JAKARTA, SUMUTPOS.CO – KPK kembali menahan 2 tersangka kasus dugaan suap anggota DPRD Sumatera Utara (Sumut), Arlene Manurung dan Murni Elieser Verawaty Munthe. Mereka ditahan di rutan yang sama, di Rutan Klas IIA Pondok Bambu, Jakarta Timur.
“Penyidik hari ini (kemarin,Red) melakukan penahanan selama 20 hari ke depan terhadap 2 tersangka dalam perkara suap kepada DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019,” ucap Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Kamis (22/1).
Keduanya termasuk 38 tersangka yang dijerat KPK. Dari 38 anggota DPRD Sumut yang jadi tersangka itu, 5 orang di antaranya baru saja disidang dengan dakwaan menerima uang suap ‘ketok palu’ dari mantan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho. Uang suap tersebut dimaksud agar lima anggota DPRD mengesahkan APBD Pemprov Sumut Tahun Anggaran 2012 sampai tahun 2015.
Lima anggota DPRD itu yakni Rijal Sirait, Fadly Nurzal, Roolyndra Marpaung, Rinawati Sianturi dan Tiaisah Ritonga. Kelimanya menjalani sidang sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (21/11).
Jumlah uang yang diterima mereka berbeda-beda. Rijail Sirait menerima Rp477 juta, Fadly Nurzal menerima Rp960 juta, Rooslynda Marpaung menerima Rp885 juta, Rinawati Sianturi menerima Rp505 juta dan Tiaisah Ritonga menerima Rp480 juta. Mereka menerima uang tersebut secara bertahap.
Kasus ini bermula, jaksa menyebut pimpinan DPRD Sumut Chaidir Ritonga, M Afan, Kamaluddin Harahap dan Sigit Pramono Asri melakukan pertemuan dengan Sekda Pemprov Sumut Nurdin Lubis dan jajaran Pemprov Sumut. Dalam pertemuan itu, Kamaluddin disebut minta uang ketok palu.
Untuk memenuhi permintaan itu, Gatot disebut jaksa minta Kabiro Keuangan Pemprov Sumut Baharuddin Siagian mengumpulkan uang tersebut dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
“Setelah Ranperda tentang LPJP APBD Sumut disetujui pimpinan dan anggota DPRD termasuk para terdakwa, kemudian di ruangan M Alinafiah (Bendahara Sekwan) atau di ruangan masing DPRD lainnya M Alfinafiah menyerahkan uang kepada para terdakwa,” ucap jaksa.
Pada tahun anggaran 2013, jaksa menyebut Gatot memberikan uang ketok palu dalam bentuk proyek kepada DPRD Sumut. Akhirnya disepakati proyek senilai Rp 1 triliun diganti Rp 50 miliar untuk seluruh anggota DPRD itu.
“Pembagiannya melalui Bendahara Sekwan M Alinafiah agar seolah-olah anggota DPRD Sumut mengambil gaji dan honor lainnya setiap bulan,” tambah jaksa.
Saat tahun anggaran 2014 dan 2015, jaksa menyebut pimpinan DPRD tersebut kembali bertemu jajaran Pemprov Sumut untuk minta uang ketok palu. Kamaluddin memberikan catatan rencana pembagian uang untuk dibagikan anggota DPRD termasuk para terdakwa. Uang yang dikumpulkan Gatot dari SKPD Sumut.
“Selain memberikan uang kepada para terdakwa, M Alinafiah juga memberikan uang kepada pimpinan dan anggota DPRD lainnya sesuai catatan pembagian uang yang diterima Randiman Tarigan (Sekwan Pemprov Sumut),” jelas dia.
Jaksa menyakini para terdakwa melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 dan Pasal 64 ayat 1 KUHP. (bbs)