26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Rest in Peace, Steve Jobs

Death is very likely the single best invention of life. It is life’s change agent. It clears out the old to make way for the new.   (Steve Jobs, 2005)

SAN FRANCISCO- ‘Isyarat’ itu, rupanya, tersirat lewat produk terbaru Apple, iPhone 4S, yang diluncurkan pada Selasa lalu (4/10). Begitu kabar meninggalnya Steve Jobs, pendiri dan otak di balik berbagai produk monumental Apple, di San Francisco tersiar pada Rabu malam lalu waktu setempat (5/10 atau Kamis pagi WIB), segera saja orang di penjuru dunia lewat beragam peranti komunikasi mengasosiasikan iPhone 4S sebagai iPhone for Steve.

Setidaknya itu mencerminkan kedukaan mendalam warga dunia atas kepergian pria yang oleh CNN disebut sebagai “Thomas Alva Edison Era Modern” itu. Pria berdarah Syria tersebut mengembuskan napas terakhir dalam usia 56 tahun setelah berjuang sejak 2004 melawan gerogotan kanker pankreas.

Tidak ada informasi detail tentang saat-saat terakhir pria yang tak memiliki latar belakang kesarjanaan di bidang teknologi itu. Namun, Apple mengonfirmasikan bahwa Jobs meninggal di rumahnya, Palo Alto, California, dengan didampingi sang istri, Lauren Powell, dan anak-anaknya. “Dia meninggal dalam damai.” Begitu bunyi pernyataan resmi pihak keluarga sebagaimana dilansir Associated Press.

“Tidak ada kata-kata yang cukup untuk mengungkapkan kesedihan kami atas meninggalnya Steve. Juga kata yang pantas untuk menunjukkan betapa bersyukurnya kami pernah bekerja sama dengan dia,” kata Tim Cook, CEO Apple, yang menggantikan Jobs Agustus lalu. “Kami akan menghormati memori tentang dia dengan mendedikasikan diri kami untuk melanjutkan pekerjaan yang sangat dia cintai,” imbuhnya.

Di halaman markas besar Apple di Cupertino, California, dipasang tiga bendera setengah tiang. Yakni, bendera Amerika Serikat, bendera Negara Bagian California, dan bendera Apple.

Tampilan website resmi Apple pun berubah menjadi obituari untuk sang pendiri yang genius yang oleh banyak pihak ditahbiskan sebagai “nabi teknologi” itu.

Kesehatan Jobs memang terus menurun sejak didiagnosis menderita kanker pankreas langka enam tahun silam. Jenis kanker itu hanya bisa disembuhkan total jika penderita dirawat intensif sejak stadium paling awal. Jobs harus naik meja operasi dan menjalani pemulihan selama beberapa bulan.

Saat itu Jobs sudah menyadari umurnya tidak panjang lagi. Terbukti, dalam acara wisuda Stanford University pada 2005 dan dia menjadi salah seorang speaker, Jobs beberapa kali menyinggung soal kematian.
“Mengingat bahwa saya segera meninggal, adalah hal paling penting untuk membantu saya membuat keputusan-keputusan besar dalam hidup,” ucapnya.

“Mengingat bahwa kita akan meninggal, adalah cara terbaik untuk menghindarkan kita dari pemikiran bahwa kita akan kehilangan sesuatu. Di depan kematian, kita sudah telanjang. Jadi, tidak ada alasan untuk tidak menuruti kata hati,” tambah dia dalam pidato monumental tersebut.

Setelah itu, perjuangan pria yang karya-karyanya telah mengubah dunia tersebut melawan kanker terlupakan. Tertutup oleh rilisan dua produk fenomenal Apple dalam kurun dua tahun berikutnya. Yakni, iPhone yang diperkenalkan Jobs pada 2007. Itulah generasi pertama ponsel pintar yang seluruhnya touch screen.
Setahun berselang, dalam sebuah presentasi produk, dunia kembali dibuat tercengang ketika Jobs mengeluarkan Macbook Air dari sebuah amplop cokelat tipis.

Namun, pada akhir 2008 kondisi Jobs kembali memburuk. Spekulasi buruk tentang kesehatannya pun beredar. Terlebih karena saat itu Jobs mengambil cuti panjang dari Apple. Pada sebuah kesempatan, dia tampil dengan dandanannya yang khas ?turtleneck hitam dan jins berefek washed? namun jauh lebih kurus dan pucat.
Memasuki Januari 2009, Jobs berusaha optimistis, menegaskan bahwa dirinya tengah dirawat untuk sebuah penyakit ketidakseimbangan hormon yang gampang disembuhkan.

Kenyataannya, pada April, dia harus kembali naik meja bedah. Kali ini untuk menjalani transplantasi hati. Selama cuti, Cook yang menjabat chief operating officer Apple mengambil alih tugas-tugas Jobs.

Jobs lalu dinyatakan sembuh oleh tim dokter. Bahkan, kondisi dia ke depan dinyatakan “excellent”. Jobs pun kembali berkarya. Tahun 2010, dia kembali menggebrak dunia teknologi dengan inovasi komputer tablet berdesain sleek dan minimalis bernama iPad.

Seperti biasa, produk supercantik itu segera menguasai pasar. Meskipun, pada awalnya, sejumlah analis ekonomi menyebut komputer tablet bukanlah sesuatu yang dibutuhkan manusia.

Berkat inovasi-inovasi semacam itu, pada 2011 Apple menjadi perusahaan terbesar di Amerika Serikat dalam hal market value. Pada Agustus, mereka bahkan sudah menyalip ExxonMobil dalam hal most valuable company. Tapi, itu sekaligus juga menjadi puncak perjuangan Jobs melawan penyakit komplikasinya.

Sejak Januari, dia kembali mengambil cuti panjang. Kali ini untuk waktu yang tak bisa dipastikan. Cook mengambil alih pekerjaannya meskipun Jobs sering tampil di hadapan publik untuk memastikan semua baik-baik saja. Termasuk saat meluncurkan iPad 2.

Kesehatan Jobs terus memburuk. Sehari setelah mundur sebagai CEO Apple pada 25 Agustus, koran Inggris Daily Mail merilis foto dia yang harus dipapah seorang teman untuk berjalan ke mobil.

Tubuhnya yang sudah sangat kurus tampak makin suram dalam balutan T-shirt lengan panjang warna hitam. Itulah kali terakhir dia tampil di hadapan publik sebelum menutup mata untuk selamanya Kamis pagi kemarin WIB.

Tak kurang, presiden Amerika Serikat Barack Obama ikut bereaksi atas meninggalnya Jobs. “Dunia kehilangan seseorang yang sangat visioner. Tidak ada penghargaan yang lebih besar untuk sukses Steve selain fakta bahwa seluruh dunia belajar dan bekerja dengan alat-alat ciptaannya,” kata Obama dalam pernyataan resmi.
Steven Paul Jobs lahir di San Francisco pada 24 Februari 1955. Ibunya, Joanne Simpson, menyerahkan dia untuk diadopsi oleh Clara dan Paul Jobs, warga Los Altos.

Pasangan dari kalangan working class itulah yang mengenalkan Steve kecil kepada elektronik. Dia sudah melamar pekerjaan sambilan di Hewlett Packard bahkan sebelum lulus sekolah.

Jobs sempat kuliah di Reed College di Portland, Oregon, pada 1972. Tapi, baru enam bulan sekolah dia sudah drop out.
“Semua tabungan orang tua yang pekerja keras habis untuk membayar biaya masuk kuliah. Tapi, saya sama sekali tidak melihat manfaatnya. Saya tak tahu apa yang saya inginkan dan saya pikir kuliah tidak akan membantu saya,” kenang Jobs dalam pidato di Stanford pada 2005.

Kembali ke California pada 1974, dia bekerja di perusahaan video game Atari dan bertemu dengan Steve Wozniak. Wozniak adalah seorang genius komputer yang kemudian menyetujui ide Jobs untuk mendirikan Apple Computer Inc pada 1976. Kantor sekaligus workshop pertamanya adalah garasi rumah orang tua Jobs.

“Woz adalah insinyur brilian. Tapi, dia bukan entrepreneur. Dan, di situlah Jobs masuk,” kata Bill Fernandez, salah seorang teman Jobs, kepada AFP. “Yang berbeda darinya, dia tidak saja membuat komputer dan semacamnya, tapi juga membuat dunia IT yang suram dan maskulin menjadi lebih cantik,” papar karyawan pertama Apple itu.
Sejak peluncuran Apple I dan II, Jobs tak berhenti berkreasi. Ketika dia melihat komputer yang dikontrol dengan sebuah peranti seperti tikus (bukan sederet ketikan perintah program), dia langsung tertantang. Dari situlah inovasi mouse khas Apple yang berformat single click bermula.

Di bawah Jobs, Apple tidak memproduksi komputer, pemutar musik digital, atau smart phone. Seperti kata Fernandez, dia mengubah citra IT yang kesannya sulit, rumit, serta ugly, menjadi sesuatu yang cantik. Terutama karena kecintaan dia kepada desain sleek dan minimalis. Warna andalannya pun putih dan silver, jauh dari kesan gahar.

Tentu, tak selamanya Apple berjaya. Sifat Jobs yang control freak dan ingin terlibat dalam segala pembuatan keputusan membuatnya berseteru dengan CEO John Sculley. Karena perbedaan pendapat yang sangat prinsip, Jobs meninggalkan Aplle pada 1986 dan bilang bahwa dirinya dipecat.

Dari luar Apple, dia membeli dua perusahaan sekaligus, yakni produsen komputer Next dan studio animasi Pixar. Setelah sukses, dia menjual Pixar ke Disney yang membuatnya mendapat tempat di jajaran pemegang saham Disney. Tepat satu dekade setelah meninggalkan perusahaan, dia kembali ke Apple.

“Itu (meninggalkan Apple, Red) seperti minum obat yang sangat tidak enak. Tapi, saya pikir setiap pasien yang sakit membutuhkannya,” kata Jobs. “Kadang hidup bisa sangat pahit, memukul kepalamu dengan batu bata. Tapi, jangan kehilangan keyakinan,” tegas dia.

Inovasi pertama Apple setelah dia kembali adalah iMac, yang dirilis 1998, dan mencatat penjualan lebih dari USD 2 juta pada tahun pertamanya. Kondisi finansial Apple pun berangsur kembali ke puncak. Pada 2001, inovasi sangat penting lainnya, iPod, diluncurkan.

“Pada awal memegang perusahaan, dia sangat terlibat dalam semua detail dan pembuatan keputusan. Dia control freak. Tapi, setelah kembali, dia lebih soft,” kata Tim Bajarin, rekan Jobs. “Pada periode kedua ini, tampak jelas dia lebih dewasa dan lebih memercayai stafnya,” imbuh dia.

Apple memang tak berhenti berinovasi setelah itu. Jobs pernah berkata, untuk sukses di perusahaan IT, harus mengerti kebutuhan masyarakat sebelum mereka sendiri menyadarinya. Seperti ucapannya di pidato Stanford, “Stay hungry, stay foolish, Don?t settle.” Selamat jalan, Steve Jobs. (na/c4/ttg/jpnn)

Death is very likely the single best invention of life. It is life’s change agent. It clears out the old to make way for the new.   (Steve Jobs, 2005)

SAN FRANCISCO- ‘Isyarat’ itu, rupanya, tersirat lewat produk terbaru Apple, iPhone 4S, yang diluncurkan pada Selasa lalu (4/10). Begitu kabar meninggalnya Steve Jobs, pendiri dan otak di balik berbagai produk monumental Apple, di San Francisco tersiar pada Rabu malam lalu waktu setempat (5/10 atau Kamis pagi WIB), segera saja orang di penjuru dunia lewat beragam peranti komunikasi mengasosiasikan iPhone 4S sebagai iPhone for Steve.

Setidaknya itu mencerminkan kedukaan mendalam warga dunia atas kepergian pria yang oleh CNN disebut sebagai “Thomas Alva Edison Era Modern” itu. Pria berdarah Syria tersebut mengembuskan napas terakhir dalam usia 56 tahun setelah berjuang sejak 2004 melawan gerogotan kanker pankreas.

Tidak ada informasi detail tentang saat-saat terakhir pria yang tak memiliki latar belakang kesarjanaan di bidang teknologi itu. Namun, Apple mengonfirmasikan bahwa Jobs meninggal di rumahnya, Palo Alto, California, dengan didampingi sang istri, Lauren Powell, dan anak-anaknya. “Dia meninggal dalam damai.” Begitu bunyi pernyataan resmi pihak keluarga sebagaimana dilansir Associated Press.

“Tidak ada kata-kata yang cukup untuk mengungkapkan kesedihan kami atas meninggalnya Steve. Juga kata yang pantas untuk menunjukkan betapa bersyukurnya kami pernah bekerja sama dengan dia,” kata Tim Cook, CEO Apple, yang menggantikan Jobs Agustus lalu. “Kami akan menghormati memori tentang dia dengan mendedikasikan diri kami untuk melanjutkan pekerjaan yang sangat dia cintai,” imbuhnya.

Di halaman markas besar Apple di Cupertino, California, dipasang tiga bendera setengah tiang. Yakni, bendera Amerika Serikat, bendera Negara Bagian California, dan bendera Apple.

Tampilan website resmi Apple pun berubah menjadi obituari untuk sang pendiri yang genius yang oleh banyak pihak ditahbiskan sebagai “nabi teknologi” itu.

Kesehatan Jobs memang terus menurun sejak didiagnosis menderita kanker pankreas langka enam tahun silam. Jenis kanker itu hanya bisa disembuhkan total jika penderita dirawat intensif sejak stadium paling awal. Jobs harus naik meja operasi dan menjalani pemulihan selama beberapa bulan.

Saat itu Jobs sudah menyadari umurnya tidak panjang lagi. Terbukti, dalam acara wisuda Stanford University pada 2005 dan dia menjadi salah seorang speaker, Jobs beberapa kali menyinggung soal kematian.
“Mengingat bahwa saya segera meninggal, adalah hal paling penting untuk membantu saya membuat keputusan-keputusan besar dalam hidup,” ucapnya.

“Mengingat bahwa kita akan meninggal, adalah cara terbaik untuk menghindarkan kita dari pemikiran bahwa kita akan kehilangan sesuatu. Di depan kematian, kita sudah telanjang. Jadi, tidak ada alasan untuk tidak menuruti kata hati,” tambah dia dalam pidato monumental tersebut.

Setelah itu, perjuangan pria yang karya-karyanya telah mengubah dunia tersebut melawan kanker terlupakan. Tertutup oleh rilisan dua produk fenomenal Apple dalam kurun dua tahun berikutnya. Yakni, iPhone yang diperkenalkan Jobs pada 2007. Itulah generasi pertama ponsel pintar yang seluruhnya touch screen.
Setahun berselang, dalam sebuah presentasi produk, dunia kembali dibuat tercengang ketika Jobs mengeluarkan Macbook Air dari sebuah amplop cokelat tipis.

Namun, pada akhir 2008 kondisi Jobs kembali memburuk. Spekulasi buruk tentang kesehatannya pun beredar. Terlebih karena saat itu Jobs mengambil cuti panjang dari Apple. Pada sebuah kesempatan, dia tampil dengan dandanannya yang khas ?turtleneck hitam dan jins berefek washed? namun jauh lebih kurus dan pucat.
Memasuki Januari 2009, Jobs berusaha optimistis, menegaskan bahwa dirinya tengah dirawat untuk sebuah penyakit ketidakseimbangan hormon yang gampang disembuhkan.

Kenyataannya, pada April, dia harus kembali naik meja bedah. Kali ini untuk menjalani transplantasi hati. Selama cuti, Cook yang menjabat chief operating officer Apple mengambil alih tugas-tugas Jobs.

Jobs lalu dinyatakan sembuh oleh tim dokter. Bahkan, kondisi dia ke depan dinyatakan “excellent”. Jobs pun kembali berkarya. Tahun 2010, dia kembali menggebrak dunia teknologi dengan inovasi komputer tablet berdesain sleek dan minimalis bernama iPad.

Seperti biasa, produk supercantik itu segera menguasai pasar. Meskipun, pada awalnya, sejumlah analis ekonomi menyebut komputer tablet bukanlah sesuatu yang dibutuhkan manusia.

Berkat inovasi-inovasi semacam itu, pada 2011 Apple menjadi perusahaan terbesar di Amerika Serikat dalam hal market value. Pada Agustus, mereka bahkan sudah menyalip ExxonMobil dalam hal most valuable company. Tapi, itu sekaligus juga menjadi puncak perjuangan Jobs melawan penyakit komplikasinya.

Sejak Januari, dia kembali mengambil cuti panjang. Kali ini untuk waktu yang tak bisa dipastikan. Cook mengambil alih pekerjaannya meskipun Jobs sering tampil di hadapan publik untuk memastikan semua baik-baik saja. Termasuk saat meluncurkan iPad 2.

Kesehatan Jobs terus memburuk. Sehari setelah mundur sebagai CEO Apple pada 25 Agustus, koran Inggris Daily Mail merilis foto dia yang harus dipapah seorang teman untuk berjalan ke mobil.

Tubuhnya yang sudah sangat kurus tampak makin suram dalam balutan T-shirt lengan panjang warna hitam. Itulah kali terakhir dia tampil di hadapan publik sebelum menutup mata untuk selamanya Kamis pagi kemarin WIB.

Tak kurang, presiden Amerika Serikat Barack Obama ikut bereaksi atas meninggalnya Jobs. “Dunia kehilangan seseorang yang sangat visioner. Tidak ada penghargaan yang lebih besar untuk sukses Steve selain fakta bahwa seluruh dunia belajar dan bekerja dengan alat-alat ciptaannya,” kata Obama dalam pernyataan resmi.
Steven Paul Jobs lahir di San Francisco pada 24 Februari 1955. Ibunya, Joanne Simpson, menyerahkan dia untuk diadopsi oleh Clara dan Paul Jobs, warga Los Altos.

Pasangan dari kalangan working class itulah yang mengenalkan Steve kecil kepada elektronik. Dia sudah melamar pekerjaan sambilan di Hewlett Packard bahkan sebelum lulus sekolah.

Jobs sempat kuliah di Reed College di Portland, Oregon, pada 1972. Tapi, baru enam bulan sekolah dia sudah drop out.
“Semua tabungan orang tua yang pekerja keras habis untuk membayar biaya masuk kuliah. Tapi, saya sama sekali tidak melihat manfaatnya. Saya tak tahu apa yang saya inginkan dan saya pikir kuliah tidak akan membantu saya,” kenang Jobs dalam pidato di Stanford pada 2005.

Kembali ke California pada 1974, dia bekerja di perusahaan video game Atari dan bertemu dengan Steve Wozniak. Wozniak adalah seorang genius komputer yang kemudian menyetujui ide Jobs untuk mendirikan Apple Computer Inc pada 1976. Kantor sekaligus workshop pertamanya adalah garasi rumah orang tua Jobs.

“Woz adalah insinyur brilian. Tapi, dia bukan entrepreneur. Dan, di situlah Jobs masuk,” kata Bill Fernandez, salah seorang teman Jobs, kepada AFP. “Yang berbeda darinya, dia tidak saja membuat komputer dan semacamnya, tapi juga membuat dunia IT yang suram dan maskulin menjadi lebih cantik,” papar karyawan pertama Apple itu.
Sejak peluncuran Apple I dan II, Jobs tak berhenti berkreasi. Ketika dia melihat komputer yang dikontrol dengan sebuah peranti seperti tikus (bukan sederet ketikan perintah program), dia langsung tertantang. Dari situlah inovasi mouse khas Apple yang berformat single click bermula.

Di bawah Jobs, Apple tidak memproduksi komputer, pemutar musik digital, atau smart phone. Seperti kata Fernandez, dia mengubah citra IT yang kesannya sulit, rumit, serta ugly, menjadi sesuatu yang cantik. Terutama karena kecintaan dia kepada desain sleek dan minimalis. Warna andalannya pun putih dan silver, jauh dari kesan gahar.

Tentu, tak selamanya Apple berjaya. Sifat Jobs yang control freak dan ingin terlibat dalam segala pembuatan keputusan membuatnya berseteru dengan CEO John Sculley. Karena perbedaan pendapat yang sangat prinsip, Jobs meninggalkan Aplle pada 1986 dan bilang bahwa dirinya dipecat.

Dari luar Apple, dia membeli dua perusahaan sekaligus, yakni produsen komputer Next dan studio animasi Pixar. Setelah sukses, dia menjual Pixar ke Disney yang membuatnya mendapat tempat di jajaran pemegang saham Disney. Tepat satu dekade setelah meninggalkan perusahaan, dia kembali ke Apple.

“Itu (meninggalkan Apple, Red) seperti minum obat yang sangat tidak enak. Tapi, saya pikir setiap pasien yang sakit membutuhkannya,” kata Jobs. “Kadang hidup bisa sangat pahit, memukul kepalamu dengan batu bata. Tapi, jangan kehilangan keyakinan,” tegas dia.

Inovasi pertama Apple setelah dia kembali adalah iMac, yang dirilis 1998, dan mencatat penjualan lebih dari USD 2 juta pada tahun pertamanya. Kondisi finansial Apple pun berangsur kembali ke puncak. Pada 2001, inovasi sangat penting lainnya, iPod, diluncurkan.

“Pada awal memegang perusahaan, dia sangat terlibat dalam semua detail dan pembuatan keputusan. Dia control freak. Tapi, setelah kembali, dia lebih soft,” kata Tim Bajarin, rekan Jobs. “Pada periode kedua ini, tampak jelas dia lebih dewasa dan lebih memercayai stafnya,” imbuh dia.

Apple memang tak berhenti berinovasi setelah itu. Jobs pernah berkata, untuk sukses di perusahaan IT, harus mengerti kebutuhan masyarakat sebelum mereka sendiri menyadarinya. Seperti ucapannya di pidato Stanford, “Stay hungry, stay foolish, Don?t settle.” Selamat jalan, Steve Jobs. (na/c4/ttg/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/