JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Mabes Polri melansir setidaknya ada tiga kelompok besar teroris yang saat ini beroperasi di Indonesia. Dua di antaranya saling berafiliasi dengan sasaran di level lokal. Sedangkan, satu kelompok lagi merupakan jaringan lawas yang berafiliasi dengan jaringan internasional.
Dua kelompok pertama adalah jaringan Abu Roban dan Santoso. Pihak Mabes Polri menyebut kedua kelompok itu sebagai kelompok teroris Indonesia Barat dan Indonesia Timur. Sedangkan, kelompok terakhir adalah jaringan yang dipimpin oleh Fadli Sadama, terpidana kasus terorisme di Medan.
Pemisahan kelompok itu dilakukan setelah penangkapan sejumlah terduga teroris beberapa waktu belakangan. Terakhir, Senin (16/12) lalu Densus 88 menangkap empat orang di dua kota berbeda, yakni Medan, Sumut, dan Bima, NTB. Antara terduga teroris di Medan dan Bima diketahui tidak memiliki afiliasi.
Densus 88 dan Polda Sumut meringkus tiga terduga teroris di lokasi berbeda di Kota Medan. Mereka adalah Hayatullah Mushab Hasibuan (27) Thomas Muslim Hasibuan (33) dan Fahrulrozi Lubis (32). Ketiganya ditangkap berdasarkan nyanyian Fadli Sadama, Terpidana Teroris yang kabur dari Lapas Tanjung Gusta, Medan dan baru-baru ini tertangkap di Malaysia.
Hayat maupun Thomas ikut membantu pelarian para narapidana saat terjadi kerusuhan di Lapas Tanjung Gusta pada 11 Juli lalu, termasuk juga Fadli. Namun, secara umum, mereka adalah anak buah Fadli yang ikut merampok sejumlah bank di Medan dan sekitarnya pada medio 2008 sampai 2010.
Sedangkan, terduga teroris yang ditangkap di Bima, NTB, bernama Ruri Alexander Rumatarai alias Iskandar, 32. Dia ditangkap dengan sangkaan menerima dana fai” dari Abu Roban senilai Rp 47 juta. Boy menututkan, Ruri merupakan agen yang ditugasi untuk merekrut para calon peserta pelatihan militer. perekrutan dilakukan di Sulsel dan NTB.
“Kami belum menemukan kaitan antara kedua kelompok ini, Abu Roban maupun Fadli,” terang Karopenmas Divhumas Mabes Polri Brigjen Boy Rafli Amar kemarin. kesamaan yang ada pada kedua kelompok tersebut hanyalah metode pendanaan teror. Selebihnya, mereka diketahui memiliki visi yang berbeda.
Abu Roban yang ditembak mati dalam sebuah operasi di Batang, Jateng, pada 8 Mei lalu merupakan pimpinan kelompok Mujahidin Indonesia Barat. Kelompok tersebut meneror warga dengan cara merampok sejumlah bank maupun toko emas di pulau Jawa dan provinsi Lampung dengan dalih mengumpulkan fai” atau harta rampasan perang.
Sedangkan, kelompok Indonesia Timur yang dipimpin Santoso merupakan kumpulan orang yang menginginkan perang. Santoso membuka semacam pusdiklat bagi calon-calon mujahid yang berpusat di Gunung Biru, Tamanjeka, Poso, Sulteng.
“Kelompok Abu Roban ini menyuplai dana hasil fai” kepada kelompok Santoso,” lanjut Boy. Jika disederhanakan, kelompok Abu Roban mengurusi keuangan, sedangkan Santoso menyiapkan SDM.
Hasil analisis penyidik, sasaran kelompok Santoso dan Abu Roban secara umum adalah kantor-kantor instansi pemerintah yang mereka sebut sebagai Thaghut. Kasus penembakan terhadap sejumlah polisi beberapa bulan lalu diyakini dilakukan oleh anak buah Abu Roban yang dilatih oleh Santoso.
Kelompok Fadli Sadama hadir lebih dahulu dibandingkan kedua kelompok lainnya. Fadli cs merupakan bagian jaringan lawas yang melibatkan trio Bom Bali I, yakni Amrozi, Ali Ghufron, dan Imam Samudera.
Fadli terlibat dalam pengeboman Hotel JW Marriott Jakarta pada 2003, dan berafiliasi dengan Tony Togar, napi teroris di Nusakambangan. Tony merupakan bagian dari jaringan Amrozi maupun dr Azahari. Sasaran mereka adalah warga negara asing atau aset-aset pihak asing yang berada di Indonesia, yang tentu saja mereka sebut sebagai kafir. Dapat dikatakan, Fadli cs merupakan sisa-sisa teroris era Amrozi.
Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) merealisasikan janjinya mengundang ulama garis keras asal Timur Tengah ke Indonesia. mereka diminta ambil bagian dalam program deradikalisasi melalui jalan dialog dengan para terduga maupun terpidana teroris.
Salah satu ulama yang diundang adalah mantan pimpinan Jamaah Islamiyah Mesir, Najih Ibrahim. JI mesir merupakan inspirator lahirnya JI Asia Tenggara. Baru-baru ini, dia berdialog dengan mantan Amir Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) Abu Bakar Baasyir di Lapas Batu Nusakambangan.
Selain Najih, BNPT juga mengundang ulama garis keras Mesir lainnya, yakni Hisyam Al Najjar. Seorang lagi adalah Ali Al Halabi, seorang ulama asal jordania. “Kiblat mereka (terduga dan terpidaa teroris) adalah ulama Timur Tengah, maka kami datangkan ulama dari sana untuk program deradikalisasi,” terang Kepala BNPT Ansyaad Mbai.
Ansyaad mengakui, tidak ada terduga dan terpidana teroris yang bisa dikatakan lulus program deradikalisasi. Namun, pada kenyataannya sebagian dari mereka kini menjadi partner BNPT dan polisi dalam mengungkap jaringan teroris di Indonesia. (byu)