MEDAN, SUMUTPOS.CO– Pihak Polresta Medan mengamankan Rosmida Nasution (48) karena menipu korbannya dengan modus bisa memasukkan menjadi Taruna Akademi Kepolisian (Akpol), Kamis(17/4).
Informasi yang diperoleh, tersangka Rosmida Nasution merayu korbannya dengan mengaku bisa meluluskan seseorang masuk Taruna Akpol. Kemudian tersangka meminta uang sebesar Rp500 juta.
Percaya dengan rayuan tersangka, korban Said Ali Harahap kemudian memberikan uang secara bertahap kepadanya. Pertama, korban memberikan Rp100 juta melalui rekening Bank Sumut milik tersangka pada 23 April 2013 dan selanjutnya pada Mei 2013 mentransfer lagi Rp400 juta.
Setelah melengkapi permintaan uang sebesar Rp500 juta, anak korban mengikuti ujian Akpol. Namun, setelah ujian, anak korban tidak lulus. Merasa kesal, korban meminta uangnya dikembalikan.
Tapi tersangka yang merupakan warga Jalan Cempaka, Perumnas Helvetia, Medan, menolak dan meminta waktu pembayaran. Hingga 11 Desember, tersangka tidak juga membayar dan meminta tenggang waktu hingga 16 Desember. Namun, pada tanggal itu, janji tidak juga ditepati.
Akhirnya korban membuat laporan ke Polresta pada Selasa (15/4) dengan bukti LP/126/I/2014/SPKT Resta Medan. Setelah mendapat laporan, petugas pun menangkap tersangka di kediamannya.
Setelah diperiksa, ternyata, tersangka tidak bekerja sendirian. Dia dibantu seorang yang mengaku oknum polisi bernama Brigjen R Ibnu Joko Prianto dengan jabatan sebagai Staff Ahli Kapolri/Waka Binkum Polri.
Petugas pun melakukan penyelidikan dan ternyata rekan tersangka yang mengaku brigjen itu adalah palsu. Selanjutnya, petugas Polresta Medan bekerja sama dengan intelijen Investigasi Mabes Polri berhasil menangkap Drs R Ibnu Joko Prianto dan ditahan di LP Demak.
Sementara, tersangka Rosmida Nasution mengatakan bahwa dia juga menjadi korban oleh Drs R Ibnu Joko Prianto karena dia juga gagal memasukkan anaknya menjadi Akpol.
“Sebenarnya akupun korban karena uangku sempat kutransfer kepadanya. Jadi, Ibnu bilang kepadaku kalau anakku mau dapat diskon, dia harus mencari tiga lagi calon Akpol sehingga uang yang akan disetor kepada Ibnu Rp1,8 miliar. Aku mendapat diskon Rp200 juta,” bebernya di ruang Sat Reskrim.
Masih kata Rosmida, perkenalannya dengan Ibnu ketika bertemu dengan Ayong (DPO) di suatu hotel di Jakarta. Ketika itu mereka berjumpa tidak sengaja dan Rosmida mengatakan bahwa dia mau memasukkan anaknya menjadi Akpol. Mendengar itu, Ayong mengatakan bahwa dia mempunyai kenalan seorang Jenderal di Mabes Polri dan pasti lulus.
“Aku pun mau dan ingin dipertemukan dengannya. Selanjutnya, Ayong memberikan nomor teleponnya dan kuhubungi. Aku dan Ibnu bertemu di Hotel Menteng, Jakarta. Di situlah dia menyatakan bahwa aku harus mencari tiga calon lagi agar anakku dapat diskon.
Aku pun mau dan memberikan uang Rp300 juta kepadanya. Selanjutnya aku mengatakan kepada Said Ali Harahap, dr Fatimah Siregar dan Agung Muda Harahap untuk memasukkan anakknya ke Akpol.
Dan, mereka mau. Itula ceritanya. Sampai sekarang aku tidak pernah lagi jumpa si Ibnu dan uangnya tidak pernah kembali. Karena aku yang mengajak ketiga korban, makanya aku yang dilaporkan ke polisi,” tandas wanita yang mengaku ditinggal pergi suaminya itu.
Terpisah, Kasat Reskrim Polresta Kompol Jean Calvijn Simanjuntak didampingi Kanit Tipiter AKP Azharuddin menjelaskan bahwa tersangka adalah sindikat calo bila ada penerimaan Bintara dan Akpol. Kasus ini terungkap ketika penerimaan Akpol tahum 2013 lalu. Momen itu dimanfaatkan tersangka dan rekan-rekannya untuk menipu orangtua yang ingin anakknya masuk Akpol.
Karena tidak lulus, korban melaporkannya ke polisi. Untuk menyelidikinya, tim pergi ke Jakarta untuk pengumpulan bahan dan keterangan, karena menurut tersangka, rekannya berada di Jakarta. Setelah itu, tim kembali ke Medan dan melakukan pengembangan. Ternyata, tersangka sudah ahli dalam bidangnya.
“Kita juga tidak tahu sudah berapa orang yang ditipu tersangka, karena LP nya masih satu. Kita sudah mendapatkan slip pengiriman uang dari Bank Sumut dan Bank Mandiri ke Rekening atas nama Rosmida Nasution. Selanjutnya, tersangka kita tahan sesuao surat perintah penahanan nomor SP.Han/250/III/Reskrim. Kami masih melakukan pengembangan untuk mencari tersangka lainnya,” terang Kasat.
Masih kata Kasat, dalam menjalankan aksinya, tersangka berpindah-pindah tempat, kadang di Medan dan Jakarta, sehingga penyelidikan sedikit lama.
“Setelah berhasil menangkap rekannya di Jakarta, kita juga akan mengungkap siapa di belakangnya, manatau ada pejabat yang terlibat. Karena tersangka tidak mengatakan kemana uang itu setelah ditransfer oleh para korban. Kami juga mengimbau kepada masyarakat agar tidak percaya dengan siapa pun yang mengaku dapat meluluskan Bintara atau Akpol,” pungkasnya. (Gib)