MEDAN, SUMUTPOS.CO – Radius Ginting (55) warga Sedap Malam III Kelurahan Sempakata Kecamatan Medan Selayang, meminta Polrestabes Medan menahan JMS (38) dan IS (53), dua tersangka dugaan menempatkan keterangan palsu dalam akta otentik dan penipuan, berdasarkan LP/1245/K/V/2020/SPKT/Restabes Medan.
Radius Ginting diduga menjadi korban kasus mafia tanah oleh kedua tersangka, yang disangkakan melanggar Pasal 266 dan atau 378 KUHPidana.
Meski JMS dan IS telah menyandang status tersangka, namun hingga kini, SP Sidik/1662/VII/Res.1.9./2020/Reskrim, tanggal 23 Juli 2020 dan SP Sidik/1502/IX/Res.1.9/2021/Reskrim, tanggal 25 September 2021, terkesan jalan di tempat.
Pasalnya, tersangka JMS belum mengindahkan dua kali pemanggilan pascapenetapan tersangka maupun saat berstatus saksi.
“Kita heran melihat kinerja kepolisian. Apa mungkin seseorang tersangka tidak mengindahkan pemanggilan penyidik? Anehnya menurut informasi tersangka IS justru ditangguhkan dan wajib lapor. Kesannya penyidik bekerja tidak profesional. Ada apa dengan penyidik tidak melakukan pemanggilan paksa?,” ujar Ginting kepada wartawan, Selasa (14/12).
Ginting mengatakan, ia terpaksa menempuh jalur hukum pascapermohonan penerbitan sertifikat hak milik berujung pemblokiran justru melibatkan oknum Lurah, BPN, Notaris dan mafia tanah cukup rapi.
Awalnya, lanjut Ginting, kasus bermula dari pembelian sebidang tanah dari IS seluas 216 M2 terletak di Jalan Jamin Ginting Lingkungan II Kelurahan Beringin Kecamatan Medan Selayang. Namun dalam proses pembuatan sertifikat, Lurah Beringin malah melakukan pemblokiran ke pihak ATR/BPN Medan, berdasarkan permohonan Radius Ginting untuk menerbitkan SK pemberian Hak atas Tanah.
Dengan adanya pemblokiran itu, lanjutnya, permohonan yang sudah berjalan sejak tanggal 19 Februari 2020 lalu, tak kunjung selesai hingga kini. Kerugian pun ditaksir cukup besar.
Kemudian, kata dia, BPN menerbitkan surat pemberitahuan ke Radius Ginting pada tanggal 23 Maret 2021, dimana surat bernomor HP.01.01/1629 12.71.300/III/2021, menjelaskan penolakan dan tidak dapat ditindaklanjuti. “Saya menilai kasus ini sengaja dipersulit. Seharusnya penyidik melakukan penahanan terhadap kedua tersangka karena sejak awal tersangka berupaya menghindar. Kita curiga kedua tersangka melarikan diri, menghilangkan atau merusak barang bukti maupun sebagainya,” pinta Ginting.
Selanjutnya, sambung Ginting, IS tidak pernah mengajukan permohonan SHM kepada BPN Kota Medan. Anehnya, permohonan sertifikat hak milik (SHM) yang diajukan Ginting sebelumnya justru tidak direspon Lurah maupun BPN Kota Medan pada tanggal 23 Maret 2021.
Sementara sisa tanah seluas 215 M2 yang dibangun 2 unit ruko milik IS, kemudian dijual kepada Budianto Sembiring justru diproses permohonan SHM ditandatangani Lurah dan disetujui BPN Kota Medan.
Atas kasus ini, Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Medan, Riachad Sihombing membenarkan telah menerima berkas surat perintah dimulai penyidikan (SPDP), perkara dugaan tindak pidana menempatkan keterangan palsu kedalam suatu akta otentik dan atau penipuan sebagaimana diatur pasal 266 dan atau 378 KUHPidana. “Benar, dalam perkara ini, kita baru menerima berkas SPDP berkas kedua tersangka dari pihak Polrestabes Medan,” tandasnya. (man/azw)