TEBING TINGGI, SUMUTPOS.CO – Pasca dilaporkan Sumitro (44) ke Polres Tebingtinggi pada Senin (17/3) lalu, Ketua Partai Gerindra Kota Tebingtinggi, Adlan Lubis (45) yang terlilit utang Rp125 juta itu, belum pernah dipanggil polisi. Salah seorang petugas mengaku baru memeriksa satu orang saksi dalam kasus ini.
“LP-nya saja pun baru diterima, yang kami periksa baru satu orang saksi dari pihak bank. Setelah memeriksa beberapa saksi nanti baru terlapor kita panggil untuk dimintai keterangannya,” ujar polisi yang minta namanya dirahasiakan itu, Kamis (20/3).
Disinggung apakah perkara ini masuk dalam ranah hukum perdata atau pidana? Penyidik bertubuh tegap itu mengaku belum bisa memastikan sebelum melakukan pemeriksaan lengkap. “Kalau itu tergantung dari hasil penyelidikan, sekarang belum bisa dipastikan,” tandasnya. Sementara itu, saat dihubungi kru koran ini, Sumitro mendesak polisi segera menindaklanjuti laporannya.
“Kalau saya ditanya, ya saya minta LP saya supaya cepat di proses polisi. Tadi saya dapat informasi, yang diperiksa polisi baru saksi dari pihak BTPN cabang Kota Tebingtinggi, kalau nggak salah saksi yang diperiksa tadi namanya Firdaus dan Riski,” kata pria yang menetap di Jl. Madrasah, Kel. Berohol, Kec. Bajenis, Kota Tebingtinggi itu.
“Dulu pas Adlan mengajukan kredit ke BTPN, Riski menjabat sebagai Kepala Cabang, namun karena ada masalah seperti ini, kabarnya dia (Riski) turun jabatan menjadi karyawan di bagian marketing,” lanjut Sumitro. Terkait laporan Sumitro ini, Adlan selaku terlapor yang dikonfirmasi melalui handphone selulernya membantah ada menerima pengiriman uang Rp125 juta dari Sumitro ke rekeningnya, seperti yang dituduhkan.
“Tidak ada di rekeningku menerima pengiriman uang dari Sumitro sebanyak Rp125 juta, boleh dicek nanti. Yang sebenarnya itu, Sumitro mengirim uang pada Riski,” beber Adlan.
Lebih lanjut dikatakan Adlan, waktu itu Sumitro juga mengajukan kredit di BTPN. Dari kredit yang diajukan itulah, sebagian ditutupkan untuk utangnya. “Baru setelah itu, agunan surat tanahku kuserahkan pada Sumitro sebagai jaminan. Ceritanya, dulu antara Sumitro dengan Riski punya hubungan baik, pak Riski yang kebetulan saat itu menjabat sebagai kepala Cabang BTPN Kota Tebingtinggi telah banyak membantu Sumitro dalam hal urusan perbankan. Jadi ketika Sumitro ingin mengajukan pinjaman ke BPTN, pak Riski lah yang membantunya,” tandasnya.
Karena Riski mau dipindah tugaskan, ia diperintahkan pimpinannya untuk memediasi segala permasalahan nasabah yang mengalami tunggakan kredit di BTPN.
“Saat itu muncullah kebijakan Riski, ketika berjumpa dengan Sumitro yang ingin mengajukan kredit, Riski pun menawarkan kepada Sumitro agar sebahagian uang pinjaman Sumitro yang telah cair dari BTPN digunakan untuk menutupi utangku yang tinggal Rp125 juta lagi. Dan ternyata, tawaran dari kebijakan Riski itu diokekan oleh Sumitro. Begitu lah cerita yang sebenarnya bos,” tandas Adlan yang mengaku sedang mengikuti rapat partai di Medan itu.
Seperti diketahui, dalam laporan Sumitro yang tertuang dalam LP/160/III/2014/SPKT itu, pengusaha racipan kayu ini menceritakan, awalnya Adlan yang tercatat sebagai warga Jl. Langsat, Ling. III, Kel. Rambung, Kec. Tebingtinggi Kota, Kota Tebingtinggi datang meminjam uang kepadanya.
“Waktu itu hari Selasa (31/12) pukul 09.00 WIB. Adlan datang meminjam uang samaku, katanya mau melunasi hutangnya di BTPN sebanyak Rp127 juta, kalau tidak dilunasi, surat tanah diatas bangunan rumahnya yang diagunkan Adlan ke BTPN akan disita/lelang”, bilang Sumitro.
Karena ingin membantu kawan, Sumitro pun menyetorkan/mentranfer uang tersebut ke rekening Adlan. Selanjutnya antara Sumitro dengan Adlan pun membuat surat perjanjian.
“Dalam surat perjanjian yang kami sepakati berdua, Adlan berjanji akan mengembalikan uangku empat hari setelah surat perjanjian ditandatanganinya. Rupanya pada hari Senin (6/1) Adlan malah mengingkari janjinya, bahkan bolak balik sudah kutagih, sampai sekarang Adlan tak juga melunasi utangnya samaku, sehingga mau tak mau kulaporkanlah dia (Adlan) ke polisi,” bilang Sumitro. (awi/deo)