29 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Amerika Hadapi Krisis Matematika

Foto: AP/Seth Wenig Anak-anak bermain di Museum Nasional Matematika di New York.
Foto: AP/Seth Wenig
Anak-anak bermain di Museum Nasional Matematika di New York.

NEW YORK, SUMUTPOS.CO – Seringkali dikatakan bahwa matematika adalah landasan pembelajaran. Komunikasi, ilmu komputer, seni, Internet, penjelajahan antariksa — semuanya berdasarkan pada konsep-konsep matematika.

Dalam survei internasional terbaru, Program untuk Evaluasi Murid Internasional (PISA) menempatkan AS pada posisi 27 untuk kinerja murid dalam matematika. Apa penyebabnya dan apa yang sudah dilakukan untuk itu?

Matematika lebih dari aritmetika. Ilmuwan dan filsuf sepanjang sejarah telah menyebutnya landasan semua pengetahuan dan memuji keindahannya yang sederhana.

Namun banyak warga Amerika yang memiliki masalah dengannya. Dalam sebuah survei baru-baru ini, satu di antara tiga orang Amerika mengaku tidak pandai matematika.

Di Mercy College di Dobbs Ferry, luar kota New York, ahli matematika ternama dan dekan fakultas pendidikan, Albert Posamentier, mengemukakan alasannya.

“Guru-guru sekolah dasar di negara ini, dan juga di Eropa, adalah bagian dari populasi umum dan akibatnya mereka membawa ketidaksukaan akan matematika secara bawah sadar, terkadang secara sadar, ke kelas. Hasilnya, pengajaran matemarika di tingkat sekolah dasar kurang motivasi dan antusiasme. Antusiasme guru sangat penting dalam menarik perhatian murid pada pelajaran,” ujarnya.

Menarik perhatian anak-anak pada matematika adalah tujuan Museum Nasional Matematika (MoMath) di kota New York. Ini adalah museum unik yang menyerupai taman bermain teknologi tinggi dengan lebih dari 30 atraksi.

“Sebagai bangsa kita perlu membuat anak-anak senang matematika dan sains, teknologi serta teknik karena itu produktivitas kita, angkatan kerja kita,” ujar Direktur Eksekutif MoMath, Cindy Lawrence.

Setiap hari museum itu diisi dengan banyak anak sekolah yang bersemangat serta orang dewasa. Mereka dapat duduk di kursi di pusat “Hiper Hiboloid” dikelilingi kabel-kabel berwarna warni yang tak pernah bersentuhan; atau naik sepeda dengan roda segi empat.

“Saya belajar lebih banyak daripada yang saya pelajari sekarang ini. Asyik sekali melihat hal-hal yang berbeda-beda yang terlihat seperti permainan padahal itu matematika,” ujar seorang anak bernama Sera.

“Mungkin ini membuat matematika tidak terlalu menakutkan dibandingkan yang dipikirkan orang-orang,” ujar Lew, kakek Sera.

“Rasanya seperti belajar sesuatu. Ini penting buat saya karena saya baru saja menyelesaikan pertanyaan sulit,” ujar Kevin.

Tujuannya adalah untuk membuat para pelajar terbiasa menghubungkan benda-benda mengasyikkan seperti robot dengan matematika yang membuatnya mungkin dibuat.

Posamentier mengatakan penting untuk diingat bahwa hubungan Amerika dengan matematika tidak selalu membuat pelajar lari. Lebih dari 800.000 mahasiswa asing datang setiap tahun ajaran baru untuk belajar sains, bisnis dan tentu saja matematika. (VOA)

Foto: AP/Seth Wenig Anak-anak bermain di Museum Nasional Matematika di New York.
Foto: AP/Seth Wenig
Anak-anak bermain di Museum Nasional Matematika di New York.

NEW YORK, SUMUTPOS.CO – Seringkali dikatakan bahwa matematika adalah landasan pembelajaran. Komunikasi, ilmu komputer, seni, Internet, penjelajahan antariksa — semuanya berdasarkan pada konsep-konsep matematika.

Dalam survei internasional terbaru, Program untuk Evaluasi Murid Internasional (PISA) menempatkan AS pada posisi 27 untuk kinerja murid dalam matematika. Apa penyebabnya dan apa yang sudah dilakukan untuk itu?

Matematika lebih dari aritmetika. Ilmuwan dan filsuf sepanjang sejarah telah menyebutnya landasan semua pengetahuan dan memuji keindahannya yang sederhana.

Namun banyak warga Amerika yang memiliki masalah dengannya. Dalam sebuah survei baru-baru ini, satu di antara tiga orang Amerika mengaku tidak pandai matematika.

Di Mercy College di Dobbs Ferry, luar kota New York, ahli matematika ternama dan dekan fakultas pendidikan, Albert Posamentier, mengemukakan alasannya.

“Guru-guru sekolah dasar di negara ini, dan juga di Eropa, adalah bagian dari populasi umum dan akibatnya mereka membawa ketidaksukaan akan matematika secara bawah sadar, terkadang secara sadar, ke kelas. Hasilnya, pengajaran matemarika di tingkat sekolah dasar kurang motivasi dan antusiasme. Antusiasme guru sangat penting dalam menarik perhatian murid pada pelajaran,” ujarnya.

Menarik perhatian anak-anak pada matematika adalah tujuan Museum Nasional Matematika (MoMath) di kota New York. Ini adalah museum unik yang menyerupai taman bermain teknologi tinggi dengan lebih dari 30 atraksi.

“Sebagai bangsa kita perlu membuat anak-anak senang matematika dan sains, teknologi serta teknik karena itu produktivitas kita, angkatan kerja kita,” ujar Direktur Eksekutif MoMath, Cindy Lawrence.

Setiap hari museum itu diisi dengan banyak anak sekolah yang bersemangat serta orang dewasa. Mereka dapat duduk di kursi di pusat “Hiper Hiboloid” dikelilingi kabel-kabel berwarna warni yang tak pernah bersentuhan; atau naik sepeda dengan roda segi empat.

“Saya belajar lebih banyak daripada yang saya pelajari sekarang ini. Asyik sekali melihat hal-hal yang berbeda-beda yang terlihat seperti permainan padahal itu matematika,” ujar seorang anak bernama Sera.

“Mungkin ini membuat matematika tidak terlalu menakutkan dibandingkan yang dipikirkan orang-orang,” ujar Lew, kakek Sera.

“Rasanya seperti belajar sesuatu. Ini penting buat saya karena saya baru saja menyelesaikan pertanyaan sulit,” ujar Kevin.

Tujuannya adalah untuk membuat para pelajar terbiasa menghubungkan benda-benda mengasyikkan seperti robot dengan matematika yang membuatnya mungkin dibuat.

Posamentier mengatakan penting untuk diingat bahwa hubungan Amerika dengan matematika tidak selalu membuat pelajar lari. Lebih dari 800.000 mahasiswa asing datang setiap tahun ajaran baru untuk belajar sains, bisnis dan tentu saja matematika. (VOA)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/