25 C
Medan
Saturday, September 28, 2024

Sidang Lanjutan Dugaan Korupsi Pemeliharaan Jalan di Langkat, Proyek Tetap Berjalan tanpa RKA

LANGKAT, SUMUTPOS.CO – Kasus dugaan korupsi proyek pemeliharaan jalan di Kabupaten Langkat yang bersumber dari APBD TA 2020 sebesar Rp2,4 miliar, dengan terdakwa Muhammad Armand Effendi Pohan Cs, ternyata dilalui tanpa adanya rencana kerja dan anggaran (RKA). Hal itu terungkap dari keterangan tiga saksi ASN dari Dinas Bina Marga Provinsi Sumut, yang dihadirkan tim JPU Kejari Langkat. 

KETERANGAN SAKSI: Mantan Kadis Bina Marga Provsu, Effendy Pohan dan tiga terdakwa lainnya menjalani sidang beragendakan keterangan saksi, Kamis (28/10). agusman/sumut pos.

Ketiga saksi yang dihadirkan yakni, Hasudungan Siregar selaku Sekretaris Bidang Pembangunan Dinas Bina Marga Provsu, Abdul Murad Lubis selaku Kasubbag Bina Marga Provsu dan Riski Meidian selaku Kasi Pemeliharaan Jalan dan Jembatan Dinas Bina Marga Provsu, dalam sidang di Ruang Cakra 2 Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (28/10). 

Mulanya, majelis hakim menyingung pekerjaan yang bersifat swakelola tersebut, dengan pagu awal senilai Rp4 miliar lebih, sebagaimana disebutkan saksi. 

“Awalnya pagu Rp4 miliar lebih, kemudian setelah recofusing menjadi Rp2,6 miliar dilaksanakan di lapangan meliputi jalan dan jembatan. Alasan recofusing untuk keperluan Covid-19,” ujar saksi Hasudungan, dihadapan Hakim Ketua Jarihat Simarmata. 

Usulan itu, kata Hasudungan, muncul dari Kepala UPT Binjai yang lama, kemudian berlanjut ke Dirwansyah selaku kuasa pengguna anggaran (KPA) dalam kasus ini. 

“Mekanismenya Kepala UPT mengajukan ke dinas melalui surat, baru naik ke pak kadis. Setelah selesai disini baru kita bawa ke bidang untuk dianggarkan dan di sahkan ke dewan,” terangnya. 

Atas keterangan saksi tersebut, tim JPU Kejari Langkat kembali menyinggung soal recofusing yang dinilai dilakukan tanpa proses RKA, namun proyek tetap berjalan. 

“Kenapa bisa tidak ada RKA tapi program tetap bisa dilaksanakan?,” tanya JPU. Mendapat serangan JPU, saksi Abdul Murad tampak gelagapan menjawab pertanyaan tersebut. 

“Waktu itu pak Kadis (Effendi Pohan) memaparkan lagi berapa untuk potongan. Karna sudah perintah PA (pengguna anggaran) kita pak, harusnya tetap ada RKA kalau bisa untuk recofusing,” jawabnya. 

Menurut Murad, mereka hanya menjalankan perintah dari Kadis Bina Marga, Effendi Pohan menyusun anggaran tersebut agar bisa dibawa. “Masalah tenggang waktu juga pak dari P-APBD,” ucapnya. 

“Apa konsekwensinya tanpa RKA? Sah atau tidak?,” tanya JPU kembali. Saksi Murad pun tampak terdiam, memikirkan jawabannya yang kemudian dilanjutkan JPU dengan pertanyaan lain. 

Yang jadi masalah dalam kasus, beber Murad, pengerjaan proyek tidak sesuai dengan volume pengerjaan. Artinya, kata dia, semua kesalahan dalam proyek tersebut ditumpahkan kepada terdakwa Effendy Pohan selaku PA. 

“Kronologisnya, UPT mengusulkan ke kadis, sekretaris sampai penetapan anggaran, baru dapat penyesuaian pagi yang ditetapkan kepada kita. Ada koordinasi dengan kegiatan prioritas menyesuaikan pagi anggaran tersebut. Mungkin pagu jauh lebih tinggi,” jelasnya. 

JPU kembali menyinggung hubungan cara kerja penggunaan anggaran tersebut. “Jadi dibawah dinas bina marga, kaitannya itu disampaikan ke kita harusnya programnya sudah ada. Harus sesuai dengan usulan,” kata Murad.

Saksi lainnya, Riski mengaku tidak dilibatkan dalam proyek tersebut, walau dia selaku Kasi Pemeliharaan Jalan dan Jembatan. Perannya kemudian digantikan oleh terdakwa Agussuti Nasution ST, selaku PPATK dalam kasus tersebut. 

Diwaktu yang sama, sebelumnya majelis hakim menolak eksepsi keempat terdakwa, yakni Muhammad Armand Effendy Pohan selaku Kadis Bina Marga Provsu, Ir Dirwansyah selaku kuasa pengguna anggaran (KPA), Agussuti Nasution ST selaku PPATK dan Tengku Syahril selaku Bendahara Pengeluaran. 

Mengutip surat dakwaan, kasus bermula saat terdakwa menyetujui pelaksanaan kegiatan rehabilitasi/pemeliharaan rutin kalan provinsi di Kabupaten Langkat tanpa ada perencanaan dan menyetujui pekerjaan yang tidak sesuai dengan DPA-SKPD.

Memerintahkan pembayaran tanpa melakukan pengujian dan penelitian kebenaran materiil terhadap Surat Pertanggungjawaban (SPJ), melakukan pengeluaran atas beban anggaran daerah untuk tujuan lain dari yang telah ditetapkan dalam APBD dan melakukan pengeluaran atas belanja beban APBD tanpa didukung dengan bukti yang lengkap dan sah. 

Lebih lanjut, terdakwa juga tidak melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran SKPD yang di pimpinnya, menerima sesuatu yang bukan haknya yang patut diketahui Amatau diduganya berkaitan dengan pengadaan barang/jasa.

Kemudian, melakukan pengelolaan keuangan daerah yang tdak taat lada peraturan perundang-undangan serta tidak memperhatikan rasa keadilan menunjuk PPTK dalam kegiatan rehabilitasi/pemeliharaan Jalan Provinsi di Kabupaten Langkat tidak sesuai dengan kopetensi jabatan.

Dalam laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara atas dugaan tindak pidana korupsi pada kegiatan rehabilitasi/pemeliharaan rutin yang dilakukan terdakwa senilai Rp1.070.000.000.

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU RI No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo UU No 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI No 31 Tahun 1999 tentang tindak pidana pemberantasan korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. 

Atau Pasal 3 Jo Pasal 18 UU RI No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo UU No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang tindak pidana pemberantasan korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. (man) 

LANGKAT, SUMUTPOS.CO – Kasus dugaan korupsi proyek pemeliharaan jalan di Kabupaten Langkat yang bersumber dari APBD TA 2020 sebesar Rp2,4 miliar, dengan terdakwa Muhammad Armand Effendi Pohan Cs, ternyata dilalui tanpa adanya rencana kerja dan anggaran (RKA). Hal itu terungkap dari keterangan tiga saksi ASN dari Dinas Bina Marga Provinsi Sumut, yang dihadirkan tim JPU Kejari Langkat. 

KETERANGAN SAKSI: Mantan Kadis Bina Marga Provsu, Effendy Pohan dan tiga terdakwa lainnya menjalani sidang beragendakan keterangan saksi, Kamis (28/10). agusman/sumut pos.

Ketiga saksi yang dihadirkan yakni, Hasudungan Siregar selaku Sekretaris Bidang Pembangunan Dinas Bina Marga Provsu, Abdul Murad Lubis selaku Kasubbag Bina Marga Provsu dan Riski Meidian selaku Kasi Pemeliharaan Jalan dan Jembatan Dinas Bina Marga Provsu, dalam sidang di Ruang Cakra 2 Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (28/10). 

Mulanya, majelis hakim menyingung pekerjaan yang bersifat swakelola tersebut, dengan pagu awal senilai Rp4 miliar lebih, sebagaimana disebutkan saksi. 

“Awalnya pagu Rp4 miliar lebih, kemudian setelah recofusing menjadi Rp2,6 miliar dilaksanakan di lapangan meliputi jalan dan jembatan. Alasan recofusing untuk keperluan Covid-19,” ujar saksi Hasudungan, dihadapan Hakim Ketua Jarihat Simarmata. 

Usulan itu, kata Hasudungan, muncul dari Kepala UPT Binjai yang lama, kemudian berlanjut ke Dirwansyah selaku kuasa pengguna anggaran (KPA) dalam kasus ini. 

“Mekanismenya Kepala UPT mengajukan ke dinas melalui surat, baru naik ke pak kadis. Setelah selesai disini baru kita bawa ke bidang untuk dianggarkan dan di sahkan ke dewan,” terangnya. 

Atas keterangan saksi tersebut, tim JPU Kejari Langkat kembali menyinggung soal recofusing yang dinilai dilakukan tanpa proses RKA, namun proyek tetap berjalan. 

“Kenapa bisa tidak ada RKA tapi program tetap bisa dilaksanakan?,” tanya JPU. Mendapat serangan JPU, saksi Abdul Murad tampak gelagapan menjawab pertanyaan tersebut. 

“Waktu itu pak Kadis (Effendi Pohan) memaparkan lagi berapa untuk potongan. Karna sudah perintah PA (pengguna anggaran) kita pak, harusnya tetap ada RKA kalau bisa untuk recofusing,” jawabnya. 

Menurut Murad, mereka hanya menjalankan perintah dari Kadis Bina Marga, Effendi Pohan menyusun anggaran tersebut agar bisa dibawa. “Masalah tenggang waktu juga pak dari P-APBD,” ucapnya. 

“Apa konsekwensinya tanpa RKA? Sah atau tidak?,” tanya JPU kembali. Saksi Murad pun tampak terdiam, memikirkan jawabannya yang kemudian dilanjutkan JPU dengan pertanyaan lain. 

Yang jadi masalah dalam kasus, beber Murad, pengerjaan proyek tidak sesuai dengan volume pengerjaan. Artinya, kata dia, semua kesalahan dalam proyek tersebut ditumpahkan kepada terdakwa Effendy Pohan selaku PA. 

“Kronologisnya, UPT mengusulkan ke kadis, sekretaris sampai penetapan anggaran, baru dapat penyesuaian pagi yang ditetapkan kepada kita. Ada koordinasi dengan kegiatan prioritas menyesuaikan pagi anggaran tersebut. Mungkin pagu jauh lebih tinggi,” jelasnya. 

JPU kembali menyinggung hubungan cara kerja penggunaan anggaran tersebut. “Jadi dibawah dinas bina marga, kaitannya itu disampaikan ke kita harusnya programnya sudah ada. Harus sesuai dengan usulan,” kata Murad.

Saksi lainnya, Riski mengaku tidak dilibatkan dalam proyek tersebut, walau dia selaku Kasi Pemeliharaan Jalan dan Jembatan. Perannya kemudian digantikan oleh terdakwa Agussuti Nasution ST, selaku PPATK dalam kasus tersebut. 

Diwaktu yang sama, sebelumnya majelis hakim menolak eksepsi keempat terdakwa, yakni Muhammad Armand Effendy Pohan selaku Kadis Bina Marga Provsu, Ir Dirwansyah selaku kuasa pengguna anggaran (KPA), Agussuti Nasution ST selaku PPATK dan Tengku Syahril selaku Bendahara Pengeluaran. 

Mengutip surat dakwaan, kasus bermula saat terdakwa menyetujui pelaksanaan kegiatan rehabilitasi/pemeliharaan rutin kalan provinsi di Kabupaten Langkat tanpa ada perencanaan dan menyetujui pekerjaan yang tidak sesuai dengan DPA-SKPD.

Memerintahkan pembayaran tanpa melakukan pengujian dan penelitian kebenaran materiil terhadap Surat Pertanggungjawaban (SPJ), melakukan pengeluaran atas beban anggaran daerah untuk tujuan lain dari yang telah ditetapkan dalam APBD dan melakukan pengeluaran atas belanja beban APBD tanpa didukung dengan bukti yang lengkap dan sah. 

Lebih lanjut, terdakwa juga tidak melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran SKPD yang di pimpinnya, menerima sesuatu yang bukan haknya yang patut diketahui Amatau diduganya berkaitan dengan pengadaan barang/jasa.

Kemudian, melakukan pengelolaan keuangan daerah yang tdak taat lada peraturan perundang-undangan serta tidak memperhatikan rasa keadilan menunjuk PPTK dalam kegiatan rehabilitasi/pemeliharaan Jalan Provinsi di Kabupaten Langkat tidak sesuai dengan kopetensi jabatan.

Dalam laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara atas dugaan tindak pidana korupsi pada kegiatan rehabilitasi/pemeliharaan rutin yang dilakukan terdakwa senilai Rp1.070.000.000.

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU RI No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo UU No 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI No 31 Tahun 1999 tentang tindak pidana pemberantasan korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. 

Atau Pasal 3 Jo Pasal 18 UU RI No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo UU No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang tindak pidana pemberantasan korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. (man) 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/