MOSKOW, SUMUTPOS.CO – Presiden Ukraina Petro Poroshenko mulai kewalahan menghadapi aksi militer Rusia di wilayahnya. Kemarin (2/9) pemimpin 48 tahun itu memutuskan meminta bantuan Amerika Serikat (AS) dalam menghadapi invasi Moskow. Rencananya, dia menyampaikan permintaan tersebut melalui Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
Keputusan Poroshenko itu langsung berpengaruh pada hubungan Rusia dan NATO. Sebelumnya, NATO geram terhadap Moskow yang terus-menerus menginvasi Ukraina. Apalagi, pasukan Negeri Beruang Merah tersebut sudah berada di Kota Donetsk dan Kota Luhansk yang menjadi basis separatis pro-Rusia. ‘NATO mungkin menerjunkan beberapa ribu personel (ke Ukraina),’ kata Anders Fogh Rasmussen.
Dari Kota Brussels, Belgia, Rasmussen menyatakan bahwa pengerahan pasukan tersebut bisa saja terjadi dalam hitungan hari. Pemimpin tertinggi NATO itu menyebut, pengerahan unit reaksi cepat ke Ukraina itu dilakukan sebagai aksi tandingan bagi Rusia. Setidaknya, NATO bisa menandingi gerak pasukan Rusia di Ukraina. Dari segi jumlah dan keahlian, pasukan NATO jelas lebih unggul dibandingkan dengan militer Ukraina.
Soal rencana NATO tersebut, Rusia pun langsung menyusun strategi baru. Bukannya melunak, Moskow justru makin garang. Kemarin Kremlin langsung meningkatkan kekuatan militer dan merombak doktrin yang selama ini berlaku. Upaya tersebut, menurut pemerintahan Presiden Vladimir Putin, terpaksa dilakukan untuk menghadapi unit reaksi cepat yang akan NATO terjunkan ke Ukraina.
Surat kabar New York Times melaporkan, NATO bakal melibatkan pasukan dari negara-negara anggota baru dalam rencana aksi militernya di Ukraina. Salah satunya, Polandia. ‘Polandia yang dulu menjadi sekutu dekat Uni Soviet (Rusia) juga akan menerjunkan militernya ke Ukraina,’ tulis harian asal Kota New York tersebut.
Mikhail Popov, wakil ketua Dewan Keamanan Nasional Rusia, menyebut, rencana NATO atas Ukraina itu merupakan bentuk persekongkolan Barat. ‘Ini bukti bahwa AS dan para pemimpin NATO tetap menerapkan kebijakan yang bertujuan memantik perseteruan dengan Rusia,’ tudingnya. Karena itu, menurut dia, Moskow pun tidak akan segan menerapkan doktrin militer 2010 tentang nuklir.
Dalam doktrin militer tersebut, Moskow menyatakan bahwa Rusia sah menggunakan senjata nuklir jika keamanan bangsa terancam. Popov mengaku bakal berkiblat pada doktrin tersebut untuk menghadapi aksi militer NATO di Ukraina. ‘Tidak diragukan lagi, kehadiran pasukan NATO di perbatasan kami akan menjadi ancaman yang sangat serius,’ tandasnya.
Sementara itu, Ukraina melaporkan bahwa 15 serdadu mereka tewas dalam pertempuran 24 jam di timur negerinya. Selain itu, bentrokan pasukan Ukraina melawan separatis yang didukung penuh militer Rusia tersebut mengakibatkan sekitar 49 tentara terluka. Karena merasa kalah keahlian dan persenjataan, Ukraina lebih sering menghindari bentrok atau mundur dari medan pertempuran. (AP/AFP/hep/c19/tia)