31 C
Medan
Sunday, June 30, 2024

Diduga Langgar Kode Etik, 3 Hakim PHI Dilapor ke MA

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, melaporkan 3 hakim dan satu Panitera Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada Pengadilan Negeri (PN) Medan. Tiga hakim berinisial JS, NM, BD dan Panitera IP dilaporkan karena diduga melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim dalam berperlaku adil.

Laporan tersebut berawal dari LBH Medan menjadi kuasa hukum dari penggugat (klien) Dody Junier, dalam perkara Nomor: 269 Pdt.Sus-PHI/2019/PN. Mdn, yang mana dalam perkara ini menjadi Tergugatnya adalah Firma (Fa) SM. Gugatan tersebut atas dugaan pemberhentian sepihak terhadap penggugat.

“Bahwa karena tidak adanya penyelesain hak-hak klien. Maka, klien mengajukan gugatan PHI di PN Medan yang mana penggugat meminta pemutusan sepihak tersebut sah dan tergugat membayar uang pesangon, penghargaan masa kerja, uang penggantian hak, uang cuti dan upah proses,” ungkap Wakil Direktur LBH Medan, Irvan Syahputra, dalam pesan siaran yang diterima Sumut Pos, Sabtu (13/3).

Wakil Direktur LBH Medan juga menuturkan, bahwa sidang pertama klien dimulai pada tanggal 31 Oktober 2019 yang mana sidang tersebut majelis hakimnya di ketuai oleh JS, SH.,MH dan NM, SH.,MH, BD, SH selaku hakim anggota dan IP, SH.,MH selaku Panitera Pengganti.

“Dari pengajuan gugatan tersebut pihak tergugat menyampaikan jawabannya yang pada intinya, tergugat tidak mungkin memperkerjakan penggugat dengan kondisi yang buruk, selalu datang terlambat, bermalas-malasan dan tidak dapat berkerja sama dengan pekerja lain dimana hal ini akan merugikan tergugat,” katanya.

“Tergugat dalam jawabanya menyatakan sepakat hubungan kerja dengan tergugat diputuskan namun tergugat menolak membayar pesangon. Dalam artian penggugat tidak ingin dipekerjakan kembali dan terguggat juga tidak ingin mempekerjakan penggugat kembali,” sambungnya.

Berlanjut ke agenda sidang pemerikasan bukti-bukti dan saksi, lanjut Irvan, saksi- saksi tergugat merupakan saksi yang tidak pernah melihat langsung apa yang di tuduhkan kepada penggugat dalam hal dan bukti-bukti tergugat banyak yang janggal dan nyeleneh, sebagai contoh saksi mengakui tidak perna melihat, tidak ada tanggal dan tanda tanganya serta tidak pernah diterima penggugat.

Setelah itu, kejanggalan dan tidak masuk akal terlihat nyata ketika sidang agenda putusan ditunda selama dua Minggu, seketika dua minggu kemudian agenda sidang ditunda kembali satu minggu hal ini membuat pengugat semakin yakin adanya keanehan dan kejanggalan dikarenakan sidang ditunda sampai dengan 3 minggu.

“Dengan alasan yang sangat tidak masuk akal yaitu komputer dan printer majelis hakim rusak dan kejanggalan tersebut dijawab nyata oleh majelis hakim dengan memutuskan penggugat untuk bekerja kembali kepada tergugat,” urainya.

Dia menambahkan, bahwa hasil dari keputusan majelis, membuat penggugat tidak mendapatkan keadilan dari putusan hakim tersebut dimana majelis hakim tidak secara adil dan objektif melihat fakta-fakta persidangan dan tidak mempertimbangkan saksi-saksi yang telah dihadirkan oleh para pihak padahal baik penggugat dan tergugat sama-sama tidak menginginkan bekerja kembali dan dipekerjakan kembali.

“Parahnya lagi ketika penguggat mengambil salinan putusan, penggugat melihat isi putasan dalam hal keterangan saksi IHA (saksi Penggugat) tidak sesuai dengan apa yang telah diterangkan saksi saat dipersidangan. Oleh karena itu LBH Medan menduga jika putusan PHI tersebut telah ditukang-tukangi dan sarat akan Ketidak adilan,” terangnya.

Dalam hal ini LBH Medan menilai jika Majelis Hakim dan Panitera Pengganti telah melanggar UUD 1945 Pasal 27 Ayat 1 Pasal 28 D Ayat 1 , UU No. 39 Tahun 1999 Pasal 3 Ayat 2, Pasal17 tentang HAM dan Melanggar hukum acara Perdata Pasal 178 Ayat 3 HIR Jo Pasal 189 Ayat 3 RBg. Serta keputusan bersama Ketua MA RI dan Ketua KY RI No: 047/KMA/SKB/IV/2019/02/SKB/P.KY/IV/2019 tentang kode etik dan pedoman perilaku hakim.

Atas pelanggaran tersebut, ucap Irvan kembali, LBH Medan telah membuat Pengaduan terhadap Majelis Hakim dan Panitera Pengganti ke Mahkama Agung RI, Badan Pengawas MA RI, Komisi Yudisial RI dan Ombudsman RI.

“Dan harapan LBH Medan teradu dapat diberikan tindakan tegas dan kedepannya tidak ada lagi hakim dan Panitera Pengganti yang bermain-main dengan putusanya sehingga menciptakan keadilan dan kepastian hukum bagi seluruh masyarakat pencari keadilan,” pungkasnya. (man/btr)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, melaporkan 3 hakim dan satu Panitera Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada Pengadilan Negeri (PN) Medan. Tiga hakim berinisial JS, NM, BD dan Panitera IP dilaporkan karena diduga melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim dalam berperlaku adil.

Laporan tersebut berawal dari LBH Medan menjadi kuasa hukum dari penggugat (klien) Dody Junier, dalam perkara Nomor: 269 Pdt.Sus-PHI/2019/PN. Mdn, yang mana dalam perkara ini menjadi Tergugatnya adalah Firma (Fa) SM. Gugatan tersebut atas dugaan pemberhentian sepihak terhadap penggugat.

“Bahwa karena tidak adanya penyelesain hak-hak klien. Maka, klien mengajukan gugatan PHI di PN Medan yang mana penggugat meminta pemutusan sepihak tersebut sah dan tergugat membayar uang pesangon, penghargaan masa kerja, uang penggantian hak, uang cuti dan upah proses,” ungkap Wakil Direktur LBH Medan, Irvan Syahputra, dalam pesan siaran yang diterima Sumut Pos, Sabtu (13/3).

Wakil Direktur LBH Medan juga menuturkan, bahwa sidang pertama klien dimulai pada tanggal 31 Oktober 2019 yang mana sidang tersebut majelis hakimnya di ketuai oleh JS, SH.,MH dan NM, SH.,MH, BD, SH selaku hakim anggota dan IP, SH.,MH selaku Panitera Pengganti.

“Dari pengajuan gugatan tersebut pihak tergugat menyampaikan jawabannya yang pada intinya, tergugat tidak mungkin memperkerjakan penggugat dengan kondisi yang buruk, selalu datang terlambat, bermalas-malasan dan tidak dapat berkerja sama dengan pekerja lain dimana hal ini akan merugikan tergugat,” katanya.

“Tergugat dalam jawabanya menyatakan sepakat hubungan kerja dengan tergugat diputuskan namun tergugat menolak membayar pesangon. Dalam artian penggugat tidak ingin dipekerjakan kembali dan terguggat juga tidak ingin mempekerjakan penggugat kembali,” sambungnya.

Berlanjut ke agenda sidang pemerikasan bukti-bukti dan saksi, lanjut Irvan, saksi- saksi tergugat merupakan saksi yang tidak pernah melihat langsung apa yang di tuduhkan kepada penggugat dalam hal dan bukti-bukti tergugat banyak yang janggal dan nyeleneh, sebagai contoh saksi mengakui tidak perna melihat, tidak ada tanggal dan tanda tanganya serta tidak pernah diterima penggugat.

Setelah itu, kejanggalan dan tidak masuk akal terlihat nyata ketika sidang agenda putusan ditunda selama dua Minggu, seketika dua minggu kemudian agenda sidang ditunda kembali satu minggu hal ini membuat pengugat semakin yakin adanya keanehan dan kejanggalan dikarenakan sidang ditunda sampai dengan 3 minggu.

“Dengan alasan yang sangat tidak masuk akal yaitu komputer dan printer majelis hakim rusak dan kejanggalan tersebut dijawab nyata oleh majelis hakim dengan memutuskan penggugat untuk bekerja kembali kepada tergugat,” urainya.

Dia menambahkan, bahwa hasil dari keputusan majelis, membuat penggugat tidak mendapatkan keadilan dari putusan hakim tersebut dimana majelis hakim tidak secara adil dan objektif melihat fakta-fakta persidangan dan tidak mempertimbangkan saksi-saksi yang telah dihadirkan oleh para pihak padahal baik penggugat dan tergugat sama-sama tidak menginginkan bekerja kembali dan dipekerjakan kembali.

“Parahnya lagi ketika penguggat mengambil salinan putusan, penggugat melihat isi putasan dalam hal keterangan saksi IHA (saksi Penggugat) tidak sesuai dengan apa yang telah diterangkan saksi saat dipersidangan. Oleh karena itu LBH Medan menduga jika putusan PHI tersebut telah ditukang-tukangi dan sarat akan Ketidak adilan,” terangnya.

Dalam hal ini LBH Medan menilai jika Majelis Hakim dan Panitera Pengganti telah melanggar UUD 1945 Pasal 27 Ayat 1 Pasal 28 D Ayat 1 , UU No. 39 Tahun 1999 Pasal 3 Ayat 2, Pasal17 tentang HAM dan Melanggar hukum acara Perdata Pasal 178 Ayat 3 HIR Jo Pasal 189 Ayat 3 RBg. Serta keputusan bersama Ketua MA RI dan Ketua KY RI No: 047/KMA/SKB/IV/2019/02/SKB/P.KY/IV/2019 tentang kode etik dan pedoman perilaku hakim.

Atas pelanggaran tersebut, ucap Irvan kembali, LBH Medan telah membuat Pengaduan terhadap Majelis Hakim dan Panitera Pengganti ke Mahkama Agung RI, Badan Pengawas MA RI, Komisi Yudisial RI dan Ombudsman RI.

“Dan harapan LBH Medan teradu dapat diberikan tindakan tegas dan kedepannya tidak ada lagi hakim dan Panitera Pengganti yang bermain-main dengan putusanya sehingga menciptakan keadilan dan kepastian hukum bagi seluruh masyarakat pencari keadilan,” pungkasnya. (man/btr)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/