LUBUKPAKAM, SUMUTPOS.CO – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Lubuk Pakam, Rehulina Sembiring SH dan Alfiero SH meminta hakim menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan suami terpidana Bunga Hati Idawati boru Pasaribu alias Elsaria Idawati Pasaribu (51). Permintaan ini disampaikan jaksa dalam tanggapannya pada sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Lubuk Pakam, Rabu (26/8) pagi.
Menurut jaksa, Mahkamah Agung RI telah mengatur kembali soal pengajuan PK dalam perkara pidana sesuai dengan Surat Edaran MA RI No 01 tahun 2012 yang menegaskan permohonan PK hanya bisa diajukan oleh terpidana sendiri atau ahli warisnya. Sementara dalam kasus ini, PK atau upaya hukum luar biasa ini hanya diajukan oleh suami terpidana, Maranty Sugalingging.
Karena itu, PK yang diajukan oleh Maranty tanpa dihadiri oleh terpidana harus dinyatakan tidak dapat diterima dan berkas perkara tidak bisa dilanjutkan ke MA RI. Apalagi Maranty bukanlah ahli waris Idawati yang di tingkat kasasi divonis 16 tahun penjara itu. Soal ahli waris ini, lanjut jaksa diatur dalam KUHPerdata Pasal 832 yang bunyinya, “adanya hubungan darah diantara pewaris dengan ahli waris kecuali untuk suami atau istri dari pewaris dengan kententuan mereka masih terikat dalam perkawinan ketika pewaris meninggal dunia”.
Bahwa menurut ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud, Maranty selaku suami Idawati yang belum meninggal dunia tidak dapat disebut sebagai ahli waris. Karena itu permohonan PK yang diajukan Maranty tidak memiliki legal standing atau tidak cukup bertindak mewakili terpidana. Selain itu, alat bukti baru (novum) yang diajukan pemohon berupa salinan putusan PN Batam No. 03/Pdt.G/2012/PN.Btm tanggal 7 Juni 2012 yang menyatakan Berton Silaban telah melakukan perbuatan melawan hukum (perdata) tidak ada hubungannya dengan kasus pembunuhan bidan Nurmala Dewi.
“Idawati terbukti sengaja dan dengan direncanakan terlebih dahulu menyuruh orang menghilangkan jiwa orang lain. Sementara Beton Silaban tidak pernah diperiksa sebagai saksi hingga perkaranya telah berkekuatan hukum tetap. Jadi tak ada hubungannya,” tegas jaksa. Selain itu pemohon yang hanya mengajukan satu alat bukti juga jelas tidak sah sesuai Pasal 183 KUHAP. “Memohon kepada majelis mengeluarkan penetapan bahwa permohonan PK yang diajukan oleh Meranty suami Idawati tidak dapat diterima,” tandas Saman Munthe.
Sebelumnya, dalam nota permohonan PK-nya, melalui kuasa hukumnya Maranty meminta majelis hakim yang diketuai Sabar Simbolon, SH membatalkan putusan Kasasi MA RI yang memvonis Idawati dengan pidana 16 tahun penjara dan memulihkan hak dan martabat Idawati. Dalam sidang itu, kuasa hukum Maranty juga menyebut Idawati telah hilang. Bukti hilangnya Idawati sesuai dengan laporan ke Polsek Tanjung Priok dan berita di salah satu media cetak mingguan.
Selain surat laporan hilang, Maranty juga menyertakan surat ahli waris dari kecamatan, KK, surat nikah dan KTP. Menurut Kasi Intelijen Kejari Lubuk Pakam Muhammad Hamdan SH, alat bukti yang diajukan pemohon berupa KTP, KK, surat nikah, surat laporan hilang dari kepolisian, surat ahli waris dari kecamatan dan penetapan dari PN Batam bukan termasuk novum. “Mereka hanya berupaya saja melakukan upaya hukum,” sebutnya. Untuk mendengarkan bukti-bukti dari jaksa, hakim pun menunda sidang hingga pekan depan. (man/deo)