25 C
Medan
Saturday, September 28, 2024

Rp1,3 Miliar Ditransfer ke Rekening yang Sudah Mati

Foto: Bayu/PM Dua mantan karyawan Bank Syariah Bukopin Cabang Medan, Maradona Hutasoit, dan Fahri disidang di PN Medan, Rabu (17/12/2014). Keduanya mengirimkan sejumlah uang ke rekening atas nama Adam Kim, nama user (pengguna) yang sebenarnya sudah mati.
Foto: Bayu/PM
Dua mantan karyawan Bank Syariah Bukopin Cabang Medan, Maradona Hutasoit, dan Fahri disidang di PN Medan, Rabu (17/12/2014). Keduanya mengirimkan sejumlah uang ke rekening atas nama Adam Kim, nama user (pengguna) yang sebenarnya sudah mati.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dua mantan karyawan Bank Syariah Bukopin Cabang Medan, Maradona Hutasoit, selaku staf yang menangani pendebetan dan Fahri selaku Staf Information and Technology (IT), didudukkan di kursi pesakitan Pengadilan Negeri Medan, Rabu (17/12).

Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Fatah di hadapan majelis hakim diketuai Waspin Simbolon SH, dalam melakukan aksinya, Maradona mengirimkan sejumlah uang ke rekening atas nama Adam Kim, nama user (pengguna) yang sebenarnya sudah mati karena berpindah.

Dia bekerjasama dengan Fahri yang menangani IT, yakni dengan sengaja terus mengaktifkan user atas nama Adam Kim tersebut. Maradona mendebetkan sejumlah uang ke Adam Kim sejak November 2012 hingga April 2014 sehingga merugikan bank sampai Rp 1,3 miliar.

Terungkapnya penggelapan uang tersebut ketika tim audit dari pusat melakukan pemeriksaan tahunan dan menemukan adanya transaksi mencurigakan pada user atas nama Adam Kim. Ketika akan dilakukan pemblokiran pada user Adam Kim yang saat itu kosong, tiba-tiba keesokan harinya berisi uang untuk menunjukkan seolah-olah user tersebut masih aktif.

Dari situ kemudian dilakukan audit internal yang mana kemudian ketahuan adanya permainan dari orang dalam, yang mana kemudian Maradona dan Fahri mengaku bertanggung jawab atas kesalahan tersebut.

Keduanya dijerat dengan pasal 81 Undang-undang RI No 3 tahun 2011 tentang transfer dana jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 KUHP dengan ancaman penjara 5 tahun.

Usai pembacaan dakwaan, jaksa menghadirkan 2 saksi yakni Joko selaku manajer operasional dan Tantri selaku staf admin pembiayaan. Dalam kesaksiannya, Joko menyatakan, pada awalnya, pihaknya tidak mengetahui adanya transaksi yang mencurigakan tersebut dan baru diketahui setelah ada audit dari pusat, pada April 2014 yang mana sudah terjadi sejak November 2012.

Mendengar hal tersebut, hakim kemudian mempertanyakan sistem keamanan di bank karena ternyata uang nasabah bisa dipindahkan ke rekening orang lain tanpa diketahui pemiliknya.

“Kalau begitu sistem keamanan kalian lemah, ini yang bahaya, ternyata menyimpan uang di bank tidaklah aman. Kalian tau uang siapa aja yang dikirimkan ke Adam Kim, ini kan pasti pekerjaan orang dalam, karena orang awam pasti tidak tau yang begini-ini,” tanya hakim.

“Tidak tau pak hakim, itu tak terdeteksi,” kata Joko.

Joko mengatakan, pada saat itu, dia meminta Maradona dan Fahri untuk mengembalikan uang tersebut yang mana kemudian Maradona menyerahkan uang sebesar Rp 130 juta dan Fahri sebesar Rp 110 juta. Uang tersebut diserahkan dalam bentuk tunai.

Saksi Tantri menjelaskan, dalam kasus ini telah terjadi fraud atau penggelapan dana sebesar Rp 1,3 miliar yang dilakukan Maradona dan Fahri. Dikatakannya, keduanya mendebet pendapatan ke Adam Kim seolah Adam Kim memiliki deposito. Dia menambahkan, dari kejadian ini, lanjut dia, dilakukan perbaikan sistem keamaanan.

Seusai mendengarkan keterangan saksi, majelis hakim kemudian menunda persidangan hingga Rabu (24/12) pekan depan.

Usai persidangan, Fatah mengatakaan, praktik keduanya tidak terdeteksi karena fungsi kontrol berada di terdakwa Maradona, yang juga bertugas dalam Internal kontrol. (bay/bd)

Foto: Bayu/PM Dua mantan karyawan Bank Syariah Bukopin Cabang Medan, Maradona Hutasoit, dan Fahri disidang di PN Medan, Rabu (17/12/2014). Keduanya mengirimkan sejumlah uang ke rekening atas nama Adam Kim, nama user (pengguna) yang sebenarnya sudah mati.
Foto: Bayu/PM
Dua mantan karyawan Bank Syariah Bukopin Cabang Medan, Maradona Hutasoit, dan Fahri disidang di PN Medan, Rabu (17/12/2014). Keduanya mengirimkan sejumlah uang ke rekening atas nama Adam Kim, nama user (pengguna) yang sebenarnya sudah mati.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dua mantan karyawan Bank Syariah Bukopin Cabang Medan, Maradona Hutasoit, selaku staf yang menangani pendebetan dan Fahri selaku Staf Information and Technology (IT), didudukkan di kursi pesakitan Pengadilan Negeri Medan, Rabu (17/12).

Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Fatah di hadapan majelis hakim diketuai Waspin Simbolon SH, dalam melakukan aksinya, Maradona mengirimkan sejumlah uang ke rekening atas nama Adam Kim, nama user (pengguna) yang sebenarnya sudah mati karena berpindah.

Dia bekerjasama dengan Fahri yang menangani IT, yakni dengan sengaja terus mengaktifkan user atas nama Adam Kim tersebut. Maradona mendebetkan sejumlah uang ke Adam Kim sejak November 2012 hingga April 2014 sehingga merugikan bank sampai Rp 1,3 miliar.

Terungkapnya penggelapan uang tersebut ketika tim audit dari pusat melakukan pemeriksaan tahunan dan menemukan adanya transaksi mencurigakan pada user atas nama Adam Kim. Ketika akan dilakukan pemblokiran pada user Adam Kim yang saat itu kosong, tiba-tiba keesokan harinya berisi uang untuk menunjukkan seolah-olah user tersebut masih aktif.

Dari situ kemudian dilakukan audit internal yang mana kemudian ketahuan adanya permainan dari orang dalam, yang mana kemudian Maradona dan Fahri mengaku bertanggung jawab atas kesalahan tersebut.

Keduanya dijerat dengan pasal 81 Undang-undang RI No 3 tahun 2011 tentang transfer dana jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 KUHP dengan ancaman penjara 5 tahun.

Usai pembacaan dakwaan, jaksa menghadirkan 2 saksi yakni Joko selaku manajer operasional dan Tantri selaku staf admin pembiayaan. Dalam kesaksiannya, Joko menyatakan, pada awalnya, pihaknya tidak mengetahui adanya transaksi yang mencurigakan tersebut dan baru diketahui setelah ada audit dari pusat, pada April 2014 yang mana sudah terjadi sejak November 2012.

Mendengar hal tersebut, hakim kemudian mempertanyakan sistem keamanan di bank karena ternyata uang nasabah bisa dipindahkan ke rekening orang lain tanpa diketahui pemiliknya.

“Kalau begitu sistem keamanan kalian lemah, ini yang bahaya, ternyata menyimpan uang di bank tidaklah aman. Kalian tau uang siapa aja yang dikirimkan ke Adam Kim, ini kan pasti pekerjaan orang dalam, karena orang awam pasti tidak tau yang begini-ini,” tanya hakim.

“Tidak tau pak hakim, itu tak terdeteksi,” kata Joko.

Joko mengatakan, pada saat itu, dia meminta Maradona dan Fahri untuk mengembalikan uang tersebut yang mana kemudian Maradona menyerahkan uang sebesar Rp 130 juta dan Fahri sebesar Rp 110 juta. Uang tersebut diserahkan dalam bentuk tunai.

Saksi Tantri menjelaskan, dalam kasus ini telah terjadi fraud atau penggelapan dana sebesar Rp 1,3 miliar yang dilakukan Maradona dan Fahri. Dikatakannya, keduanya mendebet pendapatan ke Adam Kim seolah Adam Kim memiliki deposito. Dia menambahkan, dari kejadian ini, lanjut dia, dilakukan perbaikan sistem keamaanan.

Seusai mendengarkan keterangan saksi, majelis hakim kemudian menunda persidangan hingga Rabu (24/12) pekan depan.

Usai persidangan, Fatah mengatakaan, praktik keduanya tidak terdeteksi karena fungsi kontrol berada di terdakwa Maradona, yang juga bertugas dalam Internal kontrol. (bay/bd)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/