SUMUTPOS.CO – Kisah cinta Tongat dan Butet (keduanya nama samaran) masih hangat hingga usia pernikahan mereka menginjak empat tahun. Hampir saban hari keduanya memadu kasih. Di mana ada Tongat, di situ ada Butet.
Lalu, mimpi buruk datang. Butet didiagnosis dokter terkena stroke. Separuh tubuh Butet tak lagi bisa bergerak dengan normal. Dalam kesedihan, dia berusaha tetap tegar di hadapan suami. Dia mencoba melayani sang suami seperti dulu.
Suatu malam, Tongat setelah pulang dari tempatnya bekerja, dia mencoba mengajak Butet bicara empat mata. Ada ragu yang sudah terbaca. Gelisah. Tongat mencoba berbicara dengan berbasa-basi.
Dia mencoba tak menyakiti sang istri. Namun, Butet tak suka itu. Dia meminta suaminya berterus terang. “Dik, sebagai lelaki, saya meminta izin untuk menikah lagi,” kata Tongat kepada Butet.
Tongat rupanya tengah kepincut perempuan lain. Permintaan tersebut bak palu yang menghantam hati Butet. Lidah perempuan itu kelu. Napasnya sesak. Bibirnya bergetar. Suara dari mulutnya hanya terdengar samar-samar.
Butet menumpahkan amarah dalam tangis. Air mata mengalir deras. Dia tak terima. Dia tak rela suami tercintanya membagi hati dengan perempuan lain.
Hatinya sudah cukup terkoyak-koyak. Namun, dia tak ingin harga dirinya jatuh. Butet memilih bercerai meski dia berat untuk mengatakan itu.
Tongat yang mengaku masih mencintai Butet bahkan sempat bersimpuh. Dia meminta Butet agar bertahan di sisinya. Namun, tak ada yang bisa mengubah pendirian Butet.
Sekalipun tengah stroke, Butet tetap datang ke Pengadilan Agama (PA). Ketua Majelis Hakim PA sempat meminta dirinya mempertimbangkan keputusan cerai itu.
Namun, Butet merasa tak bisa mempertahankan rumah tangga. Dia ingin segera berpisah. Bujukan dari keluarga pun mental begitu saja.
“Suami dan keluarga memikirkan kondisi kesehatan sang istri. Padahal, dengan kondisi stroke itu dia perlu orang-orang yang mau merawat dan menjaganya dengan baik,” ketua majelis hakim. (jpg)
