MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) kembali memeriksa saksi-saksi untuk kasus dugaan korupsi pemberiaan kredit fiktif karyawan PT Pertamina Medan melalui Bank Rakyat Indonesia (BRI) Agro Jl. S Parman. Pekan ini, sebanyak 8 pejabat Bank BRI Agroniaga Tbk, akan dimintai keterangan.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejatisu, Chandra Purnama yang dihubungi, Minggu (17/8) mengatakan pemeriksaan itu dibagi dua. Dimana pada hari Selasa (19/8) yang akan diperiksa yakni Vivery Ujiastuti selaku Pj Kadiv Bisnis Ritel dan Kemitraan BRI Agroniaga Tbk, Zuhri Anwar selaku Direktur PT Bank Agroniaga, Alek Ishak selaku ADK PT Bank BRI Agroniagara, H Haryanto selaku Manager Operasional dan layanan PT Bank BRI Agroniaga.
“Jadi hari Selasa (besok) ini 4 orang itu dulu yang bakal kita periksa ini,”kata Chandra. Kemudian, lanjut Chandra besok harinya Rabu (20/8) ada 4 pejabat Bank BRI Agroniaga yang bakal kembali diperiksa.
Mereka adalah Islah selaku Manager Pemasaran PT Bank BRI Agroniaga, Erwin Irnanda selaku kepala cabang PT Bank BRI Agroniaga, Heru Sukanto Direktur Utama PT Bank BRI, Mustari Damopoli, Direktur Kepatutan Bank BRI Agroniaga. Sementara saat disinggung, soal dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang disangkakan ke Ketua Koperasi Karyawan (Kopkar) Pertamina UPMS-1 Medan, Khaidar Aswan. Chandra menerangkan pihaknya masih belum melakukan pengusutan terhadap aset-aset yang dimilikinya.”Masih belum, sambil berjalan nanti itu,”tandasnya.
Sebagaimana diketahui, dalam perkara ini, Kejatisu menetapkan tiga orang tersangka yakni Ketua Koperasi Karyawan Pertamina UPMS-1 Medan, KA (51), Kepala Cabang Pembantu (KCP) BRI Agro S Parman, Sri Muliani(49) dan Account Officer (AO) BRI agro S Parman Bambang Wirawan (43).
Disebutkan, Mantan Kasi Uheksi Kejatisu itu, para tersangka diduga melakukan dengan cara pemberian kredit karyawan kepada karyawan PT Pertamina Medan melalui koperasi karyawan Pertamina UPMS-1 Medan dengan mengajukan fasilitas kredit kepada Bank BRI Agro. “Banyak ditemukan keganjilan oleh tim penyidik, diantaranya pemalsuan dokumen legalitas, tanda tangan hingga slip gaji,” ungkapnya.
Para tersangka diduga melakukan kredit fiktif dengan memalsukan dokumen, legalitas, individu atas beberapa debitur berupa KTP. Dari sesuai pemeriksaan Kepala cabang pembantu (KCP) dan pengakuan AO KCP, pihak Bank tidak melakukan verifikasi dokumen kredit.
“Slip gaji juga tidak disahkan oleh pejabat yang berwenang di Pertamina dan hanya dibubukan stempel koperasi karyawan, kemudian form pembukaan tabungan tidak diisi dengan lengkap dan tidak ditandatangani oleh debitur. Serta verifikasi dokumen kredit juga tidak dilakukan dengan PKL,” tukas Chandra.
Dalam kasus ini, dijelaskan Chandra, tahap pelaksanaan atau penyaluran kredit juga sudah tidak sesuai aturan. Dimana tahap 1, terdapat pencairan untuk pelunasan fasilitas executing di bank ICB Bumi Putera, dan tidak disetorkan ke rekening debitur. Out standing yang dicairkan tahap 1 juga tidak sama dengan sisa utang di Bank ICB Bumi Putera. Pencairan kredit, tahap II, III dan IV senilai Rp14.523.000.000 dilakukan secara tunai oleh AO KCP, inisial BW setelah sebelumnya kredit tersebut ditransfer ke rekening debitur kemudian dicairkan kembali berdasarkan slip tabungan untuk selanjutnya diserahkan oleh yang bersangkutan kepada ketua koperasi.
“Pihak Bank BRI Agro, diduga juga melakukan manipulasi dalam proses pembukaan tabungan, pembuatan slip penarikan dan tidak melakukan verifikasi terhadap keabsahan data-data nasabah dan menyetujui pengambilan dana secara tunai oleh AO KCP ICB Bumi Putera, BW terkait dengan pencairan kredit dimaksud,” terang Chandra.
Lalu, pihak bank tidak melakukan review terhadap fasilitas kredit, pada saat tunggakan pembayaran dan setiap pencairan tidak diikuti klarifikasi penggunaan kredit dan dokumen yang ditangguhkan penyerahannya selama satu bulan tidak dimonitor sepenuhnya. “Setelah itu, hingga saat pemutusan kontrak pada bulan September 2013 sisa pinjaman yang tak dapat dilunasi oleh koperasi karyawan Pertamina sebesar Rp 19.302.060.276,” katanya.
Barulah setelah kredit karyawan sebesar Rp 25.150.529.433,38 diterima kepala koperasi, selanjutnya dengan tanpa hak ketua koperasi karyawan pertamina KA, menyalahgunakan uang tersebut dan peruntukan kepentingan pribadi. Sehingga tidak dapat mempertanggungjawabkan dan merugikan negara sebesar Rp19.302.060.276 atau setidak-tidaknya sebesar Rp 8.674.530.842,96. Dengan rincian, kredit yang diterima itu ada Rp 25,1 Miliar.
Kemudian pinjaman dari bank Agro yang di take over ada Rp10,6 Miliar. Total yang sudah dibayar sejak Agustus 2012 s/d Desember 2013 sebesar Rp5,8 miliar lebih tanpa didukung adanya data otentik. “Sehingga uang yang tidak bisa dipertanggungjawabkan sebesar Rp 8.6 Miliar,” katanya. (smg/deo)