30 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

KPK Periksa Kaki Tangan Irham

Irham Buana Nasution//file/sumut pos
Irham Buana Nasution//file/sumut pos

JAKARTA-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), membutuhkan waktu lebih dari sepuluh jam untuk memeriksa mantan anggota DPRD Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Bakhtiar Ahmad Sibarani. Pengacara yang menurut mantan anggota KPU Tapanuli Tengah (Tapteng) Maruli Firman Lubis sebagai kaki tangan mantan Ketua KPU Sumut Irham Buana Nasution itu diperiksa terkait kasus dugaan suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtarn
Pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (28/11), ini sempat menimbulkan wacana, kemungkinan Bakhtiar akan ditetapkan sebagai tersangka baru. Karena meski sama-sama berstatus sebagai saksi, pemeriksaan terhadap dirinya jauh lebih lama daripada pemeriksaan yang dilakukan penyidik KPK terhadap Irham Buana Nasution.

“Beliau masih diperiksa di atas sebagai saksi untuk kasus dugaan suap terhadap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar,” ujar Juru Bicara KPK, Johan Budi, saat dihubungi koran ini, Kamis malam sekitar Pukul 21.00 WIB.

Menurut Johan, Bakhtiar diperiksa sejak Pukul 09.30 WIB pagi. Namun Johan belum bersedia memastikan apakah Bakhtiar diperiksa terkait dugaan perkara suap atas pemilihan kepala daerah Tapanuli Tengah pada 2011 lalu.

Ia hanya menyatakan Akil memang baru disangkakan menerima suap untuk pengurusan Pilkada Gunung Mas,  Kalimantan Tengah, dan Pilkada Kabupaten Lebak, Banten di MK. Namun, KPK tidak menutup kemungkinan mendalami dugaan adanya penerimaan suap terkait pilkada lain.

“Soal laporan, memang ada beberapa laporan terkait pilkada di luar Lebak dan Gunung Mas, cuma daerah mana saja saya nggak dapat informasinya,” ujar Johan.

Karena itu saat ditanya lebih lanjut apakah KPK memeriksa kebenaran dugaan Bakhtiar menyerahkan uang suap untuk Akil, terkait pilkada Tapteng lewat Irham Buana, senilai Rp4 miliar, Johan belum dapat menjawab lebih lanjut. “Soal begituan mah aku ‘gak ngerti,” katanya.

Penasaran akan dugaan lamanya Bakhtiar diperiksa KPK, koran ini kemudian mencoba menghubungi nomor telepon genggam Bakhtiar. Namun ternyata tidak aktif. Karena itu hingga berita ini diturunkan, koran ini belum dapat mengkonfirmasi kepada Bakhtiar, seperti apa proses pemeriksaan yang ia jalani.

Di sisi lain, Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, menyebutkan, Bakhtiar dimintai keterangan karena dianggap tahu kasus dugaan pencucian uang yang dilakukan mantan Ketua MK itu. Priharsa tidak menjelaskan detil keterkaitan Bakhtiar dengan kasus Akil.

Hanya saja, berdasar informasi yang dihimpun koran ini, ada dua kemungkinan dugaan keterlibatan Bahktiar. Dua kemungkinan ini sama-sama terkait dengan penanganan kasus sengketa pilkada Tapteng di MK pada 2011 silam.

Mantan anggota KPU Tapanuli Tengah (Tapteng) Maruli Firman Lubis kepada koran ini pada 23 November 2013 lalu membeber mengenai keterlibatan Bahktiar. Dengan lugas, Maruli mengatakan, di kalangan anggota KPU kabupaten/kota di wilayah Sumut, kedekatan Akil dengan Irham sudah bukan menjadi rahasia lagi, yakni kedekatan sebagai ‘pemain’ kasus sengketa pilkada di MK.

Irham, sebut Maruli, juga punya jaringan yang tugasnya menakut-nakuti calon bupati/wakil bupati yang bersengketa di MK, yang persidangannya ditangani Akil. Jaringan Irham ini punya tugas membisiki calon korban bahwa putusan MK akan mengalahkan yang bersangkutan. Nah, jika ingin menang, bisa diurus Akil lewat Irham.

Maruli bahkan berani menyebut, jaringan Irham untuk pilkada Tapteng adalah seorang pimpinan partai setempat, berinisial BS. Si BS ini lah yang menurut cerita Maruli, lantas mendekati timses seorang Raja Bonaran Situmeang. BS adalah inisial yang mengarah ke nama Bakhtiar Sibarani.

“Dia yang menawarkan jasanya ke timses Raja Bonaran Situmeang. Ditakut-takuti, MK akan memutuskan pilkada ulang. Lantas dibilang, itu bisa diurus Irham. Cerita kayak gini ini sudah menjadi omongan di kedai-kedai kopi di Tapteng,” ujar Maruli.

Maruli membeber borok lebih detil. Mulailah disepakati angka Rp4 miliar. “Dua miliar diantar Irham, BS dan satu lagi EP, ke rumah Akil di Depok. Itu sebelum putusan 12 Juli 2011. Setelah dilantik, dua miliar lagi. Yang satu miliar ditransfer ke rekening perusahaan istri Akil. Yang satu miliar lagi ditransfer ke rekening Irham. Jadi total empat miliar,” bebernya.

“Kalau tidak percaya, coba cek transaksi rekening Irham dan istrinya mulai 2008 sampai dengan 2013. Rekening istri Akil itu Mandiri Cabang Cibinong. Coba cek juga, ada gak transfer yang masuk dari Bank Sumut Sibolga ke rekening Irham,” imbuhnya lagi.

Bahkan, Maruli mengatakan, slip transfer uang itu masih berada di tangan EP. “Ini tidak hanya terjadi di Tapteng, hampir semua pilkada wilayah Sumut. Mulai 2008, Irham yang berkuasa,” katanya.

Lalu, ketika ditantang untuk bersaksi terkait keterangan tadi, Maruli sama sekali tak gentar. “Saya siap asalnya dijadikan justice colaborator. Saya rasa EP juga siap,” klaim Maruli pada 23 November lalu kepada koran ini.

Itu kemungkinan pertama. Kemungkinan kedua agak beda lagi. Menurut sumber koran ini di Jakarta, uang yang diserahkan ke Akil merupakan uang milik Bakhtiar. Atas persetujuan Bonaran, masih kata sumber, Bakhtiar mau menggelontorkan dana ke Akil dengan harapan nantinya dikembalikan Bonaran lewat proyek-proyek di Tapteng.

“Tapi rupanya hingga sekarang belum dapat proyek juga. Saya dengar dia ribut dengan bupati karena uangnya belum juga balik,” ujar sumber koran ini yang tahu persis liku-liku ‘permainan’ seputar penyelesaian sengketa pemilukada Tapteng di MK dulu. (gir/sam)

Irham Buana Nasution//file/sumut pos
Irham Buana Nasution//file/sumut pos

JAKARTA-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), membutuhkan waktu lebih dari sepuluh jam untuk memeriksa mantan anggota DPRD Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Bakhtiar Ahmad Sibarani. Pengacara yang menurut mantan anggota KPU Tapanuli Tengah (Tapteng) Maruli Firman Lubis sebagai kaki tangan mantan Ketua KPU Sumut Irham Buana Nasution itu diperiksa terkait kasus dugaan suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtarn
Pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (28/11), ini sempat menimbulkan wacana, kemungkinan Bakhtiar akan ditetapkan sebagai tersangka baru. Karena meski sama-sama berstatus sebagai saksi, pemeriksaan terhadap dirinya jauh lebih lama daripada pemeriksaan yang dilakukan penyidik KPK terhadap Irham Buana Nasution.

“Beliau masih diperiksa di atas sebagai saksi untuk kasus dugaan suap terhadap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar,” ujar Juru Bicara KPK, Johan Budi, saat dihubungi koran ini, Kamis malam sekitar Pukul 21.00 WIB.

Menurut Johan, Bakhtiar diperiksa sejak Pukul 09.30 WIB pagi. Namun Johan belum bersedia memastikan apakah Bakhtiar diperiksa terkait dugaan perkara suap atas pemilihan kepala daerah Tapanuli Tengah pada 2011 lalu.

Ia hanya menyatakan Akil memang baru disangkakan menerima suap untuk pengurusan Pilkada Gunung Mas,  Kalimantan Tengah, dan Pilkada Kabupaten Lebak, Banten di MK. Namun, KPK tidak menutup kemungkinan mendalami dugaan adanya penerimaan suap terkait pilkada lain.

“Soal laporan, memang ada beberapa laporan terkait pilkada di luar Lebak dan Gunung Mas, cuma daerah mana saja saya nggak dapat informasinya,” ujar Johan.

Karena itu saat ditanya lebih lanjut apakah KPK memeriksa kebenaran dugaan Bakhtiar menyerahkan uang suap untuk Akil, terkait pilkada Tapteng lewat Irham Buana, senilai Rp4 miliar, Johan belum dapat menjawab lebih lanjut. “Soal begituan mah aku ‘gak ngerti,” katanya.

Penasaran akan dugaan lamanya Bakhtiar diperiksa KPK, koran ini kemudian mencoba menghubungi nomor telepon genggam Bakhtiar. Namun ternyata tidak aktif. Karena itu hingga berita ini diturunkan, koran ini belum dapat mengkonfirmasi kepada Bakhtiar, seperti apa proses pemeriksaan yang ia jalani.

Di sisi lain, Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, menyebutkan, Bakhtiar dimintai keterangan karena dianggap tahu kasus dugaan pencucian uang yang dilakukan mantan Ketua MK itu. Priharsa tidak menjelaskan detil keterkaitan Bakhtiar dengan kasus Akil.

Hanya saja, berdasar informasi yang dihimpun koran ini, ada dua kemungkinan dugaan keterlibatan Bahktiar. Dua kemungkinan ini sama-sama terkait dengan penanganan kasus sengketa pilkada Tapteng di MK pada 2011 silam.

Mantan anggota KPU Tapanuli Tengah (Tapteng) Maruli Firman Lubis kepada koran ini pada 23 November 2013 lalu membeber mengenai keterlibatan Bahktiar. Dengan lugas, Maruli mengatakan, di kalangan anggota KPU kabupaten/kota di wilayah Sumut, kedekatan Akil dengan Irham sudah bukan menjadi rahasia lagi, yakni kedekatan sebagai ‘pemain’ kasus sengketa pilkada di MK.

Irham, sebut Maruli, juga punya jaringan yang tugasnya menakut-nakuti calon bupati/wakil bupati yang bersengketa di MK, yang persidangannya ditangani Akil. Jaringan Irham ini punya tugas membisiki calon korban bahwa putusan MK akan mengalahkan yang bersangkutan. Nah, jika ingin menang, bisa diurus Akil lewat Irham.

Maruli bahkan berani menyebut, jaringan Irham untuk pilkada Tapteng adalah seorang pimpinan partai setempat, berinisial BS. Si BS ini lah yang menurut cerita Maruli, lantas mendekati timses seorang Raja Bonaran Situmeang. BS adalah inisial yang mengarah ke nama Bakhtiar Sibarani.

“Dia yang menawarkan jasanya ke timses Raja Bonaran Situmeang. Ditakut-takuti, MK akan memutuskan pilkada ulang. Lantas dibilang, itu bisa diurus Irham. Cerita kayak gini ini sudah menjadi omongan di kedai-kedai kopi di Tapteng,” ujar Maruli.

Maruli membeber borok lebih detil. Mulailah disepakati angka Rp4 miliar. “Dua miliar diantar Irham, BS dan satu lagi EP, ke rumah Akil di Depok. Itu sebelum putusan 12 Juli 2011. Setelah dilantik, dua miliar lagi. Yang satu miliar ditransfer ke rekening perusahaan istri Akil. Yang satu miliar lagi ditransfer ke rekening Irham. Jadi total empat miliar,” bebernya.

“Kalau tidak percaya, coba cek transaksi rekening Irham dan istrinya mulai 2008 sampai dengan 2013. Rekening istri Akil itu Mandiri Cabang Cibinong. Coba cek juga, ada gak transfer yang masuk dari Bank Sumut Sibolga ke rekening Irham,” imbuhnya lagi.

Bahkan, Maruli mengatakan, slip transfer uang itu masih berada di tangan EP. “Ini tidak hanya terjadi di Tapteng, hampir semua pilkada wilayah Sumut. Mulai 2008, Irham yang berkuasa,” katanya.

Lalu, ketika ditantang untuk bersaksi terkait keterangan tadi, Maruli sama sekali tak gentar. “Saya siap asalnya dijadikan justice colaborator. Saya rasa EP juga siap,” klaim Maruli pada 23 November lalu kepada koran ini.

Itu kemungkinan pertama. Kemungkinan kedua agak beda lagi. Menurut sumber koran ini di Jakarta, uang yang diserahkan ke Akil merupakan uang milik Bakhtiar. Atas persetujuan Bonaran, masih kata sumber, Bakhtiar mau menggelontorkan dana ke Akil dengan harapan nantinya dikembalikan Bonaran lewat proyek-proyek di Tapteng.

“Tapi rupanya hingga sekarang belum dapat proyek juga. Saya dengar dia ribut dengan bupati karena uangnya belum juga balik,” ujar sumber koran ini yang tahu persis liku-liku ‘permainan’ seputar penyelesaian sengketa pemilukada Tapteng di MK dulu. (gir/sam)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/