28 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Sidang Illegal Fishing, WN Malaysia: Pengawasan Perairan Indonesia Lemah

SIDANG VIRTUAL: Ching Chee Wei memberikan keterangan dihadapan hakim melalui sidang virtual, Rabu (29/7).man/sumu tpos.
SIDANG VIRTUAL: Ching Chee Wei memberikan keterangan dihadapan hakim melalui sidang virtual, Rabu (29/7).man/sumu tpos.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ching Chee Wei (39), warga negara Malaysia sekaligus nakhoda KM SLFA 5070 menjadi terdakwa dalam sidang virtual di Ruang Cakra 5 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (29/7). Dia didakwa jaksa atas kasus illegal fishing diwilayah teritorial Indonesia.

DALAM sidang tersebut, terungkap bahwa Ching Chee bersama-sama dengan anak buah kapalnya berhasil menangkap ikan seberat 100 kilogram dalam sehari. “Bisa jadi 100 kilo pak dalam sehari,” ujar terdakwa dihadapan hakim ketua, Morgan Simanjuntak.

Dijelaskan, mereka mengambil dengan cara menjaring dan melakukan teknik bubu (alat jerat ikan tradisional). Dia bersama dengan anak buah kapal (ABK), menaburkan jerat ikan tersebut disepuluh titik lokasi berbeda di wilayah Dumai yang juga masih teritorial Indonesia.

Selanjutnya, setelah menaburkan ia dan beberapa ABK menebarkan jaring didaerah lain yang masih juga bagian dari wilayah teritorial Indonesia. “Setelah kami tebar, kami tinggalkan selama 10 hari, kami menjaring ikan pak ditempat lain,” bebernya.

Selanjutnya hakim bertanya, apakah terdakwa tau telah memasuki area teritori Indonesia dan sengaja memasukinya. “Jadi untung-untunganlah pak, kalau berhasil ya ada ikan, kalau enggak ya gak ada ikan pak,” ujarnya.

Kata terdakwa lagi, bahwa ikan diperairan Indonesia sangatlah banyak, dibandingkan Malaysia, perbandingan bisa 1 banding 3 atau 1 banding 2. “Oh, jadi itu alasanmu masuk ke Indonesia,” kata hakim.

Selanjutnya, hakim mengatakan bahwa terdakwa sebenarnya mengetahui pengawasan di perairan Indonesia tersebut lemah, sehingga berani masuk ke wilayah teritori tersebut. “Iya pak, kan saya bilang untung-untungan,” katanya.

Dia juga mengaku banyak kapal asing asal Malaysia lainnya ikut menjaring ikan diwalayah tersebut, namun naas yang tertangkap hanyalah kapalnya saja.

Hal tersebut selaras dengan penjelasan ahli Breiwon Sagala yang menyatakan bahwa bubu yang dibawa oleh terdakwa ini adalah bubu (alat penjerat ikan) jenis besi, dimana ukuran bubu tersebut mulai dari 2-5 meter.

“Jadi yang mulia, dia ini membawa bubu besi yang ukurannya itu sangatlah besar, bisa sampai 2 hingga 5 meter, dan yang pasti kapalnya ini kapal besar,” ujar ahli.

Setelah mendengarkan keterangan ahli dan terdakwa, majelis hakim menunda persidangan hingga pekan depan dengan agenda tuntutan jaksa.

Dikutip dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Roceberry C Damanik, perkara ini bermula ketika terdakwa Ching Chee Wei selaku Nahkoda KM SLFA 5070 GT 17,63, pada hari Selasa(16/6/2020) pagi, bertempat di Perairan Teritorial Indonesia Selat Malaka(Dumai) wilayah pengelolaan perikanan Indonesia pada posisi koordinat 02º44,918′ LU -101º00,788′ BT.

KM SLFA 5070 yang dinahkodai oleh terdakwa, telah melanggar pasal Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2002, subsider Pasal 69 ayat (4) tentang Hak dan Kewajiban Kapal Asing Dalam Melaksanakan Lintas Air Laut Kepulauan Melalui Alur-Alur Laut. (man/dek)

SIDANG VIRTUAL: Ching Chee Wei memberikan keterangan dihadapan hakim melalui sidang virtual, Rabu (29/7).man/sumu tpos.
SIDANG VIRTUAL: Ching Chee Wei memberikan keterangan dihadapan hakim melalui sidang virtual, Rabu (29/7).man/sumu tpos.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ching Chee Wei (39), warga negara Malaysia sekaligus nakhoda KM SLFA 5070 menjadi terdakwa dalam sidang virtual di Ruang Cakra 5 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (29/7). Dia didakwa jaksa atas kasus illegal fishing diwilayah teritorial Indonesia.

DALAM sidang tersebut, terungkap bahwa Ching Chee bersama-sama dengan anak buah kapalnya berhasil menangkap ikan seberat 100 kilogram dalam sehari. “Bisa jadi 100 kilo pak dalam sehari,” ujar terdakwa dihadapan hakim ketua, Morgan Simanjuntak.

Dijelaskan, mereka mengambil dengan cara menjaring dan melakukan teknik bubu (alat jerat ikan tradisional). Dia bersama dengan anak buah kapal (ABK), menaburkan jerat ikan tersebut disepuluh titik lokasi berbeda di wilayah Dumai yang juga masih teritorial Indonesia.

Selanjutnya, setelah menaburkan ia dan beberapa ABK menebarkan jaring didaerah lain yang masih juga bagian dari wilayah teritorial Indonesia. “Setelah kami tebar, kami tinggalkan selama 10 hari, kami menjaring ikan pak ditempat lain,” bebernya.

Selanjutnya hakim bertanya, apakah terdakwa tau telah memasuki area teritori Indonesia dan sengaja memasukinya. “Jadi untung-untunganlah pak, kalau berhasil ya ada ikan, kalau enggak ya gak ada ikan pak,” ujarnya.

Kata terdakwa lagi, bahwa ikan diperairan Indonesia sangatlah banyak, dibandingkan Malaysia, perbandingan bisa 1 banding 3 atau 1 banding 2. “Oh, jadi itu alasanmu masuk ke Indonesia,” kata hakim.

Selanjutnya, hakim mengatakan bahwa terdakwa sebenarnya mengetahui pengawasan di perairan Indonesia tersebut lemah, sehingga berani masuk ke wilayah teritori tersebut. “Iya pak, kan saya bilang untung-untungan,” katanya.

Dia juga mengaku banyak kapal asing asal Malaysia lainnya ikut menjaring ikan diwalayah tersebut, namun naas yang tertangkap hanyalah kapalnya saja.

Hal tersebut selaras dengan penjelasan ahli Breiwon Sagala yang menyatakan bahwa bubu yang dibawa oleh terdakwa ini adalah bubu (alat penjerat ikan) jenis besi, dimana ukuran bubu tersebut mulai dari 2-5 meter.

“Jadi yang mulia, dia ini membawa bubu besi yang ukurannya itu sangatlah besar, bisa sampai 2 hingga 5 meter, dan yang pasti kapalnya ini kapal besar,” ujar ahli.

Setelah mendengarkan keterangan ahli dan terdakwa, majelis hakim menunda persidangan hingga pekan depan dengan agenda tuntutan jaksa.

Dikutip dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Roceberry C Damanik, perkara ini bermula ketika terdakwa Ching Chee Wei selaku Nahkoda KM SLFA 5070 GT 17,63, pada hari Selasa(16/6/2020) pagi, bertempat di Perairan Teritorial Indonesia Selat Malaka(Dumai) wilayah pengelolaan perikanan Indonesia pada posisi koordinat 02º44,918′ LU -101º00,788′ BT.

KM SLFA 5070 yang dinahkodai oleh terdakwa, telah melanggar pasal Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2002, subsider Pasal 69 ayat (4) tentang Hak dan Kewajiban Kapal Asing Dalam Melaksanakan Lintas Air Laut Kepulauan Melalui Alur-Alur Laut. (man/dek)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/