32 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Posisi Pemerintah Konservatif Islam Tertekan

ISTANBUL – Bentrokan antara polisi dan demonstran anti pemerintah Turki mewarnai sepanjang Minggu lalu (9/6). Namun, Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan justru bersikap defensif menghadapi para kritikus jalanan tersebut.

Di Istanbul, demonstran membakar ban dan melempari polisi dengan kembang api. Aparat pun membalas dengan gas air mata. Kekerasan terbaru itu semakin menekan posisi pemerintah konservatif Islam yang meminta aksi para demonstran tersebut segera dihentikan.

Demonstrasi yang memasuki hari kesepuluh kemarin merupakan tantangan terbesar selama satu dekade pemerintahan Erdogan. Puluhan ribu warga memenuhi jalanan Istanbul, Ankara, Izmir di wilayah barat Turki, dan Adana di selatan. ’’Tayyip mundur!’’ tegas mereka dalam aksi yang secara umum berlangsung damai.

Media lokal memberitakan, puluhan orang terluka di Ankara ketika polisi membubarkan sekitar 10 ribu demonstran dengan menggunakan gas air mata dan meriam air. Mereka kocar-kacir dan saling injak saat berupaya menyelamatkan diri.

Bentrokan terbaru juga pecah di Gazi, barat Istanbul. Distrik tersebut merupakan distrik kelas pekerja yang mayoritas warganya adalah Muslim Alevis, Islam minoritas oposan Erdogan. Mereka melempari polisi dengan bom molotov dan meneriakkan makian kepada aparat.
Akhir pekan lalu, pemerintah Turki tetap menganggap bahwa demonstrasi akbar di sejumlah kota besar itu masih bisa dikendalikan.
Namun, beberapa jam kemudian, puluhan ribu orang kembali memenuhi Lapangan Taksim, Istanbul, tempat demonstrasi kali pertama pecah pada 31 Mei.

Saat itu, sekelompok arsitek menolak pembangunan mal di Taman Gezi. Taman tersebut merupakan satu-satunya lahan terbuka hijau yang tersisa di kota itu dan menghubungkan dengan Lapangan Taksim.

Kisruh kecil di Istanbul tersebut kemudian meluas ke berbagai kota di Turki. Demonstran dari kelompok sekuler menyebutkan, pemerintahan Erdogan yang didukung partai berkuasa, Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP), semakin otoriter. Ribuan orang terluka dan tiga demonstran tewas. Bentrokan dengan polisi itu memperburuk citra Turki sebagai model ideal negara demokrasi Islam.
Suasana Taksim Square pada Sabtu malam (8/6) begitu meriah dengan bergabungnya ribuan suporter klub sepak bola yang biasanya bermusuhan. Mereka adalah pendukung Besiktas, Fenerbahce, dan Galatasaray. (dos/jpnn)kis dan teroris.

ISTANBUL – Bentrokan antara polisi dan demonstran anti pemerintah Turki mewarnai sepanjang Minggu lalu (9/6). Namun, Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan justru bersikap defensif menghadapi para kritikus jalanan tersebut.

Di Istanbul, demonstran membakar ban dan melempari polisi dengan kembang api. Aparat pun membalas dengan gas air mata. Kekerasan terbaru itu semakin menekan posisi pemerintah konservatif Islam yang meminta aksi para demonstran tersebut segera dihentikan.

Demonstrasi yang memasuki hari kesepuluh kemarin merupakan tantangan terbesar selama satu dekade pemerintahan Erdogan. Puluhan ribu warga memenuhi jalanan Istanbul, Ankara, Izmir di wilayah barat Turki, dan Adana di selatan. ’’Tayyip mundur!’’ tegas mereka dalam aksi yang secara umum berlangsung damai.

Media lokal memberitakan, puluhan orang terluka di Ankara ketika polisi membubarkan sekitar 10 ribu demonstran dengan menggunakan gas air mata dan meriam air. Mereka kocar-kacir dan saling injak saat berupaya menyelamatkan diri.

Bentrokan terbaru juga pecah di Gazi, barat Istanbul. Distrik tersebut merupakan distrik kelas pekerja yang mayoritas warganya adalah Muslim Alevis, Islam minoritas oposan Erdogan. Mereka melempari polisi dengan bom molotov dan meneriakkan makian kepada aparat.
Akhir pekan lalu, pemerintah Turki tetap menganggap bahwa demonstrasi akbar di sejumlah kota besar itu masih bisa dikendalikan.
Namun, beberapa jam kemudian, puluhan ribu orang kembali memenuhi Lapangan Taksim, Istanbul, tempat demonstrasi kali pertama pecah pada 31 Mei.

Saat itu, sekelompok arsitek menolak pembangunan mal di Taman Gezi. Taman tersebut merupakan satu-satunya lahan terbuka hijau yang tersisa di kota itu dan menghubungkan dengan Lapangan Taksim.

Kisruh kecil di Istanbul tersebut kemudian meluas ke berbagai kota di Turki. Demonstran dari kelompok sekuler menyebutkan, pemerintahan Erdogan yang didukung partai berkuasa, Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP), semakin otoriter. Ribuan orang terluka dan tiga demonstran tewas. Bentrokan dengan polisi itu memperburuk citra Turki sebagai model ideal negara demokrasi Islam.
Suasana Taksim Square pada Sabtu malam (8/6) begitu meriah dengan bergabungnya ribuan suporter klub sepak bola yang biasanya bermusuhan. Mereka adalah pendukung Besiktas, Fenerbahce, dan Galatasaray. (dos/jpnn)kis dan teroris.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/