MEDAN, SUMUTPOS.CO – Penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara kembali menahan dua orang tersangka dalam kasus korupsi pengerjaan Runway, Taxiway dan Apron di Unit Penyelenggara Bandar Udara (UPBU) Lasondre Kecamatan Pulau-Pulau Batu Kabupaten Nias Selatan, Selasa (15/10).
Tersangka pertama, Kasubag Umum dan Kepegawaian pada Kantor Otoritas Bandar Udara Wilayah II Medan Kualanamu berinisial IAF (34).
“Dalam proyek ini, dia selaku Ketua Pokja pada paket pengerjaan peningkatan PCN Runway, Taxiway dan Ap ron di Unit Penyelenggara Bandar Udara (UPBU) Lasondre Kecamatan Pulau-Pulau Batu Kabupaten Nias Selatan,” ungkap Kasi Penkum Kejatisu, Sumanggar Siagian.
Kemudian, IPR (47) merupakan PNS Otoritas Banda Udara Wilayah II. “Dia adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada pengerjaan proyek Runway,” beber Sumanggar.
Sumanggar mengatakan, dalam kasus dugan korupsi ini, kedua tersangka diduga menerima fee dari rekanan yang menangani proyek bernilai Rp27 miliar yang bersumber dari APBN Kemenhub RI itu.
“Mereka menerima fee, dan itu diakui keduanya. Berapa yang diterima nanti akan dibuktikan di persidangan,” sebut Sumanggar.
Kedua tersangka digiring ke mobil tahanan Kejatisu usai menjalani pemeriksaan. Keduanya langsung dititipkan ke Rutan Tanjunggusta Medan untuk 20 hari ke depan.
“Kita akan segera lakukan pemberkasan agar kasus ini secepatnya dlimpahkan ke PN Tipikor Medan,” tukasnya.
Sebelumnya, dalam kasus yang ditaksir merugikan negara sebesar Rp14,8 miliar ini, Kejatisu sudah menahan dua orang rekanan proyek. Keduanya yakni, AH dan DCN.
Dugaan korupsi ini terjadi pada tahun 2016. Saat itu, UPBU Lasondre Kecamatan Pulau-Pulau Batu Kabupaten Nias Selatan, mengadakan kegiatan pekerjaan peningkatan PCN (Pavement Classification Number) Runway, Taxiway, Apron dengan AC-Hotmix termasuk marking volume 45.608 Meter persegi. Pagu anggarannya sebesar Rp27 M bersumber dari APBN Kemenhub RI.
Setelah melalui tahapan proses pelelangan, Pokja ULP menetapkan pemenang lelang yaitu PT Mitra Agung Indonesia dengan AH selaku Direktur II.
Penandatanganan kontrak dilaksanakan 9 Februari 2016 oleh PPK dengan nilai kontrak Rp26.900.900.000. Untuk pengawasan pekerjaan dilakukan oleh PT Harawana Consultant dengan direktur DCN.
Pembayaran telah dilakukan hingga termyn IV mencapai 80 persen senilai Rp19.847.973.127,27. Namun, kelengkapan dokumen setiap termyn tidak dilengkapi pada waktu pengajuan pencairan dana termyn I sampai termyn IV. Sementara, kemajuan hasil pekerjaan hanya mencapai 43,80 persen.
Setelah dilakukan pemeriksaan oleh tim ahli Teknik Sipil dari Fakultas Teknik Universitas Bengkulu ditemukan bahwa volume pekerjaan yang terpasang hanya 20 persen dan tidak sesuai dengan yang dilaporkan PT Harawana Consultant.
Selanjutnya, dari hasil pemeriksaan fisik tersebut dilakukan perhitungan kerugian keuangan negara oleh Kantor Akuntan Publik Pupung Heru. Hasilnya, ditemukan kerugian negara sebesar Rp14.7 miliar. Para tersangka melanggar pasal 2 ayat 1 Juncto pasal 3 Juncto pasal 18 UU 31/1999, tentang pemberantasan tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31.(man/ala)