MEDAN, SUMUTPOS.CO – Tim gabungan Satuan Reskrim Polrestabes Medan, Polsek Percut Seituan, dan Polda Sumut, mengamankan 5 orang terduga pelaku bentrokan di Perumnas Mandala, yang terjadi pada Jumat (24/1) malam, pekan lalu.
Kelima terduga pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka, yakni Alimin Gultom (37), Dedi Manullang (31), Rizal Situmorang (26), Arislon Sinaga (42), dan Leo Fernando Manullang (32).
Kepala Satuan Reskrim Polretabes Medan, AKBP Maringan Simanjuntak mengatakan, semula pihaknya mengamankan Arislon Sinaga dan Leo Fernando Manullang. Keduanya diamankan setelah menyerahkan diri pasca kerusuhan terjadi. Arislon merupakan pemilik kedai tuak yang menolak saat dilakukan penggusuran.
“Kedua tersangka menyerahkan diri setelah kerusuhan terjadi. Dari hasil pemeriksaan keduanya, diperoleh nama-nama tersangka kerusuhan lainnya,” ungkap Maringan, Senin (27/1).
Berdasarkan keterangan kedua tersangka, lanjut Maringan, kemudian dilakukan pengembangan dan menangkap ketiga tersangka dari rumahnya masing-masing.
“Mereka (3 tersangka yang ditangkap belakangan) diduga melakukan pelemparan menggunakan batu saat kerusuhan. Mereka ditangkap di rumahnya masing-masing pada Minggu (26/1) dini hari,” bebernya.
Dia juga menyebutkan, kelima tersangka yang diamankan dipidana dengan pasal 170 junto 351 subsider 406 KUHP, tentang bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang maupun barang.
“Kelima tersangka sudah ditahan untuk menjalani proses hukum lebih lanjut. Untuk kasusnya masih dalam pengembangan,” kata Maringan.
Sebelumnya, aksi saling serang antara warga Jalan Rajawali 1 dan Belibis, Perumnas Mandala, terjadi pada Jumat (24/1), sekira pukul 21.30 WIB. Ratusan warga dari kedua pihak, saling lempar batu.
Kapolrestabes Medan, Kombes Pol Johnny Eddizon Isir menegaskan, keributan antara 2 kelompok warga tersebut, karena permasalahan sosial, bukan ada kaitan dengan masalah agama, atau lainnya.
Menurut mantan ajudan Presiden Jokowi ini, berdasarkan keterangan dari warga sekitar, sebelumnya ada warga Rajawali yang membuka warung tuak di pinggiran rel kereta api. Kemudian, menurut warga Belibis, warung tuak itu cukup meresahkan.
“Mungkin karena bukanya sampai larut malam, sehingga mereka merasa terganggu,” sebut Johnny.
Lantas, pihak pemerintah setempat menindaklanjuti dan menertibkan warung tuak tersebut. Hal itu dilakukan karena upaya-upaya mediasi untuk membongkar sendiri sudah disampaikan, tapi tak diindahkan.
“Jadi, ini residu mungkin, sama pihak yang ditertibkan. Kemudian mereka menganggap ada warga di sekitar situ (Jalan Belibis) yang melaporkan, agar warung tuak itu ditertibkan. Setelah itu, terjadilah keributan, berujung saling lempar batu antara kedua kelompok,” jelas Johnny.
Johnny lebih lanjut mengatakan, saat terjadi bentrokan, kebetulan di sekitar Jalan Belibis ada masjid. Akibat saling lempar itu, ada batu yang menyasar, dan akhirnya mengenai kaca jendela masjid. Hal itulah yang kemudian membuat suasana semakin tidak terkendali, karena sebagian warga menyebut masjid yang diserang.
“Jadi, bukan masjid yang menjadi sasarannya. Melainkan, ada 2 kelompok yang saling lempar, sehingga ada batu nyasar ke jendela masjid,” tegas Johnny.
Johnny juga menegaskan, pihaknya akan melakukan proses hukum, terkait laporan perusakan dari Badan Kemakmuran Masjid (BKM) tersebut, dan warga yang terkena lemparan batu. Langkah-langkah penegakan hukum secara transparan dan akuntabel, akan dilakukan untuk menindaklanjuti kasus ini.
“Cara persuasif dengan menjelaskan permasalahan kepada masyarakat sekitar, untuk menyerahkan terduga pelaku ke polisi juga sudah dilakukan. Tapi yang jelas, kasus ini permasalahan sosial, bukan berkaitan dengan masalah agama, atau lainnya,” pungkasnya. (ris/saz)