32 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Kuala Lumpur Mau Diserang, 17 Orang Ditangkap

KUALA LUMPUR, SUMUTPOS.CO-Pemerintah Malaysia baru menangkap komplotan tersangka yang diduga akan melakukan serangan di Kuala Lumpur. Ada 17 orang yang ditahan. Dua di antaranya baru pulang dari Syria. Penangkapan itu dikabarkan pihak kepolisian Malaysia kemarin (6/4).

“Penangkapan dilakukan pada Minggu,” ujar Kepala Kepolisian Nasional Malaysia Khalid Abu Bakar. Sayangnya, dia tidak menjelaskan secara detail kewarganegaraan para tersangka dan rencana serangannya seperti apa.

Khalid hanya menegaskan, sejak militan yang menyebut dirinya Islamic State (IS) atau lebih dikenal dengan Islamic State of Iraq and Syira (ISIS) menguat, pemerintah Malaysia telah memperketat pengamanan. Itu dilakukan untuk mewaspadai sekaligus mencegah teror ISIS di Malaysia.

“Kami tidak akan pernah mengizinkan Malaysia dijadikan tempat transit atau tempat persembunyian kelompok teror mana pun,” tegasnya. Baru-baru ini pemerintah Malaysia juga mengungkapkan ada 67 warganya yang bergabung dengan ISIS. Lima di antaranya telah tewas dalam pertempuran bersama militan itu.

Penangkapan tersebut bukan kali pertama yang dilakukan pemerintah Malaysia. Pada Januari tahun ini saja, ada 120 orang yang ditahan. Mereka dituding sebagai simpatisan maupun kelompok yang masih berhubungan dengan ISIS. Seluruh tersangka berencana pergi ke Iraq maupun Syria.

Agustus tahun lalu, polisi telah meringkus komplotan yang terinspirasi ISIS. Mereka berencana mengebom pub, diskotek, serta perusahaan pembuat bir Carlsberg yang berlokasi di Malaysia. Belasan orang dilaporkan telah ditahan. Tetapi, seperti biasa, tidak ada detail yang dirilis.

Selama ini, pemerintah Malaysia memang sangat ketat dalam menerapkan aturan terkait dengan militansi. Utamanya setelah ISIS berkembang. Seperti negara-negara lainnya, Malaysia takut warganya yang baru kembali dari negara-negara konflik di Timur Tengah mempelajari paham ISIS dan merekrut orang-orang di negaranya untuk bergabung.

Agar militansi di Malaysia tidak berkembang, minggu lalu pemerintah mengajukan rancangan undang-undang (RUU) baru anti terorisme. Dalam RUU tersebut, pemerintah boleh menahan tersangka terorisme dengan batas waktu yang tidak ditentukan, tanpa peradilan terlebih dahulu. Rencananya, RUU itu dibahas di parlemen pada minggu ini.

RUU tersebut dikritik banyak pihak. Terutama dari  politisi oposisi, organisasi-organisasi hukum, dan lembaga hak asasi manusia (HAM). Sebab, belum tentu orang yang dicurigai tersebut bersalah. Tanpa adanya peradilan, tersangka tidak akan mendapat haknya berupa pembelaan. Mereka meminta RUU itu dicabut. Dengan adanya RUU tersebut, pemerintah telah menindas para tersangka.

“Atas nama pencegahan terorisme, (RUU) ini telah melanggar hak proses hukum (bagi para tersangka),” ujar Wakil Direktur Pengamat HAM Asia Phil Robertson.

Terlebih, selama ini undang-undang keamanan di Malaysia sangat kontroversial. Pemerintah kerap menggunakan undang-undang tersebut untuk membungkam lawan politiknya. Sebelumnya, ada undang-undang tentang keamanan internal yang membolehkan penahanan tanpa peradilan. Tentu undang-undang tersebut berkali-kali dipakai untuk menangkap para politikus yang melawan pemerintah. Undang-undang itu dicabut pada 2012. (afp/the guardian/sha/c19/ami/jpnn/rbb)

KUALA LUMPUR, SUMUTPOS.CO-Pemerintah Malaysia baru menangkap komplotan tersangka yang diduga akan melakukan serangan di Kuala Lumpur. Ada 17 orang yang ditahan. Dua di antaranya baru pulang dari Syria. Penangkapan itu dikabarkan pihak kepolisian Malaysia kemarin (6/4).

“Penangkapan dilakukan pada Minggu,” ujar Kepala Kepolisian Nasional Malaysia Khalid Abu Bakar. Sayangnya, dia tidak menjelaskan secara detail kewarganegaraan para tersangka dan rencana serangannya seperti apa.

Khalid hanya menegaskan, sejak militan yang menyebut dirinya Islamic State (IS) atau lebih dikenal dengan Islamic State of Iraq and Syira (ISIS) menguat, pemerintah Malaysia telah memperketat pengamanan. Itu dilakukan untuk mewaspadai sekaligus mencegah teror ISIS di Malaysia.

“Kami tidak akan pernah mengizinkan Malaysia dijadikan tempat transit atau tempat persembunyian kelompok teror mana pun,” tegasnya. Baru-baru ini pemerintah Malaysia juga mengungkapkan ada 67 warganya yang bergabung dengan ISIS. Lima di antaranya telah tewas dalam pertempuran bersama militan itu.

Penangkapan tersebut bukan kali pertama yang dilakukan pemerintah Malaysia. Pada Januari tahun ini saja, ada 120 orang yang ditahan. Mereka dituding sebagai simpatisan maupun kelompok yang masih berhubungan dengan ISIS. Seluruh tersangka berencana pergi ke Iraq maupun Syria.

Agustus tahun lalu, polisi telah meringkus komplotan yang terinspirasi ISIS. Mereka berencana mengebom pub, diskotek, serta perusahaan pembuat bir Carlsberg yang berlokasi di Malaysia. Belasan orang dilaporkan telah ditahan. Tetapi, seperti biasa, tidak ada detail yang dirilis.

Selama ini, pemerintah Malaysia memang sangat ketat dalam menerapkan aturan terkait dengan militansi. Utamanya setelah ISIS berkembang. Seperti negara-negara lainnya, Malaysia takut warganya yang baru kembali dari negara-negara konflik di Timur Tengah mempelajari paham ISIS dan merekrut orang-orang di negaranya untuk bergabung.

Agar militansi di Malaysia tidak berkembang, minggu lalu pemerintah mengajukan rancangan undang-undang (RUU) baru anti terorisme. Dalam RUU tersebut, pemerintah boleh menahan tersangka terorisme dengan batas waktu yang tidak ditentukan, tanpa peradilan terlebih dahulu. Rencananya, RUU itu dibahas di parlemen pada minggu ini.

RUU tersebut dikritik banyak pihak. Terutama dari  politisi oposisi, organisasi-organisasi hukum, dan lembaga hak asasi manusia (HAM). Sebab, belum tentu orang yang dicurigai tersebut bersalah. Tanpa adanya peradilan, tersangka tidak akan mendapat haknya berupa pembelaan. Mereka meminta RUU itu dicabut. Dengan adanya RUU tersebut, pemerintah telah menindas para tersangka.

“Atas nama pencegahan terorisme, (RUU) ini telah melanggar hak proses hukum (bagi para tersangka),” ujar Wakil Direktur Pengamat HAM Asia Phil Robertson.

Terlebih, selama ini undang-undang keamanan di Malaysia sangat kontroversial. Pemerintah kerap menggunakan undang-undang tersebut untuk membungkam lawan politiknya. Sebelumnya, ada undang-undang tentang keamanan internal yang membolehkan penahanan tanpa peradilan. Tentu undang-undang tersebut berkali-kali dipakai untuk menangkap para politikus yang melawan pemerintah. Undang-undang itu dicabut pada 2012. (afp/the guardian/sha/c19/ami/jpnn/rbb)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/