JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta kemarin (19/6) menolak nota keberatan (eksepsi) dari terdakwa Anas Urbaningrum menanggapi dakwaan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dengan demikian, Anas tetap harus menjalani sidang kasus dugaan korupsi proyek pemerintah, menerima gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang.
Majelis hakim terdiri dari Haswandi, Trimharyadi, Aswijon, Slamet Subagyo, dan Joko Subagyo sepakat menilai surat dakwaan jaksa sah menurut hukum. Majelis juga menetapkan sidang dengan agenda pemeriksaan saksi akan berlangsung dua kali sepekan dan dimulai Senin (23/6) pekan depan. “Mengadili, menolak eksepsi atau keberatan yang diajukan terdakwa Anas Urbaningrum, menolak eksepsi atau keberatan yang diajukan tim penasihat hukum terdakwa,” kata Ketua Majelis Hakim Haswandi saat membacakan amar putusan.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai pembelaan yang diajukan Anas sudah masuk materi yang harus dibuktikan dalam persidangan. Selain itu, meski ada dua hakim anggota yang mengajukan pendapat berbeda (dissenting opinion), majelis hakim menyatakan KPK memiliki kewenangan menangani tindak pidana pencucian uang. Anas sebelumnya didakwa melanggar Pasal 12 huruf a subsider Pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 64 KUHP tentang penyelenggara negara yang menerima suap atau gratifikasi dengan ancaman hukuman paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun.
Selain dijerat pasal korupsi, jaksa juga mendakwa Anas melanggar Pasal 3 dan atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dan Pasal 3 ayat 1 huruf c UU Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah berdasarkan UU No 25 tahun 2003. Atas putusan sela itu, Anas Urbaningrum hanya berharap persidangan dilakukan dengan objektif. “Kami ingin diadili bukan dihakimi, karena saya yakin yang diharapkan majelis hakim dan jaksa yaitu proses hukum yang adil,” kata Anas.
Pengacara Anas, Adnan Buyung Nasution, meminta sidang dilakukan dua kali sepekan dengan maksimal waktu persidangan delapan jam karena pertimbangan kesehatan. alah satu penasihat hukum Anas, Carrel Ticualu, kemarin juga menyatakan mengundurkan diri dari tim kuasa hukum karena dengan putusan kemarin secara resmi sudah menjadi salah satu saksi dalam perkara yang menjerat Anas.
Jaksa mendakwa mantan ketua umum Partai Demokrat ini menerima imbalan sebesar 7-20 persen dari Permai Grup yang berasal dari proyek-proyek yang didanai APBN dalam bentuk satu unit mobil Toyota Harrier senilai Rp 670 juta, satu unit mobil Toyota Vellfire seharga Rp 735 juta, gratifikasi berupa kegiatan survei pemenangan senilai Rp 478,6 juta, serta uang tunai Rp 116,52 miliar dan USD 5,26 juta dari berbagai proyek yang dilakukan perusahaan yang dimiliki mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin. Anas juga diduga melakukan pencucian uang dengan menyamarkan harta kekayaannya hingga mencapai Rp 23,88 miliar. (aph)