MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pengadilan Tinggi (PT) Medan menguatkan hukuman penjara 7 tahun terhadap oknum aparatur sipil negara (ASN) Puskesmas Mandrehe Utara, Kabupaten Nias Barat, WN. Dia dihukum atas kasus pencabulan anak di bawah umur hingga hamil.
Majelis hakim banding diketuai John Diamond Tambunan dalam amarnya menyatakan, perbuatan terdakwa terbukti bersalah sebagaimana Pasal 81 Ayat (2) UU RI No 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (UU) No 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU RI No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,” ujarnya.
“Sudah putus, putusannya menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Medan yakni 7 tahun penjara, denda Rp800 juta, subsidar 6 bulan kurungan,” ujar Humas PT Medan, John Pantas Lumbantobing, Sabtu (25/6).
Sebelumnya, terdakwa WN juga dihukum dengan pidana yang sama (comform) di Pengadilan Negeri Medan, pada 16 Maret 2022. Sementara, JPU Julita Rismayadi Purba sebelumnya menuntut terdakwa dengan pidana 10 tahun penjara, denda Rp800 juta subsider 6 bulan kurungan.
Diketahui, WN ditangkap petugas Unit PPA Polrestabes Medan di tempat kerjanya pada 27 September 2021. Dia diciduk karena telah mencabuli anak yang masih dibawah umur berinisial KL.
Penangkapan itu berdasarkan pengaduan korban dengan bukti laporan Nomor: STTLP/2460/X/YAN.2.5/2019/SPKT RESTABES MEDAN pada Oktober 2019 lalu. Hal itu diceritakan korban saat diwawancarai di Polrestabes Medan.
Katanya, perkenalan dirinya dengan terdakwa terjadi pada tahun 2017. Saat itu, korban masih duduk di bangku SMA kelas satu. Mereka bertemu dan saling berkenalan hingga berpacaran. Setahun berpacaran, hubungan mereka menjadi LDR lantaran WN berada di Nias dan hanya beberapa kali balik ke Medan.
Saat berpacaran, kata korban, terdakwa mengikuti ujian CPNS dan lolos. Setelah itu, pada Januari 2019, terdakwa datang ke Medan dan bertemu dengan korban. Saat itu, terdakwa mengajak korban ke Hotel kelas melati di Simpang Selayang Medan.
Korban mengaku dirayu dan di iming-imingi akan dinikahi karena terdakwa telah lolos menjadi ASN. Akhirnya korban mau menuruti keinginan terdakwa dan melakukan hubungan badan.
Kejadian tersebut tidak diberitahu korban kepada orangtuanya. Pada Maret 2019, sambungnya, korban mengabarkan ke WN bahwa dia telat datang bulan. Korban pergi ke apotek untuk membeli tespek dan hasilnya positif hamil. Namun, WN malah tidak ingin bertanggungjawab dan mengancam korban.
Pada Agustus 2019, korban dan WN kembali bertemu. Saat itu, WN menceritakan masalah yang dia hadapi kepada korban dan alasannya balik ke Medan. Korban juga mengakui kepada WN telah mengandung anaknya.
Keesokan harinya, lanjutnya, terdakwa kembali mengajak berhubungan badan. Karena dirayu dan diberi janji-janji akan dinikahkan, korban pun pasrah. Setelah beberapa hari di Medan, terdakwa kembali ke Nias.
Lalu korban menagih janjinya, karena perut korban semakin membesar besar.
Dari hasil hubungan badan itu, pada tanggal 27 Oktober 2019, korban pun melahirkan. Atas kejadian itu, WN dilaporkan ke Polrestabes Medan. (man/azw)