MEDAN, SUMUTPOS.CO – Majelis hakim mengganjar Hari Budi Utomo, alias Momo, dengan pidana selama 2 tahun 10 bulan penjara di Ruang Cakra 6 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (26/12). Terdakwa terbukti bersalah melakukan penipuan penerimaan PNS di BPOM Sumut dan Kejaksaan.
Dalam amar putusannya, terdakwa terbukti sah dan meyakinkan melanggar Pasal 372 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Hari Budi Utomo, selama 2 tahun 10 bulan penjara,” ungkap Ketua Majelis Hakim, Erintuah Damanik.
Majelis hakim berpendapat, hal yang memberatkan terdakwa, karena telah merugikan orang lain dan merupakan seorang residivis. “Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan,” imbuh Erintuah.
Terdakwa melakukan penipuan hingga merugikan korban Rp105 juta, untuk memasukkan anak korban menjadi PNS di BPOM Sumut dan Kejaksaan.
Sebelumnya, terdakwa Budi telah divonis melakukan penipuan pada Oktober 2013, dan Mei 2015 lalu.
Dalam dakwaan Jaksa Nurhayati Ulfia, kasus bermula saat terdakwa Budi mengenalkan dirinya kepada saksi korban Suwarno, oleh terdakwa Angguntur (berkas terpisah), dia merupakan pegawai Kejaksaan Agung RI, dan orang terdekat dari pejabat di Kejaksaan Agung RI.
Lalu terdakwa Budi mengatakan kepada saksi korban, dia dapat memasukkan orang menjadi PNS di BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) Sumut.
“Kemudian terdakwa menawarkan kepada saksi korban Suwarno, untuk memasukkan anak saksi korban menjadi PNS pada BPOM,” tutur Nurhayati.
Kemudian pada Juni 2016, terdakwa meminta kepada saksi korban Suwarno, untuk membuat surat lamaran atas nama anak korban, bernama Fitri Susanti, yang ditujukan kepada BPOM Jakarta.
“Setelah surat lamaran selesai dibuat dan diberikannya kepada terdakwa Budi, lalu dia meminta biaya pengurusan kepada korban sebesar Rp75 juta,” beber Nurhayati lagi.
Selanjutnya, korban memberikan uang Rp75 juta kepada terdakwa, dan dibuat tanda terima berupa kuitansi yang ditandatangani oleh terdakwa di atas materai 6.000, pada 8 Juni 2016.
Lalu sekitar September 2016, terdakwa memberikan surat-surat yang berkaitan dengan pengangkatan pegawai pada BPOM, atas nama drh Fitri Susanti, kepada saksi korban. Setelah saksi korban Suwarno, menerima surat-surat tersebut, terdakwa mengatakan, anak saksi korban akan mulai bekerja pada Desember 2016.
“Kemudian terdakwa menawarkan kembali kepada korban, ada penerimaan di Kejaksaan Agung RI, yang penempatannya di Kejaksaan Tinggi Sumut,” jelas Nurhayati.
Kemudian saksi korban Suwarno, berniat ingin memasukkan cucunya yang bernama Dian Rizky Anggraini dan Annisa Maharani Lubis. Lalu terdakwa menyuruh korban untuk membuat surat permohonan ke Kejaksaan Agung RI, dan biaya pengurusannya sebesar Rp120 juta.
“Namun Terdakwa meminta uang muka kepada saksi korban sebesar Rp20 juta. Selanjutnya dibuat tanda terima berupa kuitansi yang ditandatangani oleh terdakwa di atas materai 6.000, pada 22 September 2016,” kata Nurhayati lagi.
Selanjutnya terdakwa Budi dan terdakwa Angguntur (berkas terpisah), meminta uang biaya transportasi untuk mengambil Surat Keputusan (SK) di Jakarta sebesar Rp10 juta.
Lalu pada November 2016, terdakwa menyerahkan surat-surat yang berkaitan dengan pengangkatan pegawai Kejaksaan Agung RI, atas nama Dian Rizky Anggraini dan Annisa Maharani Lubis, kepada saksi korban.
Kemudian, terdakwa mengatakan, kedua cucu saksi korban akan bekerja pada Desember 2016 di Kejaksaan Tinggi Sumut. Namun seiring dengan berjalannya waktu, pada Januari 2017, anak dan kedua cucu saksi korban belum juga bekerja.
“Sehingga pada Februari 2017, saksi korban mengecek kembali Surat Keputusan dari BPOM di BPOM Sumut, dan mengecek Surat Keputusan Jaksa Agung RI di Kejaksaan Tinggi Sumut, yang pada akhirnya diketahui, seluruh Surat Keputusan tersebut adalah palsu,” ujar Nurhayati.
Bahwa terdakwa membuat sendiri surat-surat yang berkaitan dengan pengangkatan pegawai pada BPOM atas nama drh Fitri Susanti, dan surat-surat yang berkaitan dengan pengangkatan pegawai Kejaksaan Agung RI atas nama Dian Rizky Anggraini dan Annisa Maharani Lubis tersebut, yang diberikannya kepada saksi korban. Akibat perbuatan terdakwa, saksi korban mengalami kerugian sebesar Rp105 juta. (man/saz)