26 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Barang Bukti Lahan di Desa Helvetia Disita Negara, Hukuman Tamin Sukardi Jadi 8 Tahun

agusman/SUMUT POSSIDANG:
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi saat menjatuhkan vonis terhadap Tamin Sukardi, Kamis (15/11).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Medan menjatuhkan vonis 8 tahun penjara kepada Tamin Sukardi dalam sidang putusan perkara banding di Ruang Utama Pengadilan Tinggi Medan, Kamis (15/11). Putusan ini lebih tinggi 2 tahun dibanding putusan Pengadilan Negeri (PN) Medan.

Majelis hakim yang dipimpin Dasniel bersama dua hakim anggota masing-masing Albertina HO dan Mangasa Manurung dalam amarnya mengubah putusan Pengadilan Negeri Medan pada 27 Agustus 2018 lalu. Majelis menegaskan, tetap mempertimbangkan dakwaan primer Jaksa Penuntut Umum.

“Mengadili terdakwa Tamin Sukardi dengan pidana penjara selama 8 tahun, denda Rp500 juta, apabila denda tidak dibayar diganti dengan masa kurungan selama 6 bulan,” ujar Dasniel pada sidang yang berlangsung tanpa dihadiri Jaksa Penuntut Umum maupun Penasihat hukum terdakwa.

“Menghukum terdakwa dengan membayar pengganti kerugian negara sebesar Rp132,4 miliar dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Dan apabila uang pengganti kerugian negara tidak bisa dibayarkan maka harta bendanya akan dirampas dengan ketentuan apabila tidak cukup diganti hukuman selama 2 tahun penjara,” urai Dasniel.

Selain pidana penjara yang diubah oleh majelis hakim Pengadilan Tinggi, barang bukti berupa sejumlah tanah yang sebelumnya diserahkan kepada PT Erni Putra Terari sesuai keputusan Pengadilan Negeri Medan juga turut diubah oleh majelis hakim Pengadilan Tinggi Medan.

“Barang bukti Nomor 167 Tanah seluas 20 Ha yang merupakan bagian dari tanah yang awalnya dikuasai oleh PT Erni Putra Terari dari tanah seluas ±126 Ha yang terletak di Pasar IV, Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deliserdang,” sebut Dasniel.

Kemudian Barang bukti 168, yakni Tanah seluas 32 Ha yang merupakan bagian dari tanah seluas ± 126 Ha yang terletak di Pasar IV, Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deliserdang. “Barang bukti Nomor 169. Tanah seluas 74 Ha yang merupakan bagian dari tanah yang awalnya dikuasai PT ERNI PUTERA TERARI seluas ± 126 Ha yang terletak di Pasar IV, Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deliserdang dirampas untuk negara,” pungkas Dasniel.

Terpisah, putusan majelis hakim Pengadilan Tinggi Medan yang menjatuhkan vonis 8 tahun penjara kepada Tamin Sukardi dan membayar kerugian Rp132,4 miliar serta seluruh aset tanah yang diperkarakan dirampas untuk negara dinilai tidak adil.

Keluarga menilai, putusan tersebut sarat dengan tekanan tanpa mempertimbangkan fakta yang bertujuan untuk menghabisi Tamin, bukan memberi keadilan. Iwan Samosir, adik dari istri Tamin Sukardi menyatakan putusan Pengadilan Tinggi sangat tidak adil. Iwan menyebut banyak fakta yang dikesampingkan oleh majelis Pengadilan Tinggi. Iwan menambahkan anehnya putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap mengenai tanah yang sudah dieksekusi dikesampingkan oleh majelis Pengadilan Tinggi Medan.

“Ini tidak adil dan tidak masuk akal sama sekali, bagaimana mungkin ada putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap di Mahkamah Agung diabaikan dalam pengambilan putusan banding di tingkat Pengadilan Tinggi. Dengan keputusan seperti ini, bagaimana rakyat bisa tetap percaya dengan adanya penegakan hukum yang adil di negara kita ini,” kata Iwan.

Iwan juga menyoal kembali legal opini Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, terhadap tanah yang diperkarakan sudah dinyatakan tidak ada ganti rugi. Namun Kejaksaan Agung justru menetapkan Tamin Sukardi sebagai tersangka. Iwan mempertanyakan apakah hal ini tidak jadi dasar pertimbangan bagi majelis Pengadilan Tinggi untuk mengambil keputusan.

Kemudian, sebut Iwan, tidak ada satupun saksi atau alat bukti selama berlangsung persidangan di Pengadilan Negeri yang menunjukkan niat jahat Tamin. Justru sebaliknya, fakta menunjukkan bahwa ahli waris pemegang alas hak tanah Helvetia yang melakukan gugatan terhadap PTPN-II.

Iwan menambahkan gugatan itu bukan karena disuruh Tamin Sukardi tapi karena marah setelah mengetahui PTPN-II menjual tanah eks HGU tersebut, kepada pihak ketiga yaitu pengusaha properti di Medan dengan berlindung di balik organisasi kemasyarakatan.

“Ini semua fakta, tapi kenapa diabaikan. Lantas, atas dasar apa putusan ini diambil. Tidak ada penjelasan kenapa semua poin pembelaan yang diajukan diabaikan oleh pihak majelis,” tandas Iwan. (man)

agusman/SUMUT POSSIDANG:
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi saat menjatuhkan vonis terhadap Tamin Sukardi, Kamis (15/11).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Medan menjatuhkan vonis 8 tahun penjara kepada Tamin Sukardi dalam sidang putusan perkara banding di Ruang Utama Pengadilan Tinggi Medan, Kamis (15/11). Putusan ini lebih tinggi 2 tahun dibanding putusan Pengadilan Negeri (PN) Medan.

Majelis hakim yang dipimpin Dasniel bersama dua hakim anggota masing-masing Albertina HO dan Mangasa Manurung dalam amarnya mengubah putusan Pengadilan Negeri Medan pada 27 Agustus 2018 lalu. Majelis menegaskan, tetap mempertimbangkan dakwaan primer Jaksa Penuntut Umum.

“Mengadili terdakwa Tamin Sukardi dengan pidana penjara selama 8 tahun, denda Rp500 juta, apabila denda tidak dibayar diganti dengan masa kurungan selama 6 bulan,” ujar Dasniel pada sidang yang berlangsung tanpa dihadiri Jaksa Penuntut Umum maupun Penasihat hukum terdakwa.

“Menghukum terdakwa dengan membayar pengganti kerugian negara sebesar Rp132,4 miliar dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Dan apabila uang pengganti kerugian negara tidak bisa dibayarkan maka harta bendanya akan dirampas dengan ketentuan apabila tidak cukup diganti hukuman selama 2 tahun penjara,” urai Dasniel.

Selain pidana penjara yang diubah oleh majelis hakim Pengadilan Tinggi, barang bukti berupa sejumlah tanah yang sebelumnya diserahkan kepada PT Erni Putra Terari sesuai keputusan Pengadilan Negeri Medan juga turut diubah oleh majelis hakim Pengadilan Tinggi Medan.

“Barang bukti Nomor 167 Tanah seluas 20 Ha yang merupakan bagian dari tanah yang awalnya dikuasai oleh PT Erni Putra Terari dari tanah seluas ±126 Ha yang terletak di Pasar IV, Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deliserdang,” sebut Dasniel.

Kemudian Barang bukti 168, yakni Tanah seluas 32 Ha yang merupakan bagian dari tanah seluas ± 126 Ha yang terletak di Pasar IV, Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deliserdang. “Barang bukti Nomor 169. Tanah seluas 74 Ha yang merupakan bagian dari tanah yang awalnya dikuasai PT ERNI PUTERA TERARI seluas ± 126 Ha yang terletak di Pasar IV, Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deliserdang dirampas untuk negara,” pungkas Dasniel.

Terpisah, putusan majelis hakim Pengadilan Tinggi Medan yang menjatuhkan vonis 8 tahun penjara kepada Tamin Sukardi dan membayar kerugian Rp132,4 miliar serta seluruh aset tanah yang diperkarakan dirampas untuk negara dinilai tidak adil.

Keluarga menilai, putusan tersebut sarat dengan tekanan tanpa mempertimbangkan fakta yang bertujuan untuk menghabisi Tamin, bukan memberi keadilan. Iwan Samosir, adik dari istri Tamin Sukardi menyatakan putusan Pengadilan Tinggi sangat tidak adil. Iwan menyebut banyak fakta yang dikesampingkan oleh majelis Pengadilan Tinggi. Iwan menambahkan anehnya putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap mengenai tanah yang sudah dieksekusi dikesampingkan oleh majelis Pengadilan Tinggi Medan.

“Ini tidak adil dan tidak masuk akal sama sekali, bagaimana mungkin ada putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap di Mahkamah Agung diabaikan dalam pengambilan putusan banding di tingkat Pengadilan Tinggi. Dengan keputusan seperti ini, bagaimana rakyat bisa tetap percaya dengan adanya penegakan hukum yang adil di negara kita ini,” kata Iwan.

Iwan juga menyoal kembali legal opini Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, terhadap tanah yang diperkarakan sudah dinyatakan tidak ada ganti rugi. Namun Kejaksaan Agung justru menetapkan Tamin Sukardi sebagai tersangka. Iwan mempertanyakan apakah hal ini tidak jadi dasar pertimbangan bagi majelis Pengadilan Tinggi untuk mengambil keputusan.

Kemudian, sebut Iwan, tidak ada satupun saksi atau alat bukti selama berlangsung persidangan di Pengadilan Negeri yang menunjukkan niat jahat Tamin. Justru sebaliknya, fakta menunjukkan bahwa ahli waris pemegang alas hak tanah Helvetia yang melakukan gugatan terhadap PTPN-II.

Iwan menambahkan gugatan itu bukan karena disuruh Tamin Sukardi tapi karena marah setelah mengetahui PTPN-II menjual tanah eks HGU tersebut, kepada pihak ketiga yaitu pengusaha properti di Medan dengan berlindung di balik organisasi kemasyarakatan.

“Ini semua fakta, tapi kenapa diabaikan. Lantas, atas dasar apa putusan ini diambil. Tidak ada penjelasan kenapa semua poin pembelaan yang diajukan diabaikan oleh pihak majelis,” tandas Iwan. (man)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/