27 C
Medan
Monday, June 24, 2024

Jaksa KPK Sebut Bonaran Suap Akil Rp1,8 Miliar

Akil dan Bonaran
Akil dan Bonaran

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Satu persatu nama sejumlah tokoh disebut dalam dakwaan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar dalam sidang kasus dugaan suap, gratifikasi dan pencucian uangnya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (20/2). Salah satunya nama Bonaran Situmeang.

Sekitar tahun 2009, Bonaran dikenal publik lewat sepak terjangnya sebagai pengacara koruptor Anggodo Widjojo. Dua tahun berselang, pada tahun 2011, Bonaran Situmeang bersama pasangannya, Sukran Jamilan Tanjung ditetapkan KPU menjadi Bupati dan Wakil Bupati Kab. Tapanuli Tengah terpilih.

Kemenangan yang diterima Bonaran bukan mulus-mulus saja. Dua pasangan calon lainnya memutuskan mengajukan permohonan keberatan ke Mahkamah Konstitusi. Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Luki Dwi Nugroho di Pengadilan Tipikor, diketahui bahwa Bonaran menyuap Akil Mochtar sebesar Rp1,8 miliar.

“Uang diberikan dengan maksud agar MK menolak permohonan keberatan hasil Pilkada Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, yang ditetapkan oleh KPU,” ujar Jaksa Luki. Anehnya, kata Jaksa Luki, Akil tidak termasuk dalam panel hakim konstitusi yang memeriksa permohonan keberatan Pilkada Tapanuli Tengah tersebut.

Dalam SK, ditetapkan Hakim Achmad Sodiki sebagai Ketua merangkap Anggota, Harjono dan H. Ahmad Fadlil Sumadi, masing-masing sebagai Anggota. Melalui Bakhtiar Ahmad Sibarani, Akil meminta uang pemulus kepada Bonaran sebesar Rp3 miliar. Akil meminta agar permintaannya itu dikirim ke rekening tabungan atas nama CV Ratu Samagat.

Pada slip setoran, Akil meminta dituliskan “angkutan batu bara” pada kolom. Belakangan diketahui Bonaran hanya menyerahkan uang senilai Rp2 miliar untuk Akil melalui rekannya.

“Pertengahan bulan Juni 2011, Raja Bonaran Situmeang memberikan uang tunai Rp2 miliar kepada Bakhtiar Ahmad Sibarani untuk dikirim kepada terdakwa,” kata Jaksa Luki. Selanjutnya Bakhtiar meminta bantuan Subur Efendi dan Hetbin Pasaribu untuk menyetorkan uang masing-masing sebanyak Rp900 ribu dengan total Rp1,8 miliar.

“Pada 22 Juni 2011, MK memutus menolak permohonan dari para pemohon untuk seluruhnya,” tandas Jaksa. (flo/jpnn/deo)

Akil dan Bonaran
Akil dan Bonaran

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Satu persatu nama sejumlah tokoh disebut dalam dakwaan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar dalam sidang kasus dugaan suap, gratifikasi dan pencucian uangnya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (20/2). Salah satunya nama Bonaran Situmeang.

Sekitar tahun 2009, Bonaran dikenal publik lewat sepak terjangnya sebagai pengacara koruptor Anggodo Widjojo. Dua tahun berselang, pada tahun 2011, Bonaran Situmeang bersama pasangannya, Sukran Jamilan Tanjung ditetapkan KPU menjadi Bupati dan Wakil Bupati Kab. Tapanuli Tengah terpilih.

Kemenangan yang diterima Bonaran bukan mulus-mulus saja. Dua pasangan calon lainnya memutuskan mengajukan permohonan keberatan ke Mahkamah Konstitusi. Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Luki Dwi Nugroho di Pengadilan Tipikor, diketahui bahwa Bonaran menyuap Akil Mochtar sebesar Rp1,8 miliar.

“Uang diberikan dengan maksud agar MK menolak permohonan keberatan hasil Pilkada Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, yang ditetapkan oleh KPU,” ujar Jaksa Luki. Anehnya, kata Jaksa Luki, Akil tidak termasuk dalam panel hakim konstitusi yang memeriksa permohonan keberatan Pilkada Tapanuli Tengah tersebut.

Dalam SK, ditetapkan Hakim Achmad Sodiki sebagai Ketua merangkap Anggota, Harjono dan H. Ahmad Fadlil Sumadi, masing-masing sebagai Anggota. Melalui Bakhtiar Ahmad Sibarani, Akil meminta uang pemulus kepada Bonaran sebesar Rp3 miliar. Akil meminta agar permintaannya itu dikirim ke rekening tabungan atas nama CV Ratu Samagat.

Pada slip setoran, Akil meminta dituliskan “angkutan batu bara” pada kolom. Belakangan diketahui Bonaran hanya menyerahkan uang senilai Rp2 miliar untuk Akil melalui rekannya.

“Pertengahan bulan Juni 2011, Raja Bonaran Situmeang memberikan uang tunai Rp2 miliar kepada Bakhtiar Ahmad Sibarani untuk dikirim kepada terdakwa,” kata Jaksa Luki. Selanjutnya Bakhtiar meminta bantuan Subur Efendi dan Hetbin Pasaribu untuk menyetorkan uang masing-masing sebanyak Rp900 ribu dengan total Rp1,8 miliar.

“Pada 22 Juni 2011, MK memutus menolak permohonan dari para pemohon untuk seluruhnya,” tandas Jaksa. (flo/jpnn/deo)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/