27 C
Medan
Tuesday, July 2, 2024

Jual Beli Aset Dilakukan Anak Pangonal

istimewa
SAKSI: Enam saksi dihadirkan jaksa terkait kasus suap yang menjerat Pangonal Harahap di persidangan, Senin (28/1).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sidang lanjutan mantan Bupati Labuhanbatu, Pangonal Harahap dalam perkara dugaan suap kembali digelar di ruang Utama Pengadilan Tipikor Medan, Senin (28/1). Enam orang saksi dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terkait sejumlah aset milik terdakwa.

Ke enam saksi di antaranya, Parlaungan, Sugianto, Zaiddin, Rita Novita, Elisa dan Ronald Simaremare. Mereka merupakan saksi dalam kapasitas jual beli aset yang disita KPK. Di antaranya, dua bidang tanah yang berlokasi di dekat kantor Bupati (Labuhanbatu), satu unit tanah dan bangunan yang berdiri di atasnya pabrik kelapa sawit.

Kemudian, dua unit ruko di Jalan Karya Jaya, Gang Pipa, Kelurahan Gedung Johor, Kecamatan Medan Johor, serta sejumlah aset bergerak berupa mobil Honda HRV. Dalam kesaksiannya, saksi kompak menyebutn

dalam setiap transaksi pembelian aset tersebut, dilakukan oleh keluarga dekat terdakwa. Bahwasannya, dalam setiap transaksi, saksi menyebut nama Baikandi dan Angginatul Harumi Harahap yang merupakan anak dari Pangonal Harahap. “Iya yang mulia, ada hubungannya dengan keluarga terdakwa,” ucap saksi kompak di hadapan majelis hakim yang dipimpin Irwan Efendi.

Namun saat itu, saksi mengaku tidak mengetahui bila pembelinya ternyata Bupati Labuhanbatu. “Tidak tahu yang mulia, setelah dipanggil KPK baru tahu jika pembelinya Bupati Pangonal Harahap,” jawab saksi lagi.

Kemudian, saat hakim menanyakan pembelian mobil Honda HRV kepada saksi Ronald Simaremare, disebut juga pembelian atas permohonan Angginatul Harumi Harahap dengan down payment (DP) Rp175 juta. Namun diakuinya, proses kredit baru berjalan tiga bulan dari yang seharusnya dibayarkan selama dua tahun. “Saya mendapat informasi sudah ditangani penyidik KPK. Berdasarkan informasi dari penyidik juga, bahwasannya mobil itu terkait kasus yang ada di Pak Pangonal,” ucap Ronald.

Namun, lanjutnya, setelah Pangonal terkena OTT, KPK meminta pihak leasing untuk mengembalikan uang muka, yang disebutnya sebagai uang suap atas kasus Pangonal. Dia dari pihak leasing, mengaku rugi atas pengembalian DP tersebut. “Cuma uang muka itu bukan diberikan kepada perusahaan kita, tetapi uang muka itu diberikan kepada dealer. Lebih kurang hampir dua ratusan juta yang mulia,” katanya.

Sementara, Pangonal Harahap yang mengenakan baju batik tampak duduk di sebelah penasehat hukumnya. Dia tampak tenang mendengarkan keterangan keenam saksi dan sesekali memegang keningnya. Usai mendengarkan keterangan saksi, Majelis Hakim menunda sidang hingga Senin (4/2) pekan depan.

Sebagaimana diketahui, JPU KPK mendakwa Pangonal dengan Pasal 12 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Dalam dakwaannya, sejak 2016 sampai 2018 bertempat di Labuhanbatu atau suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah Pengadilan Tipikor Medan, Pangonal Harahap menerima hadiah uang yang seluruhnya Rp 42.280.000.000, serta uang sejumlah SGD 218.000 dengan rincian pada tahun 2016 sejumlah Rp 12.480.000.000, pada tahun 2017 sejumlah Rp 12.300.000.000 dan pada tahun 2018 sejumlah Rp 17.500.000.000,00 dan pecahan dollar Singapura sejumlah SGD 218.000.

Uang tersebut diserahkan Effendi Syahputra melalui orang-orang kepercayaan Pangonal, yaitu H Thamrin Ritonga, Umar Ritonga (Timses Pangonal), Baikandi Harahap (Anak) dan Abu Yazid Hasibuan yang merupakan adik Ipar Pangonal.

Selanjutnya, Pangonal disebutkan JPU mengkoordinir pejabat-pejabat di Pemerintahan Kabupaten Labuhanbatu untuk mematuhinya dan meminta agar perusahaan Asiong dimenangkan dalam proyek pekerjaan. (man)

istimewa
SAKSI: Enam saksi dihadirkan jaksa terkait kasus suap yang menjerat Pangonal Harahap di persidangan, Senin (28/1).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sidang lanjutan mantan Bupati Labuhanbatu, Pangonal Harahap dalam perkara dugaan suap kembali digelar di ruang Utama Pengadilan Tipikor Medan, Senin (28/1). Enam orang saksi dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terkait sejumlah aset milik terdakwa.

Ke enam saksi di antaranya, Parlaungan, Sugianto, Zaiddin, Rita Novita, Elisa dan Ronald Simaremare. Mereka merupakan saksi dalam kapasitas jual beli aset yang disita KPK. Di antaranya, dua bidang tanah yang berlokasi di dekat kantor Bupati (Labuhanbatu), satu unit tanah dan bangunan yang berdiri di atasnya pabrik kelapa sawit.

Kemudian, dua unit ruko di Jalan Karya Jaya, Gang Pipa, Kelurahan Gedung Johor, Kecamatan Medan Johor, serta sejumlah aset bergerak berupa mobil Honda HRV. Dalam kesaksiannya, saksi kompak menyebutn

dalam setiap transaksi pembelian aset tersebut, dilakukan oleh keluarga dekat terdakwa. Bahwasannya, dalam setiap transaksi, saksi menyebut nama Baikandi dan Angginatul Harumi Harahap yang merupakan anak dari Pangonal Harahap. “Iya yang mulia, ada hubungannya dengan keluarga terdakwa,” ucap saksi kompak di hadapan majelis hakim yang dipimpin Irwan Efendi.

Namun saat itu, saksi mengaku tidak mengetahui bila pembelinya ternyata Bupati Labuhanbatu. “Tidak tahu yang mulia, setelah dipanggil KPK baru tahu jika pembelinya Bupati Pangonal Harahap,” jawab saksi lagi.

Kemudian, saat hakim menanyakan pembelian mobil Honda HRV kepada saksi Ronald Simaremare, disebut juga pembelian atas permohonan Angginatul Harumi Harahap dengan down payment (DP) Rp175 juta. Namun diakuinya, proses kredit baru berjalan tiga bulan dari yang seharusnya dibayarkan selama dua tahun. “Saya mendapat informasi sudah ditangani penyidik KPK. Berdasarkan informasi dari penyidik juga, bahwasannya mobil itu terkait kasus yang ada di Pak Pangonal,” ucap Ronald.

Namun, lanjutnya, setelah Pangonal terkena OTT, KPK meminta pihak leasing untuk mengembalikan uang muka, yang disebutnya sebagai uang suap atas kasus Pangonal. Dia dari pihak leasing, mengaku rugi atas pengembalian DP tersebut. “Cuma uang muka itu bukan diberikan kepada perusahaan kita, tetapi uang muka itu diberikan kepada dealer. Lebih kurang hampir dua ratusan juta yang mulia,” katanya.

Sementara, Pangonal Harahap yang mengenakan baju batik tampak duduk di sebelah penasehat hukumnya. Dia tampak tenang mendengarkan keterangan keenam saksi dan sesekali memegang keningnya. Usai mendengarkan keterangan saksi, Majelis Hakim menunda sidang hingga Senin (4/2) pekan depan.

Sebagaimana diketahui, JPU KPK mendakwa Pangonal dengan Pasal 12 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Dalam dakwaannya, sejak 2016 sampai 2018 bertempat di Labuhanbatu atau suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah Pengadilan Tipikor Medan, Pangonal Harahap menerima hadiah uang yang seluruhnya Rp 42.280.000.000, serta uang sejumlah SGD 218.000 dengan rincian pada tahun 2016 sejumlah Rp 12.480.000.000, pada tahun 2017 sejumlah Rp 12.300.000.000 dan pada tahun 2018 sejumlah Rp 17.500.000.000,00 dan pecahan dollar Singapura sejumlah SGD 218.000.

Uang tersebut diserahkan Effendi Syahputra melalui orang-orang kepercayaan Pangonal, yaitu H Thamrin Ritonga, Umar Ritonga (Timses Pangonal), Baikandi Harahap (Anak) dan Abu Yazid Hasibuan yang merupakan adik Ipar Pangonal.

Selanjutnya, Pangonal disebutkan JPU mengkoordinir pejabat-pejabat di Pemerintahan Kabupaten Labuhanbatu untuk mematuhinya dan meminta agar perusahaan Asiong dimenangkan dalam proyek pekerjaan. (man)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/