30 C
Medan
Monday, July 1, 2024

Lima Anggota DPRD Sumut tak Tersentuh

SUMUTPOS.CO – Dua orang pengurus 22 lembaga/yayasan fiktif penerima dana bantuan sosial/bantuan hibah Pemprov Sumut, Aidil Agus dan Imom Saleh Ritonga dijatuhi hukuman masing-masing empat tahun penjara.

Majelis hakim menyatakan kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama atas 22 lembaga fiktif yang menerima dana bantuan tersebut sehingga merugikan negara sebesar Rp2,182 miliar.

“Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana penjara selama empat tahun denda Rp200 juta serta subsider tiga bulan penjara,” ujar majelis hakim yang diketuai Nelson J Marbun dalam amar putusan yang dibacakan di ruang Cakra 7 Pengadilan Tipikor Medan, Selasa (19/11)n
Dalam amar putusan yang dibacakan majelis hakim secara bergantian, kedua terdakwa juga dikenakan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti (UP) kerugian negara. Dimana Aidil Agus diwajibkan membayar UP sebesar Rp1,138 miliar serta subsider satu tahun kurungan. Sementara terdakwa Imom Saleh Ritonga yang merupakan Staff Fraksi Partai Gerindra diwajibkan membayar UP sebesar Rp1,044 miliar serta subsider satu tahun kurungan.

Majelis hakim menyatakan kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah sesuai dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Putusan yang dijatuhkan majelis hakim lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejati Sumut Polim Siregar dan Mutiara Herlina. Sebab sebelumnya, Jaksa menuntut kedua terdakwa dengan hukuman masing-masing dua tahun penjara, denda Rp100 juta serta subsider tiga bulan kurungan. Kedua terdakwa dikenakan UP yang sama sebagaimana dengan putusan majelis hakim. Namun Jaksa menyatakan kedua terdakwa terbukti bersalah sebagaimana dalam dakwaan subsidair.

Sebagaimana diketahui kedua terdakwa menjadi pengurus dari 22 lembaga/yayasan penerima bantuan sosial dan bantuan hibah Pemprov Sumut Tahun 2010 dan 2011. Pada 2010, kedua terdakwa menerima dana bansos/hibah dari Biro Bina Kemasyarakatan dan Sosial (Binkemsos) Pemprov Sumut sebesar Rp2,431 miliar. Kemudian pada 2011 kedua terdakwa menerima dana bansos/hibah dari Biro Perekonomian Pemprov Sumut sebesar Rp1,250 miliar.

Kedua terdakwa berganti-ganti peran dalam kepengurusan ke-22 lembaga/yayasan yang menerima dana bansos. Bila di satu lembaga, Imom Saleh yang jadi ketuanya, Aidil Agus sebagai sekretaris. Di lembaga lainnya, Aidil Agus yang jadi ketua, Imom Saleh jadi sekretaris atau bendahara. Selain itu, ke-22 lembaga/yayasan itu namanya berbeda-beda dan tersebar di berbagai daerah di Sumut, tapi nama pengurusnya tetap kedua terdakwa.

Setelah dana cair dan ditransfer ke rekening lembaga/yayasan milik kedua terdakwa, mereka tidak menggunakan dana tersebut untuk melaksanakan kegiatan seperti yang disebutkan dalam proposal masing-masing lembaga/yayasan tersebut. Namun, dana tersebut dalam penguasaan kedua terdakwa dan digunakan untuk kepentingan pribadi mereka. Bahkan terungkap di persidangan bahwa ke-22 lembaga/yayasan tersebut juga fiktif.

Akan tetapi, lima anggota DPRD Sumut yang diduga ‘kecipratan’ dana bantuan hibah dan bantuan sosial itu tak kunjung diseret ke Pengadilan. Padahal sesuai fakta persidangan, kedua terdakwa menyatakan lima anggota DPRD Sumut diantaranya Iman B Nasution (Fraksi Partai Gerindra) Abdul Jabar Napitupulu (Fraksi PPP), Chaidir Ritonga (Fraksi Golkar), Washington Pane (Fraksi PPRN), dan Muhammad Affan (Fraksi PDIP), mendapat fee bervariasi sekitar 43 persen sampai 60 persen, dari total dana yang dicairkan atas setiap pengurusan dana bansos untuk 22 lembaga.

Usai majelis hakim mengetok palu tanda persidangan telah selesai, Aidil Agus dan Imam Soleh Ritonga langsung ‘ngacir’. Mereka tak bersedia menjawab pertanyaan sejumlah wartawan. Hal yang sama juga dilakukan Jaksa Mutiara Herlina yang enggan memberikan tanggapan ketika wartawan mencoba mewawancarainya. (far)

SUMUTPOS.CO – Dua orang pengurus 22 lembaga/yayasan fiktif penerima dana bantuan sosial/bantuan hibah Pemprov Sumut, Aidil Agus dan Imom Saleh Ritonga dijatuhi hukuman masing-masing empat tahun penjara.

Majelis hakim menyatakan kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama atas 22 lembaga fiktif yang menerima dana bantuan tersebut sehingga merugikan negara sebesar Rp2,182 miliar.

“Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana penjara selama empat tahun denda Rp200 juta serta subsider tiga bulan penjara,” ujar majelis hakim yang diketuai Nelson J Marbun dalam amar putusan yang dibacakan di ruang Cakra 7 Pengadilan Tipikor Medan, Selasa (19/11)n
Dalam amar putusan yang dibacakan majelis hakim secara bergantian, kedua terdakwa juga dikenakan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti (UP) kerugian negara. Dimana Aidil Agus diwajibkan membayar UP sebesar Rp1,138 miliar serta subsider satu tahun kurungan. Sementara terdakwa Imom Saleh Ritonga yang merupakan Staff Fraksi Partai Gerindra diwajibkan membayar UP sebesar Rp1,044 miliar serta subsider satu tahun kurungan.

Majelis hakim menyatakan kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah sesuai dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Putusan yang dijatuhkan majelis hakim lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejati Sumut Polim Siregar dan Mutiara Herlina. Sebab sebelumnya, Jaksa menuntut kedua terdakwa dengan hukuman masing-masing dua tahun penjara, denda Rp100 juta serta subsider tiga bulan kurungan. Kedua terdakwa dikenakan UP yang sama sebagaimana dengan putusan majelis hakim. Namun Jaksa menyatakan kedua terdakwa terbukti bersalah sebagaimana dalam dakwaan subsidair.

Sebagaimana diketahui kedua terdakwa menjadi pengurus dari 22 lembaga/yayasan penerima bantuan sosial dan bantuan hibah Pemprov Sumut Tahun 2010 dan 2011. Pada 2010, kedua terdakwa menerima dana bansos/hibah dari Biro Bina Kemasyarakatan dan Sosial (Binkemsos) Pemprov Sumut sebesar Rp2,431 miliar. Kemudian pada 2011 kedua terdakwa menerima dana bansos/hibah dari Biro Perekonomian Pemprov Sumut sebesar Rp1,250 miliar.

Kedua terdakwa berganti-ganti peran dalam kepengurusan ke-22 lembaga/yayasan yang menerima dana bansos. Bila di satu lembaga, Imom Saleh yang jadi ketuanya, Aidil Agus sebagai sekretaris. Di lembaga lainnya, Aidil Agus yang jadi ketua, Imom Saleh jadi sekretaris atau bendahara. Selain itu, ke-22 lembaga/yayasan itu namanya berbeda-beda dan tersebar di berbagai daerah di Sumut, tapi nama pengurusnya tetap kedua terdakwa.

Setelah dana cair dan ditransfer ke rekening lembaga/yayasan milik kedua terdakwa, mereka tidak menggunakan dana tersebut untuk melaksanakan kegiatan seperti yang disebutkan dalam proposal masing-masing lembaga/yayasan tersebut. Namun, dana tersebut dalam penguasaan kedua terdakwa dan digunakan untuk kepentingan pribadi mereka. Bahkan terungkap di persidangan bahwa ke-22 lembaga/yayasan tersebut juga fiktif.

Akan tetapi, lima anggota DPRD Sumut yang diduga ‘kecipratan’ dana bantuan hibah dan bantuan sosial itu tak kunjung diseret ke Pengadilan. Padahal sesuai fakta persidangan, kedua terdakwa menyatakan lima anggota DPRD Sumut diantaranya Iman B Nasution (Fraksi Partai Gerindra) Abdul Jabar Napitupulu (Fraksi PPP), Chaidir Ritonga (Fraksi Golkar), Washington Pane (Fraksi PPRN), dan Muhammad Affan (Fraksi PDIP), mendapat fee bervariasi sekitar 43 persen sampai 60 persen, dari total dana yang dicairkan atas setiap pengurusan dana bansos untuk 22 lembaga.

Usai majelis hakim mengetok palu tanda persidangan telah selesai, Aidil Agus dan Imam Soleh Ritonga langsung ‘ngacir’. Mereka tak bersedia menjawab pertanyaan sejumlah wartawan. Hal yang sama juga dilakukan Jaksa Mutiara Herlina yang enggan memberikan tanggapan ketika wartawan mencoba mewawancarainya. (far)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/