BEIJING, SUMUTPOS.CO – Presiden Xi Jinping kian getol ’’bersih-bersih’’ pejabatnya. Memasuki bulan ke-13 masa jabatannya, pemimpin 61 tahun itu gencar melakukan razia antikorupsi. Pada Jumat (31/10), tim antikorupsi melaporkan temuan uang tunai 200 juta yuan (sekitar Rp 394 miliar) yang ditengarai hasil suap.
’’Uang tersebut kami temukan di rumah Wei Pengyuan, wakil kepala biro batu bara di Badan Energi Nasional,’’ ujar Xu Jinhui, jaksa antikorupsi senior Tiongkok. Dia menyatakan, duit tunai itu terdiri atas pecahan uang kertas 100 yuan yang merupakan pecahan mata uang dengan nilai nominal tertinggi di Tiongkok. Jika disusun vertikal, ketinggian uang suap tersebut mencapai 200 meter.
Xu menyebutkan, hasil temuannya kali ini yang paling spektakuler sepanjang karirnya sebagai pejabat antikorupsi. ’’Ini temuan dengan nilai nominal paling besar,’’ katanya.
Selain memiliki ketinggian yang lebih dari dua per tiga ketinggian Menara Eiffel, bobot uang suap milik Wei itu lumayan. Menurut Xu, total berat uang suap dalam pecahan 100 yuan tersebut mencapai 2,2 ton.
Tim antikorupsi Tiongkok melaporkan, empat mesin penghitung uang milik mereka rusak saat menghitung uang suap Wei. Hal itu terjadi karena tim menggunakan total 16 mesin penghitung uang secara nonstop ketika menghitung temuan spektakuler tersebut. Saat ini polisi masih menelusuri asal uang suap yang disembunyikan Wei di rumahnya.
Begitu menemukan uang suap itu, aparat langsung mengamankan Wei. Pejabat yang berperan penting dalam melahirkan kebijakan-kebijakan tentang energi di Tiongkok itu pun menjalani serangkaian interogasi. ’’Selain Wei, polisi mengamankan 11 pegawai Komisi Reformasi dan Pembangunan Nasional yang memayungi Badan Energi Nasional,’’ ungkap Xu.
Sejauh ini polisi baru bisa memastikan bahwa enam di antara 11 pegawai negeri itu menerima suap. Jumlah uang suapnya pun, menurut kabar, mencapai jutaan yuan sebagaimana yang ditemukan polisi di rumah Wei. ’’Itu terjadi karena mereka tidak hanya berperan dalam melahirkan kebijakan makroekonomi, tetapi juga berwewenang menerbitkan izin di berbagai proyek,’’ jelas Xu.
Kewenangan untuk merestui dan menolak berbagai proyek makroekonomi itu membuat para pejabat Komisi Reformasi dan Pembangunan Nasional menjadi incaran pengusaha. Demi mengegolkan proyek mereka, para pengusaha dan pebisnis tidak segan memberikan uang pelicin dengan nilai bombastis. Itulah yang membuat para pejabat komisi tersebut rawan korupsi.
Biasanya, para pejabat yang menerima uang suap dari kolega mereka akan berusaha menyembunyikan barang bukti. Uang suap dalam bentuk tunai itu biasanya disimpan di kotak perhiasan, toilet, di dalam bantal, atau di bagian bawah kotak penyimpan beras. Tidak jarang, para pejabat itu sengaja menyewa apartemen khusus untuk menyembunyikan uang haram mereka.
Xu menyayangkan minimnya pengawasan terhadap komisi-komisi pemerintah yang rentan korupsi seperti Komisi Reformasi dan Pembangunan Nasional. Akibatnya, praktik penyuapan tidak lagi menjadi sesuatu yang memalukan. Bahkan, para pejabat tidak segan menerima uang suap secara terang-terangan. Ironisnya, praktik haram itu hampir dilakukan seluruh pejabat, mulai atasan sampai bawahan.
Saat ini mantan Wakil Kepala Komisi Reformasi dan Pembangunan Nasional Liu Tienan menjalani sidang korupsi. Pengadilan menjatuhkan dakwaan korupsi kepada Liu pada September lalu. Dia dituduh menerima suap dari lima perusahaan dengan jumlah mencapai 36 juta yuan atau setara dengan Rp 70,9 miliar. Menurut kabar, dia rutin menerima suap dari perusahaan manufaktur dan petrokimia mulai 2002. (AP/BBC/hep/c15/ami)