteror dan terzolimi itulah yang membuat Tamin Sukardi jatuh ke perangkap oknum peradilan yang ingin memancing di air keruh.

“Dalam kasus ini terkesan ada oknum-oknum yang ingin membunuh karakter Tamin Sukardi sebagai pihak bernoda hitam tanpa dasar fakta hukum,” kata Iwan.

Iwan melihat ini bertujuan untuk memuaskan ego dan kepentingan komersil pihak-pihak tertentu. Namun kata Iwan, Tamin tetap meminta keluarga percaya bahwa suatu saat keadilan akan diberikan oleh Tuhan melalui aparat penegak hukum yang baik.

“Keluarga percaya aparat penegak hukum akan beri keadilan hukum bagi Tamin Sukardi. Kami sedih melihat penderitaannya selama ini,” kata Iwan.

Lebih lanjut Iwan menyatakan, tidak ada satupun saksi atau alat bukti di persidangan yang menunjukkan niat jahat Tamin.

Justru sebaliknya, sebut Iwan, fakta menunjukkan bahwa ahli waris pemegang alas hak tanah Helvetia yang melakukan gugatan terhadap PTPN-II.

Dijelaskan Iwan, gugatan itu bukan karena disuruh Tamin Sukardi. Tapi karena marah setelah mengetahui PTPN-II menjual tanah ex-HGU tersebut kepada pihak ketiga yaitu pengusaha properti di Medan yang berlindung di balik salah satu organisasi masyarakat ini.

Iwan mempertanyakan, apakah Tamin Sukardi salah karena percaya kepada proses peradilan bahwa masyarakatlah merupakan pemilik yang sah atas tanah tersebut.

Lalu, apakah lebih adil apabila tanah yang sudah habis HGU-nya bisa dijual oleh pemegang hak yang lama. Selain itu, apakah adil bagi masyarakat untuk menunggu hapus buku yang terpending selama 15 tahun.

Ia juga menyatakan, hal lain yang menggelitik keluarga terkait dakwaan dan tuntutan jaksa yang dinilai melampaui batas logika karena menyatakan PT Erniputra Terari merupakan perusahaan keluarga.

Padahal, sebut Iwan, perusahaan tersebut punya beberapa pemegang saham yang tidak ada hubungan dengan keluarga. Ironisnya, kata Iwan, aset-aset yang tidak ada hubungannya dengan Tamin Sukardi dan yang bukan miliknya diblokir.

“Perlakuan seperti ini sudah diluar kepatutan. Tentu ini bisa menuai polemik kepercayaan rakyat dan pengusaha terhadap proses penegakkan hukum,” kata Iwan.

Iwan mengaku, saat ini keluarga menumpukan harapan besar kepada majelis hakim Pengadilan Tinggi Medan yang sedang menangani perkara banding Tamin Sukardi.

Iwan percaya bahwa dengan penegakan hukum yang jujur dan baik maka Indonesia bisa lebih baik ke depan.

“Kami berdoa dan berkeyakinan majelis hakim Pengadilan Tinggi akan menjadi pembela dan penegak keadilan,” tandasnya. (azw/ala)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/