BANGKOK – Gelombang demonstrasi anti pemerintah Thailand belum memperlihatkan tanda-tanda menyurut. Kemarin (1/12) polisi sampai harus menembakkan gas air mata untuk mencegah massa yang akan menduduki sejumlah kantor pemerintahan.
Bahkan, pada Sabtu (30/11), 4 orang tewas dan lebih dari 60 lainnya terluka dalam bentrokan antara demonstran oposisi dan pendukung Perdana Menteri (PM) Yingluck Shinawatra. Kedua pihak saling menyalahkan atas provokasi yang berbuntut pada kekerasan itu.
Sebelum bentrokan berdarah pada Sabtu pecah, demonstrasi berjalan relatif damai dan tidak pernah ada korban jiwa. “Wilayah paling rawan adalah di sekitar kantor-kantor pemerintahan,” terang Letnan Jenderal Paradon Pattanathabut.
Demonstran juga kembali menerobos masuk sejumlah stasiun televisi nasional untuk memaksakan siaran pesan dari pimpinan mereka, mantan Wakil Perdana Menteri Suthep Thaugsuban. Pesan untuk mengajak warga melakukan aksi nasional itu disiarkan di hampir seluruh kanal televisi Thailand.
“Untuk melanjutkan gerakan rakyat dan melengserkan rezim Thaksin (mantan PM Thailand, Thaksin Shinawatra, Red), Komite Reformasi Rakyat Demokratik menyerukan bahwa Senin, 2 Desember, adalah hari libur untuk semua sektor pemerintahan,” serunya.
Perkembangan terakhir kemarin merupakan aksi terbesar demonstran untuk melengserkan Yingluck. Sang perdana menteri tidak berada di markas polisi tersebut seperti isu yang diterima para demonstran.
Stasiun televisi nasional, Thai Public Broadcasting Service, yang menjadi sasaran aksi demonstrasi dilaporkan tetap beroperasi seperti biasa. Namun, sempat terjadi negosiasi antara aparat keamanan dan pimpinan aksi. Seorang juru bicara pemerintah Teerat Rattansevi mengatakan, jumlah mereka ratusan.
Menduduki kantor pemerintahan, bagi para demonstran, adalah sebuah simbol kemenangan. Sebab, itu adalah pusat-pusat kekuasaan. Yingluck sampai harus dipindahkan ke kantornya yang lain ketika eskalasi kekerasan semakin mengkhawatirkan.
Demonstran yang kalap saat menghadapi polisi menutupi hidung dan mulut mereka untuk menghindari sengatan asap gas air mata. Mereka bersenjata batu dan menyerang istana presiden yang dijaga ketat polisi anti huru-hara.
Sebagai balasan, polisi menembakkan gas air mata yang membuat massa berlarian menghindari asap. Beberapa menit kemudian, mereka kembali.
Yingluck telah menyatakan tidak akan menggunakan kekerasan untuk membubarkan demonstrasi. Namun, situasinya berubah setelah polisi Thailand menerbitkan surat peringatan tangkap terhadap pimpinan demonstran Suthep Thaugsuban.
Pada Jumat (29/11), massa nekad melompati gerbang markas besar militer. Mereka menuntut militer berpihak kepada demonstran untuk menurunkan penguasa yang mereka sebut rezim Shinawatra.
Sejauh ini, militer masih memilih tidak ikut campur dalam konflik yang terjadi. Namun, pada 2006, militerlah yang berperan besar mendukung demonstran dalam menggulingkan kakak kandung Yingluck, Thaksin, melalui kudeta tak berdarah. (CNN/BBC/cak/c17/tia)