27.7 C
Medan
Thursday, July 4, 2024

Usai UN, Pelajar Tewas Bunuh Diri

Bunuh diri dengan racun-Ilustrasi.
Bunuh diri dengan racun-Ilustrasi.

STM HILIR, SUMUTPOS.CO – Aksi bunuh diri Nia Saraswati Perangin-angin warga Kecamatan STM Hilir, Deliserdang yang kecewa karena cinta, diikuti Mujika Bukit (16) warga satu kecamatan dengan Nia. Jika Nia berakhir di tali gantungan, Mujika memilih mengakhiri hidupnya dengan cara menenggak racun.

Peristiwa yang menghebohkan penduduk di Dusun III Desa Negara/Beringin Kecamatan STM Hilir itu terjadi, Selasa (22/4). Kehebohan warga turut dipicu kabar tewasnya Nia yang 2 hari lalu ditemukan tak bernyawa dengan leher tergantung.

Aksi tragis yang merenggut nyawa pelajar SMA baru mengikuti ujian nasional (UN) itu pertama sekali diketahui Regu Ginting tetangga sebelah rumah, sekaligus Paman korban, sekira pukul 03.00 WIB. Mendengar suara gaduh seperti layaknya orang bergulat serta merintih kesakitan, Regu Ginting mencoba mengintip dari celah rumah pasangan Alm Jumat Bukit dan Unjuk Br Ginting.

Curiga dengan kondisi Mujika, Regu Ginting membangunkan ibu korban yang saat itu sedang terlelap tidur. Selanjutnya, ibu bersama Paman korban masuk ke kamar korban. Mengetahui anaknya telah meminum racun hama, ibu korban sontak menjerit histeris. Jeritan ibu korban langsung menjadi perhatian warga sekitar. Para tetangga yang mendengar teriakan ibu korban langsung berdatangan untuk memastikan hal yang terjadi.

Bersama warga, korban dibawa ke RS GL Tobing Tanjung Morawa setelah sebelumnya dirujuk Bidan klinik Mayen tak jauh dari rumah korban. Setelah diperiksa tim medis, korban dinyatakan sudah tewas. Korban kemudian dibawa ke rumah duka untuk disemayamkan.

Keterangan lain diperoleh, beberapa saat sebelumnya, korban mengirimkan pesan singkat (SMS) kepada abang kandung korban Candra warga yang menetap di Dusun I Desa Sibiru-Biru yang berisikan, “Bang, aku laus ndahi bapak ndai ya (Bang, aku pergi mendatangi/menghadap Bapak ya-Red)”.

Diduga, aksi nekat siswa kelas III SMA Desa Maju lantaran dimarahi ibunya karena pulang larut malam.

Kapolsek Talun Kenas AKP Amir Sinaga SH didampingi Kanit Reskrim Ipda A Gultom SH membenarkan adanya kejadian tersebut. Kasusnya sedang dalam penyelidikan. Guna melengkapi berkas penyelidikan, pihaknya sudah melakukan indentifikasi (sidik jari), ujarnya di rumah duka.

 

REMAJA KURANG BISA MENGELOLA STRESS

Direktur Minauli Consulting Layanan Psikologi, Irna Minauli menjelaskan paradigma terjadinya bunuh diri yang dilakoni para remaja akhir-akhir ini. Dirinya mengatakan bahwa bunuh diri memang banyak dialami pada masa remaja.

“Mereka sekarang masih kurang mampu dalam mengelola stres yang dialaminya. Sehingga cenderung melakukan jalan pintas dengan bunuh diri sebagai cara mereka melepaskan diri dari maslahnya. Pribadi mereka masih rapuh sehingga kejadian yang tidak menyenangkan seperti putus cinta, dimarahi orang tua, dianggap seperti peristiwa besar yang menghancurkan image mereka sebagai pribadi,” terang Irna Minauli.

Karenanya, remaja perlu belajar untuk mengatasi masalah secara konstruktif. Mereka perlu menjadi pribadi yang tangguh. Permasalahan yang dialami jangan dianggap sesuatu yang menghancurkan dirinya, tetapi sebagai bentuk pengalaman berharga bagi perkembangan dirinya.

“Mereka perlu belajar untuk melihat alternatif dari masalah yang dihadapinya. Misalnya ketika dia putus cinta, mereka harus melihat alternatif lainnya seperti pengalihan bentuk kesedihannya dengan belajar lebih tekun atau bersibuk diri dengan mengikuti kursus-kursus. Atau melihat calon pengganti lain dengan cara move on,” ujar wanita yang berkantor di Jalan DI Panjaitan No. 180 ini saat dihubungi POSMETRO MEDAN, Selasa (22/4).

Dijelaskannya, hidup harus terus bergerak, permasalahan yang dihadapi tidak harus menghentikan masa depannya. Kadang kala mereka melakukan bunuh diri sebagai cara melampiaskan kemarahannya pada orang yang menyebabkan kepedihannya (orang tua atau pacar). Mereka melampiaskannya dengan melukai dirinya sendiri dengan cara bunuh diri. Dengan bunuh dirinya ia ingin supaya orang yang menyebabkan kesedihanya itu kemudian menyesali perbuatan mereka terhadap dirinya.

Hal itu mungkin bisa dianggap sebagai suatu bentuk egoisme karena mereka cenderung memikirkan diri sendiri. Mereka tidak mempedulikan kesedihan dan rasa malu yang dirasakan oleh keluarga yang ditinggalkannya.

Mereka juga perlu diajarkan mengatasi masalah secara baik. Mereka perlu berbagi dengan orangtua atau temannya karena kebanyakan pelaku bunuh diri adalah orang yang merasa kurang mendapat dukungan sosial dari lingkungannya. Mereka merasa tidak ada orang yang memahami dirinya, merasa kesepian dan tersendiri. Tersendiri dalam artian teralienasi sehingga mereka merasa asing dalam lingkungannya.

“Mereka merasa dirinya seperti alien di keluarganya sehingga merasa tidak dimengerti dan terasing. Perasaan teralienasi ini tampaknya umum di kalangan remaja. Terutama mereka yang introvert (tertutup). Sehingga cenderung pendiam dan penyendiri. Mereka lebih sibuk menganalisis masalahnya sendiri. Dalam dunia seperti sekarang, sepertinya mereka yang merasa dirinya teralienasi akan semakin banyak karena banyak orang (remaja dan orangtua) yang kemudian sibuk dengan dirinya sendiri dengan gadgetnya sendiri,” ungkap wanita berjilbab tersebut. (man/cr-2/bd)

Bunuh diri dengan racun-Ilustrasi.
Bunuh diri dengan racun-Ilustrasi.

STM HILIR, SUMUTPOS.CO – Aksi bunuh diri Nia Saraswati Perangin-angin warga Kecamatan STM Hilir, Deliserdang yang kecewa karena cinta, diikuti Mujika Bukit (16) warga satu kecamatan dengan Nia. Jika Nia berakhir di tali gantungan, Mujika memilih mengakhiri hidupnya dengan cara menenggak racun.

Peristiwa yang menghebohkan penduduk di Dusun III Desa Negara/Beringin Kecamatan STM Hilir itu terjadi, Selasa (22/4). Kehebohan warga turut dipicu kabar tewasnya Nia yang 2 hari lalu ditemukan tak bernyawa dengan leher tergantung.

Aksi tragis yang merenggut nyawa pelajar SMA baru mengikuti ujian nasional (UN) itu pertama sekali diketahui Regu Ginting tetangga sebelah rumah, sekaligus Paman korban, sekira pukul 03.00 WIB. Mendengar suara gaduh seperti layaknya orang bergulat serta merintih kesakitan, Regu Ginting mencoba mengintip dari celah rumah pasangan Alm Jumat Bukit dan Unjuk Br Ginting.

Curiga dengan kondisi Mujika, Regu Ginting membangunkan ibu korban yang saat itu sedang terlelap tidur. Selanjutnya, ibu bersama Paman korban masuk ke kamar korban. Mengetahui anaknya telah meminum racun hama, ibu korban sontak menjerit histeris. Jeritan ibu korban langsung menjadi perhatian warga sekitar. Para tetangga yang mendengar teriakan ibu korban langsung berdatangan untuk memastikan hal yang terjadi.

Bersama warga, korban dibawa ke RS GL Tobing Tanjung Morawa setelah sebelumnya dirujuk Bidan klinik Mayen tak jauh dari rumah korban. Setelah diperiksa tim medis, korban dinyatakan sudah tewas. Korban kemudian dibawa ke rumah duka untuk disemayamkan.

Keterangan lain diperoleh, beberapa saat sebelumnya, korban mengirimkan pesan singkat (SMS) kepada abang kandung korban Candra warga yang menetap di Dusun I Desa Sibiru-Biru yang berisikan, “Bang, aku laus ndahi bapak ndai ya (Bang, aku pergi mendatangi/menghadap Bapak ya-Red)”.

Diduga, aksi nekat siswa kelas III SMA Desa Maju lantaran dimarahi ibunya karena pulang larut malam.

Kapolsek Talun Kenas AKP Amir Sinaga SH didampingi Kanit Reskrim Ipda A Gultom SH membenarkan adanya kejadian tersebut. Kasusnya sedang dalam penyelidikan. Guna melengkapi berkas penyelidikan, pihaknya sudah melakukan indentifikasi (sidik jari), ujarnya di rumah duka.

 

REMAJA KURANG BISA MENGELOLA STRESS

Direktur Minauli Consulting Layanan Psikologi, Irna Minauli menjelaskan paradigma terjadinya bunuh diri yang dilakoni para remaja akhir-akhir ini. Dirinya mengatakan bahwa bunuh diri memang banyak dialami pada masa remaja.

“Mereka sekarang masih kurang mampu dalam mengelola stres yang dialaminya. Sehingga cenderung melakukan jalan pintas dengan bunuh diri sebagai cara mereka melepaskan diri dari maslahnya. Pribadi mereka masih rapuh sehingga kejadian yang tidak menyenangkan seperti putus cinta, dimarahi orang tua, dianggap seperti peristiwa besar yang menghancurkan image mereka sebagai pribadi,” terang Irna Minauli.

Karenanya, remaja perlu belajar untuk mengatasi masalah secara konstruktif. Mereka perlu menjadi pribadi yang tangguh. Permasalahan yang dialami jangan dianggap sesuatu yang menghancurkan dirinya, tetapi sebagai bentuk pengalaman berharga bagi perkembangan dirinya.

“Mereka perlu belajar untuk melihat alternatif dari masalah yang dihadapinya. Misalnya ketika dia putus cinta, mereka harus melihat alternatif lainnya seperti pengalihan bentuk kesedihannya dengan belajar lebih tekun atau bersibuk diri dengan mengikuti kursus-kursus. Atau melihat calon pengganti lain dengan cara move on,” ujar wanita yang berkantor di Jalan DI Panjaitan No. 180 ini saat dihubungi POSMETRO MEDAN, Selasa (22/4).

Dijelaskannya, hidup harus terus bergerak, permasalahan yang dihadapi tidak harus menghentikan masa depannya. Kadang kala mereka melakukan bunuh diri sebagai cara melampiaskan kemarahannya pada orang yang menyebabkan kepedihannya (orang tua atau pacar). Mereka melampiaskannya dengan melukai dirinya sendiri dengan cara bunuh diri. Dengan bunuh dirinya ia ingin supaya orang yang menyebabkan kesedihanya itu kemudian menyesali perbuatan mereka terhadap dirinya.

Hal itu mungkin bisa dianggap sebagai suatu bentuk egoisme karena mereka cenderung memikirkan diri sendiri. Mereka tidak mempedulikan kesedihan dan rasa malu yang dirasakan oleh keluarga yang ditinggalkannya.

Mereka juga perlu diajarkan mengatasi masalah secara baik. Mereka perlu berbagi dengan orangtua atau temannya karena kebanyakan pelaku bunuh diri adalah orang yang merasa kurang mendapat dukungan sosial dari lingkungannya. Mereka merasa tidak ada orang yang memahami dirinya, merasa kesepian dan tersendiri. Tersendiri dalam artian teralienasi sehingga mereka merasa asing dalam lingkungannya.

“Mereka merasa dirinya seperti alien di keluarganya sehingga merasa tidak dimengerti dan terasing. Perasaan teralienasi ini tampaknya umum di kalangan remaja. Terutama mereka yang introvert (tertutup). Sehingga cenderung pendiam dan penyendiri. Mereka lebih sibuk menganalisis masalahnya sendiri. Dalam dunia seperti sekarang, sepertinya mereka yang merasa dirinya teralienasi akan semakin banyak karena banyak orang (remaja dan orangtua) yang kemudian sibuk dengan dirinya sendiri dengan gadgetnya sendiri,” ungkap wanita berjilbab tersebut. (man/cr-2/bd)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/