29 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Tujuh Polisi Keroyok Kakek Tua hingga Tewas

Pengeroyokan-ilustrasi
Pengeroyokan-ilustrasi

SUMUTPOS.CO – Kasus polisi berulah seakan tak ada habisnya. Belum juga tuntas perkara 4 personel Polsek Medan Timur yang dituding merampok barang bukti uang Rp 180 juta dan sabu milik bandar narkoba, Rabu (27/11) sore, giliran tujuh anggota Polsek Kualo Hulu yang mencoreng moreng citra institusi Polri. Betapa tidak, oknum pelayan pelindung dan penganyom masyarakat itu diduga mengeroyok seorang sopir truk yang sudah tua hingga tewas.

Jenazah kaku Sofyan (63) warga Desa Durian, Kec. Sei Balai, Kab. Batubara terpaksa dilarikan puluhan keluarganya ke Instalasi Jenazah RSUD dr Pirngadi Medan untuk keperluan otopsi. Pihak keluarga tak terima atas ulah tujuh personel Polsek Kualo yang memukuli korban hingga tewas saat menggelar razia rutin, Selasa (26/11) pagi.

Info yang dihimpun, kisah memilukan ini bermula saat Sofyan yang bekerja sebagai sopir truk tangki itu hendak pergi membawa CPO (minyak mentah) ke Medan. Sebelum ia dan cucunya yang merangkap kernet itu berangkat, Sofyan lebih dulu singgah ke Polsek Kualo Hulu untuk menebus SIM-nya yang ditilang polisi beberapa waktu lalu.

Usai mengambil SIM tersebut, Sofyan dan cucunya yang belakangan dketahui bernama Boy Sandi (17) itu pun pergi. Tapi baru melaju beberapa kilometer, truk tangki yang dikemudikan Sofyan kembali dihentikan ketujuh pelaku yang sedang menggelar razia di pinggir jalan besar.

Seperti biasa, petugas lantas pun meminta Sofyan menunjukkan SIM dan STNK-nya. Sofyan lantas turun dari truknya untuk memberitahukan kalau ia baru saja mengambil SIM-nya yang ditilang di Polsek Kualo Hulu. Meski sudah djelaskan, tapi ketujuh polisi itu tetap ngotot agar Sofyan menyerahkan surat-surat truk yang dikemudikannya.

Tak terima dan merasa dipermainkan, Sofyan memilih berkeras, hingga cekcok mulut sempat terjadi.

“Waktu itu kekek (Sofyan) turun dan mengatakan kalau ia baru saja mengambil SIM-nya yang ditilang. Tapi polisi itu memaksa. Karena kesal kakek dan polisi itu kudengar sempat cekcok mulut,” kenang Boy Sandy saat ditemui kru koran ini di depan kamar mayat.

Karena Sofyan berkeras, ketujuh polisi yang belum ia ketahui namanya itu akhirnya emosi dan mengelilingi korban. “Dua orang polisi menarik kerah baju kakek, satu memegang tangan kakek ke belakang dan yang lainnya memukuli dada kakek. Kakek juga diseret secara paksa ke mobil patroli,” lirih Boy Sandi yang masih terlihat trauma itu.

Tak tega melihat kakeknya dipukuli, Boy Sandi yang ketakutan akhirnya memberanikan diri untuk menghampiri kakenya yang masih dikeroyok secara membabi buta oleh ke tujuh petugas itu.

“Karena kakek dipukuli, aku datang melerai. Tapi polisi itu malah makin emosi. Mereka baru berhenti memukuli setelah aku teriak kalau kakek mengidap penyakit jantung. Mendengar itu polisi itu langsung ketakutan,” beberBoy Sandi dengan deraian air mata.

Tapi kala itu, Sofyan sudah tergeletak di aspal dengan kondisi lemas. Korban yang kesakitan sempat minta tolong agar cucunya mengambil obat yang biasa ia minum di dalam truk. “Gak bisa aku bernafas, ambil dulu obatku di dalam truk biar aku minum,” pinta Sofian kala itu pada cucunya.

Mendengar itu, Boy Sandi langsung bergegas mengambil obat korban. Tapi naas, baru 15 menit obat tersebut diminum, korban mendadak kejang-kejang. Mengetahui nyawa kakeknya terancam, Boy Sandi akhirnya memohon pertolongan pada ketujuh polisi itu. Para oknum polisi yang ketakutan itu pun membawa Sofyan ke RS Mambang Muda Aek Kanopan untuk mendapat perawatan medis. Sempat setengah jam mendapat perawatan, korban akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya. “Setelah kulihat di rumah sakit kakek sudah meninggal,” jelasnya.

Pihak rumah sakit yang menangani sempat menyatakan kalau korban meninggal karena sakit. Tapi pernyataan itu tak membuat pihak keluarga puas. “Kami tak puas dengan hasil pemeriksaan dokter, makanya kami pihak keluarga membawa ke rumah sakit sini untuk diotopsi. Agar hasil yang sebenarnya bisa membuktikan bahwa matinya korban akibat dianiaya atau sakit,” tegas Herni Sinaga, keluarga dekat korban.

Amatan wartawan, di dada korban seperti ada luka trauma dan lebam. Akan tetapi saat dimita keterangan, petugas medis di sana mengaku kalau hasil otopsi belum keluar. “Belum diketahui hasilnya. Tapi ada luka memar di dadanya,” singkat salah satu petugas kamar mayat.

Terpisah, Kapolsek Koalo Hulu, AKP Sofyan yang dikonfirmasi awak koran ini membantah kalau anggotanya melakukan penganiayaan. “Penyakit jantungnya kumat saat melihat razia. Bahkan polisi sempat membantu korban,” tulisnya via pesan singkat pada METRO ASAHAN (Grup JPNN). (tun/deo)

Pengeroyokan-ilustrasi
Pengeroyokan-ilustrasi

SUMUTPOS.CO – Kasus polisi berulah seakan tak ada habisnya. Belum juga tuntas perkara 4 personel Polsek Medan Timur yang dituding merampok barang bukti uang Rp 180 juta dan sabu milik bandar narkoba, Rabu (27/11) sore, giliran tujuh anggota Polsek Kualo Hulu yang mencoreng moreng citra institusi Polri. Betapa tidak, oknum pelayan pelindung dan penganyom masyarakat itu diduga mengeroyok seorang sopir truk yang sudah tua hingga tewas.

Jenazah kaku Sofyan (63) warga Desa Durian, Kec. Sei Balai, Kab. Batubara terpaksa dilarikan puluhan keluarganya ke Instalasi Jenazah RSUD dr Pirngadi Medan untuk keperluan otopsi. Pihak keluarga tak terima atas ulah tujuh personel Polsek Kualo yang memukuli korban hingga tewas saat menggelar razia rutin, Selasa (26/11) pagi.

Info yang dihimpun, kisah memilukan ini bermula saat Sofyan yang bekerja sebagai sopir truk tangki itu hendak pergi membawa CPO (minyak mentah) ke Medan. Sebelum ia dan cucunya yang merangkap kernet itu berangkat, Sofyan lebih dulu singgah ke Polsek Kualo Hulu untuk menebus SIM-nya yang ditilang polisi beberapa waktu lalu.

Usai mengambil SIM tersebut, Sofyan dan cucunya yang belakangan dketahui bernama Boy Sandi (17) itu pun pergi. Tapi baru melaju beberapa kilometer, truk tangki yang dikemudikan Sofyan kembali dihentikan ketujuh pelaku yang sedang menggelar razia di pinggir jalan besar.

Seperti biasa, petugas lantas pun meminta Sofyan menunjukkan SIM dan STNK-nya. Sofyan lantas turun dari truknya untuk memberitahukan kalau ia baru saja mengambil SIM-nya yang ditilang di Polsek Kualo Hulu. Meski sudah djelaskan, tapi ketujuh polisi itu tetap ngotot agar Sofyan menyerahkan surat-surat truk yang dikemudikannya.

Tak terima dan merasa dipermainkan, Sofyan memilih berkeras, hingga cekcok mulut sempat terjadi.

“Waktu itu kekek (Sofyan) turun dan mengatakan kalau ia baru saja mengambil SIM-nya yang ditilang. Tapi polisi itu memaksa. Karena kesal kakek dan polisi itu kudengar sempat cekcok mulut,” kenang Boy Sandy saat ditemui kru koran ini di depan kamar mayat.

Karena Sofyan berkeras, ketujuh polisi yang belum ia ketahui namanya itu akhirnya emosi dan mengelilingi korban. “Dua orang polisi menarik kerah baju kakek, satu memegang tangan kakek ke belakang dan yang lainnya memukuli dada kakek. Kakek juga diseret secara paksa ke mobil patroli,” lirih Boy Sandi yang masih terlihat trauma itu.

Tak tega melihat kakeknya dipukuli, Boy Sandi yang ketakutan akhirnya memberanikan diri untuk menghampiri kakenya yang masih dikeroyok secara membabi buta oleh ke tujuh petugas itu.

“Karena kakek dipukuli, aku datang melerai. Tapi polisi itu malah makin emosi. Mereka baru berhenti memukuli setelah aku teriak kalau kakek mengidap penyakit jantung. Mendengar itu polisi itu langsung ketakutan,” beberBoy Sandi dengan deraian air mata.

Tapi kala itu, Sofyan sudah tergeletak di aspal dengan kondisi lemas. Korban yang kesakitan sempat minta tolong agar cucunya mengambil obat yang biasa ia minum di dalam truk. “Gak bisa aku bernafas, ambil dulu obatku di dalam truk biar aku minum,” pinta Sofian kala itu pada cucunya.

Mendengar itu, Boy Sandi langsung bergegas mengambil obat korban. Tapi naas, baru 15 menit obat tersebut diminum, korban mendadak kejang-kejang. Mengetahui nyawa kakeknya terancam, Boy Sandi akhirnya memohon pertolongan pada ketujuh polisi itu. Para oknum polisi yang ketakutan itu pun membawa Sofyan ke RS Mambang Muda Aek Kanopan untuk mendapat perawatan medis. Sempat setengah jam mendapat perawatan, korban akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya. “Setelah kulihat di rumah sakit kakek sudah meninggal,” jelasnya.

Pihak rumah sakit yang menangani sempat menyatakan kalau korban meninggal karena sakit. Tapi pernyataan itu tak membuat pihak keluarga puas. “Kami tak puas dengan hasil pemeriksaan dokter, makanya kami pihak keluarga membawa ke rumah sakit sini untuk diotopsi. Agar hasil yang sebenarnya bisa membuktikan bahwa matinya korban akibat dianiaya atau sakit,” tegas Herni Sinaga, keluarga dekat korban.

Amatan wartawan, di dada korban seperti ada luka trauma dan lebam. Akan tetapi saat dimita keterangan, petugas medis di sana mengaku kalau hasil otopsi belum keluar. “Belum diketahui hasilnya. Tapi ada luka memar di dadanya,” singkat salah satu petugas kamar mayat.

Terpisah, Kapolsek Koalo Hulu, AKP Sofyan yang dikonfirmasi awak koran ini membantah kalau anggotanya melakukan penganiayaan. “Penyakit jantungnya kumat saat melihat razia. Bahkan polisi sempat membantu korban,” tulisnya via pesan singkat pada METRO ASAHAN (Grup JPNN). (tun/deo)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/