27.8 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Tak Nafkahi Selama 5 Tahun, Anak Gugat Ibu Kandung Rp12 M

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sidang anak menggugat ibu kandung digelar di Ruang Cakra 4 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (25/1). Tak tanggung-tanggung, Lando F Sinurat menggugat ibunya, Ria Desi N Hutapea sebesar Rp12 miliar karena tak menafkahi selama 5 tahun.

DAMPINGI: Lando F Sinurat (kiri) didampingi penasihat hukumnya usai menjalani sidang gugatan di PN Medan, Senin (25/1).gusman/sumut pos.

Beragendakan bantahan penggugat atas jawaban tergugat (replik) penggugat melalui kuasa hukumnya Bukit Sitompul mengatakan, tergugat tidak etis menggunakan kata kata anak durhaka terhadap penggugat. Alasannya menurutnya, karena orangtua itu harus melakukan tanggungjawab dan kewajiban hukum.

Sehingga penggugat mendapatkan hak berupa perlindungan dari tergugat dalam hal kekerasan dan diskriminasi, memperoleh layanan kesehatan, jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik men tal dan spritual, agar mendapat hak untuk hidup, tumbuh berkembang secara wajar di keluarga dan di masyarakat.

“Setelah ayah penggugat meninggal tepatnya 29 April 2015, terjadi penggerebekan warga terhadap rumah tergugat yang mana, seorang lelaki yang diketahui memiliki istri kedapatan berduaan dengan tergugat di dalam rumah,” kata bukit dalam repliknya di hadapan Hakim Tunggal Morga Simajuntak.

Pagi harinya, lanjutnya, tergugat malah meninggalkan pengugat. Lantaran tidak ada kabar dari sang ibu hingga malam hari, akhirnya penggugat memilih tinggal di rumah kakek dan neneknya dari keluarga almarhum ayahnya.

“Sejak tragedi penggerebekan itu, tergugat kurang lebih 5 tahun telah mengabaikan tanggungjawab dan kewajibannya sebagai orangtua baik sebagai ibu yang melahirkan, maupun menggantikan posisi ayah penggugat yang telah meninggal,” ujarnya.

Dikatakan Bukit, meskipun tergugat membantah disebut mengabaikan dan menelantarkan anak-anaknya itu, tetapi, pemberian uang Rp2 juta per bulan yang dimulai 2018 hingga 2020, hal itu tidak bisa menjadi pedoman atau tolak ukur terpenuhinya hak-hak penggugat, dalam hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi sesuai harkat dan kemanuisaan baik secara fisik mental maupun spritual dan sosial di tengah masayarakat dan keluarganya sendiri.

“Kalau hanya Rp2 juta per bulan dikirimnya untuk memenuhi penggugat dan kedua adiknya hal itu tidaklah cukup, karena masih banyak kebutuhan yang notabene harus dipenuhi ibunya karena saat itu, usia penggugat sedang masa kuliah,” sebutnya.

Oleh karena itu, kata dia, dalil tergugat yang mendalilkan bahwa permohonan gugatan itu tidak beralasan dan berdasar, dengan tegas ditolak oleh penggugat. Maka atas itu, penggugat memohon kiranya majelis hakim, yang mengadili perkara itu dapat mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya.

Seusai sidang, Bukit menjelaskan kronologi bermulanya gugatan itu. Dikatakannya, Lando F Sinurat dan Lydia Br Sinurat selaku penggugat I dan II, adalah anak hasil perkawinan antara Ria Desi N Hutapea (ibu penggugat) dan Fery Donald Sinurat. Mereka menetap di Jalan Pertahanan No 44 Kelurahan Timbang Deli, Kecamatan Medan Amplas.

Namun pada 5 September 2005, Fery Donald Sinurat menjadi salah satu korban jatuhnya pesawat Mandala Air di Jalan Jamin Ginting, Medan. Alhasil dengan kejadian itu, membuat Ria Hutapea dan ketiganya anaknya menjadi janda dan yatim.

Setelah suaminya meninggal, Ria Sinurat membeli sebidang tanah yang di atasnya terdapat bangunan gudang dan membangunnya menjadi dua pintu rumah, dari hasil uang pensiun dan sejumlah uang dari maskapai Mandala Air. Kemudian pada 2006, Ria Sinurat menjadi tenaga honorer dan dipersiapkan diangkat menjadi aparatur sipil negara (ASN) pada Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Informatika Balai Monitor Spektrum Frekuensi Radia Kelas I, Jalan Willem Iskandar, Medan.

Singkat cerita, keharmonisan keluarga mereka mulai terganggu dengan hadirnya seorang pria yang mendekati Ria Sinurat. Bahkan kehadiran pria tersebut, telah merusak hubungan antara ibu dan anaknya. Apalagi saat berkunjung ke rumah, pria tersebut sering pulang larut malam.

Gelagat itu kemudian menimbulkan kecurigaan warga sekitar, hingga akhirnya warga melakukan penggebekan pada 26 April 2015 sekira pukul 02.00 WIB. Namun saat itu, pria yang diduga merupakan oknum Brimob ini, memanggil rekannya untuk datang ke lokasi. Atas desakan warga, pria tersebut membuat surat pernyataan dari hubungan tanpa status itu.

Esok harinya, Ria Sinurat pergi meninggalkan rumah dan ketiga anaknya. Sejak saat itu, dengan rasa malu dua anaknya memilih tinggal bersama kakek dan neneknya, yang merupakan orang tua dari almarhum ayahnya.

Sejak tragedi penggerebekan itu, Ria Sinurat kurang lebih 5 tahun mengabaikan tanggung jawab dan kewajibannya sebagai orangtua. Atas dasar inilah, kedua anaknya yang telah tumbuh dewasa yang harusnya mendapatkan biaya pendidikan dan kehidupan sehari-hari, menggugat perdata Ibunya ke pengadilan sebesar Rp12 miliar. (man/azw)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sidang anak menggugat ibu kandung digelar di Ruang Cakra 4 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (25/1). Tak tanggung-tanggung, Lando F Sinurat menggugat ibunya, Ria Desi N Hutapea sebesar Rp12 miliar karena tak menafkahi selama 5 tahun.

DAMPINGI: Lando F Sinurat (kiri) didampingi penasihat hukumnya usai menjalani sidang gugatan di PN Medan, Senin (25/1).gusman/sumut pos.

Beragendakan bantahan penggugat atas jawaban tergugat (replik) penggugat melalui kuasa hukumnya Bukit Sitompul mengatakan, tergugat tidak etis menggunakan kata kata anak durhaka terhadap penggugat. Alasannya menurutnya, karena orangtua itu harus melakukan tanggungjawab dan kewajiban hukum.

Sehingga penggugat mendapatkan hak berupa perlindungan dari tergugat dalam hal kekerasan dan diskriminasi, memperoleh layanan kesehatan, jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik men tal dan spritual, agar mendapat hak untuk hidup, tumbuh berkembang secara wajar di keluarga dan di masyarakat.

“Setelah ayah penggugat meninggal tepatnya 29 April 2015, terjadi penggerebekan warga terhadap rumah tergugat yang mana, seorang lelaki yang diketahui memiliki istri kedapatan berduaan dengan tergugat di dalam rumah,” kata bukit dalam repliknya di hadapan Hakim Tunggal Morga Simajuntak.

Pagi harinya, lanjutnya, tergugat malah meninggalkan pengugat. Lantaran tidak ada kabar dari sang ibu hingga malam hari, akhirnya penggugat memilih tinggal di rumah kakek dan neneknya dari keluarga almarhum ayahnya.

“Sejak tragedi penggerebekan itu, tergugat kurang lebih 5 tahun telah mengabaikan tanggungjawab dan kewajibannya sebagai orangtua baik sebagai ibu yang melahirkan, maupun menggantikan posisi ayah penggugat yang telah meninggal,” ujarnya.

Dikatakan Bukit, meskipun tergugat membantah disebut mengabaikan dan menelantarkan anak-anaknya itu, tetapi, pemberian uang Rp2 juta per bulan yang dimulai 2018 hingga 2020, hal itu tidak bisa menjadi pedoman atau tolak ukur terpenuhinya hak-hak penggugat, dalam hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi sesuai harkat dan kemanuisaan baik secara fisik mental maupun spritual dan sosial di tengah masayarakat dan keluarganya sendiri.

“Kalau hanya Rp2 juta per bulan dikirimnya untuk memenuhi penggugat dan kedua adiknya hal itu tidaklah cukup, karena masih banyak kebutuhan yang notabene harus dipenuhi ibunya karena saat itu, usia penggugat sedang masa kuliah,” sebutnya.

Oleh karena itu, kata dia, dalil tergugat yang mendalilkan bahwa permohonan gugatan itu tidak beralasan dan berdasar, dengan tegas ditolak oleh penggugat. Maka atas itu, penggugat memohon kiranya majelis hakim, yang mengadili perkara itu dapat mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya.

Seusai sidang, Bukit menjelaskan kronologi bermulanya gugatan itu. Dikatakannya, Lando F Sinurat dan Lydia Br Sinurat selaku penggugat I dan II, adalah anak hasil perkawinan antara Ria Desi N Hutapea (ibu penggugat) dan Fery Donald Sinurat. Mereka menetap di Jalan Pertahanan No 44 Kelurahan Timbang Deli, Kecamatan Medan Amplas.

Namun pada 5 September 2005, Fery Donald Sinurat menjadi salah satu korban jatuhnya pesawat Mandala Air di Jalan Jamin Ginting, Medan. Alhasil dengan kejadian itu, membuat Ria Hutapea dan ketiganya anaknya menjadi janda dan yatim.

Setelah suaminya meninggal, Ria Sinurat membeli sebidang tanah yang di atasnya terdapat bangunan gudang dan membangunnya menjadi dua pintu rumah, dari hasil uang pensiun dan sejumlah uang dari maskapai Mandala Air. Kemudian pada 2006, Ria Sinurat menjadi tenaga honorer dan dipersiapkan diangkat menjadi aparatur sipil negara (ASN) pada Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Informatika Balai Monitor Spektrum Frekuensi Radia Kelas I, Jalan Willem Iskandar, Medan.

Singkat cerita, keharmonisan keluarga mereka mulai terganggu dengan hadirnya seorang pria yang mendekati Ria Sinurat. Bahkan kehadiran pria tersebut, telah merusak hubungan antara ibu dan anaknya. Apalagi saat berkunjung ke rumah, pria tersebut sering pulang larut malam.

Gelagat itu kemudian menimbulkan kecurigaan warga sekitar, hingga akhirnya warga melakukan penggebekan pada 26 April 2015 sekira pukul 02.00 WIB. Namun saat itu, pria yang diduga merupakan oknum Brimob ini, memanggil rekannya untuk datang ke lokasi. Atas desakan warga, pria tersebut membuat surat pernyataan dari hubungan tanpa status itu.

Esok harinya, Ria Sinurat pergi meninggalkan rumah dan ketiga anaknya. Sejak saat itu, dengan rasa malu dua anaknya memilih tinggal bersama kakek dan neneknya, yang merupakan orang tua dari almarhum ayahnya.

Sejak tragedi penggerebekan itu, Ria Sinurat kurang lebih 5 tahun mengabaikan tanggung jawab dan kewajibannya sebagai orangtua. Atas dasar inilah, kedua anaknya yang telah tumbuh dewasa yang harusnya mendapatkan biaya pendidikan dan kehidupan sehari-hari, menggugat perdata Ibunya ke pengadilan sebesar Rp12 miliar. (man/azw)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/