26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Indonesia Siap Bantu Maroko, Tidak Ada WNI Terdampak Gempa

SUMUTPOS.CO – Jumlah Warga Negara Indonesia (WNI) yang tinggal di Maroko diketahui sejumlah 500 orang. Mereka dipastikan tidak ada yang menjadi korban atas bencana gempa yang terjadi pada Jumat lalu (8/9).

Muhammad Ahsan Khowaariq adalah salah satu WNI yang tinggal di Maroko. Tepatnya di Casablanka atau 250 km dari pusat gempa. Kemarin (10/9) dia menceritakan pengalamannya.

Meski jaraknya cukup jauh, dia dan tiga orang temannya yang juga WNI merasakan getaran gempa tersebut. “Awal mula terdengar kayak suara gemuruh dari pelan semakin keras dan bumi bergetar, dari samping terdengar suara teman “ini gempa ta? ini gempa ta?”,” ucapnya.

Dia pun panik dan langsung menyelematkan diri. Saat itu sepi karena sedang liburan musim panas. Di asramanya tinggal mahasiswa Indonesia dan mahasiswa dari Afrika serta penjaga asrama. “Setelah di bawah sudah tidak merasakan gempa lagi kira-kira waktu gempa antara 50 detik sampai 1 menit,” ucapnya. Setelah tenang, dia mencoba membuka WhatsApp dan banyak temannya yang membuat story WhatsApp tentang gempa. Dari ponselnya juga dia ketahui kalau kejadian yang dialami malam itu merupakan gempa dengan kekuatan 6,8 sekala richter.

“Kondisi daerah yang saya tempati yaitu Casablanca Alhamdulillah tidak ada kerusakan tapi ada di data oleh kementerian dalam negeri Maroko ada tiga orang yang meninggal dari daerah Casablanka,” kata pria dari Pati, Jawa Tengah itu. Menurut data dari pemerintah setempat, hingga kemarin ada 2000an orang meninggal.

Pria 24 tahun itu juga sempat menghubungi teman-temannya sesame WNI yang tinggal di Marakes. Kondisi mereka baik-baik saja. Teman lainnya yang tinggal di Tankart juga tidak terdampak. “Untuk keluarga di rumah doakan kami semua tetap baik-baik saja semoga tidak ada gempa susulan,” katanya.

WNI lainnya, Wafal Hana kemarin juga menceritakan pengalamannya. Perempuan 22 tahun di hari kejadian sedang berada di sebuah kafe di Kota Rabat bersama dua orang temannya. Goyangan gempa membuat ketiganya bingung. Malah ada yang mengira bahwa goyangan itu karena kursinya dimainkan oleh teman yang lain. “Awalnya saya juga mengira bahwa goyangan di kursi kami terjadi karena ada orang Maroko yang iseng menggoyang-goyangkan kursi kami. Karena kebetulan kafenya berada di pinggir jalan, terlihat jalanan di bawah sudah ramai dan datang ambulan dan beberapa polisi,” kenangnya. Dia mengingat guncangan gempa itu sekitar 5 menit.

Pasca kejadian itu, ketiganya tidak langsung kembali ke daerah masing-masing. Perempuan dari Brebes itu memilih untuk tetap di luar rumah. Mereka bergabung dengan warga Maroko yang duduk di taman. “Karena di grup chat pelajar di Kota Fes ada himbauan untuk menunggu 2 jam dengan tidak masuk ke dalam rumah dahulu setelah gempa,” ucapnya.

Di Kota Rabat sendiri tidak ada pengungsi. Sebab jauh dari pusat gempa. “Untuk tawaran bantuan dari Indonesia sudah ada beberapa, namun dari pemerintah Maroko belum mengizinkan bantuan masuk dari pihak luar,” ungkapnya. Dia berharap adanya tambahan beasiswa karena khawatir dampak gempa merambah pada ekonomi.

Dubes LBBP RI untuk Kerajaan Maroko merangkap Republik Islam Mauritania Hasrul Azwar menyebutkan pusat gempa berpusat di daera pegunungan High Atlas atau 400 km dari Ibu Kota Rabat. Menurut Kementerian Dalam Negeri Maroko, wilayah yang terdampak oaling besar dengan korban jiwa signifikan berad di Provinsi Al Houz, Marrakesh, Ourzazate, Azizal, Chichaoua, dan Taroudant. “Bagi WNI yang tinggal atau sedang berkunjung ke Maroko agar selalu waspada,” ucapnya. KBRI Rabat pun terus memantau dan berkoordinasi dengan pihak berwenang.

Sementara itu, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono mengungkapkan, dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempa bumi magnitudo 6,9 yang terjadi di Marrakesh, Maroko merupakan jenis gempa kerak dangkal akibat aktivitas sesar aktif di zona Pegunungan Atlas, Maroko. Morfologi jalur pegunungan ini berarah barat daya – timur laut dari Agadir hingga Ait Ahmadou Haddou, Maroko.

Hasil analisis mekanisme sumber yang dilakukan BMKG, lanjut Daryono, menunjukkan bahwa gempa yang terjadi memiliki mekanisme sumber pergerakan naik yang mencerminkan adanya gaya tekan yang terjadi pada zona tektonik sumber gempa tersebut. Gempa ini terjadi di wilayah jalur sumber gempa sesar aktif yang sudah terpetakan, namun demikian zona ini dikenal dengan riwayat kegempaan yang relatif rendah. “Gempa ini berdampak sangat merusak mencapai skala intensitas VII – IX MMI hingga menimbulkan kerusakan dan korban jiwa meninggal di kota tua, Marrakesh,” jelas Daryono.

Menurut Daryono, Marrakesh merupakan kota terbesar keempat di Maroko yang merupakan salah satu pusat populasi paling besar. Marrakesh mengalami kerusakan paling parah karena dekat sumber gempa ditambah dengan keberadaan bangunan-bangunan tua yang rentan runtuh akibat guncangan gempa karena kondisi strukturnya yang sudah lemah.

“Kota-kota besar terdampak guncangan gempa cukup kuat di sekitar Marrakesh adalah Ouarzazate, Essaouira, Safi, Agadir, Casablanca dan Errachidia. Termasuk juga dirasakan di negara tetangga seperti Portugal, Spanyol, dan Aljazair,” terang Daryono.

Daryono mengatakan, gempa bumi yang terjadi ini juga mengingatkan pada peristiwa gempa dahsyat yang mengguncang Agadir, Maroko dengan magnitudo 5,8 pada 29 Februari 1960. Meskipun magnitudo gempanya relatif kecil, nanun gempa tersebut menewaskan lebih dari 10.000 orang dan menjadi gempa paling mematikan dalam sejarah Maroko.

“Gempa Marrakesh yang terjadi saat ini berdasarkan magnitudonya sebanding dengan gempa merusak bersejarah yang menghancurkan Kota Meknes dengan magnitudo 6,5-7,0 yang terjadi pada 27 November 1755,” ucap Daryono. Gempa ini menewaskan ribuan orang karena melanda wilayah pegunungan dengan banyak sebaran permukiman pedesaan dan kota-kota kecil yang memiliki banyak bangunan rentan dengan struktur lemah.

Sejumlah lembaga kemanusiaan di Indonesia sudah bersiap membantu Maroko berjuang menghadapi dampak gempa. Diantaranya disampaikan Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Noor Achmad. Dia mengatakan sjap menurunkan tim kemanusiaan dan bantuan untuk membantu penanganan gempa di Maroko.

“Kami sangat prihatin atas gempa yang melanda Maroko, yang memakan korban jiwa cukup banyak serta kerugian materi yang besar,” katanya di Jakarta kemarin (10/9). Dia mengatakan Baznas sudah koordinasi dengan KBRI di Rabat untuk menerjunkan tim kemanuaiaan san bantuan bagi korban gempa.

Noor menyampaikan, mereka akan berupaya menggalang dana dan menyalurkannya untuk masyarakat korban gempa di Maroko. Upaya ini sama seperti yang telah sebelumnya juga dilakukan untuk membantu korban gempa Turki dan Suriah beberapa waktu lalu.

Menurut dia, saat ini adalah masa-masa sulit bagi para korban gempa Maroko. Mereka tentu membutuhkan banyak dukungan dan bantuan. Jika nanti sudah ada lampu hijau dari KBRI di Rabat atau Kemenlu RI, mereka akan berupaya bergerak cepat untuk memberikan bantuan darurat dan bantuan kemanusiaan kepada mereka yang terkena dampak gempa Maroko.

“Kami juga mengajak kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk turut bersama-sama bergotong royong membantu saudara kita yang tertimpa musibah di Maroko,” jelasnya. Dia mendoakan supaya seluruh korban dan pemerintah Maroko berikan kemudahan dan kelancaran dalam penanganan pasca gempa. Dia juga mendoakan supaya para korban gempa di Maroko tetap tabah dan sabar.

Terpisah, gempa bumi magnitudo 6,3 mengguncang wilayah Donggala, Sulawesi Tengah pada Sabtu (9/10) pukul 21.43 WIB. Tepatnya berlokasi di laut pada jarak 49 km barat laut Donggala, Sulawesi Tengah pada kedalaman 20 km. Gempa bumi yang terjadi tersebut setidaknya sempat membuat sebanyak 3.780 warga Donggala mengungsi. Para warga tersebut mengungsi di depan rumah mereka masing-masing karena khawatir akan gempa susulan.

“Warga yang mengungsi berangsur-angsur kembali ke rumah masing-masing. Berdasar perkembangan data yang ada jumlah pengungsi per Minggu (10/9) pukul 12.28 WIB ada sebanyak 2.874 jiwa,” jelas Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari.

Kendati demikian, dikatakan Aam, sapaan Abdul Muhari, angka tersebut masih dinamis. Sebab ada warga yang memang kembali ke rumah masing-masing untuk menjaga dan menyelamatkan harta benda selama ditinggal di pengungsian. Para warga akan kembali ke pengungsian mandiri apabila hari mulai gelap. Hal itu dilakukan sebagai antisipasi jika terjadi gempa bumi susulan.

“Hasil asesmen yang dilakukan BPBD Donggala, kerusakan bangunan yang terdampak gempa bumi ini berjumlah tiga rumah yang mengalami kerusakan ringan. BPBD Donggala hingga kini masih melakukan pendampingan warga pengungsi dan berupaya memberikan dukungan baik logistik maupun peralatan yang dibutuhkan selama berada di pengungsian,” jelas Aam. (wan/gih/lyn/jpg)

SUMUTPOS.CO – Jumlah Warga Negara Indonesia (WNI) yang tinggal di Maroko diketahui sejumlah 500 orang. Mereka dipastikan tidak ada yang menjadi korban atas bencana gempa yang terjadi pada Jumat lalu (8/9).

Muhammad Ahsan Khowaariq adalah salah satu WNI yang tinggal di Maroko. Tepatnya di Casablanka atau 250 km dari pusat gempa. Kemarin (10/9) dia menceritakan pengalamannya.

Meski jaraknya cukup jauh, dia dan tiga orang temannya yang juga WNI merasakan getaran gempa tersebut. “Awal mula terdengar kayak suara gemuruh dari pelan semakin keras dan bumi bergetar, dari samping terdengar suara teman “ini gempa ta? ini gempa ta?”,” ucapnya.

Dia pun panik dan langsung menyelematkan diri. Saat itu sepi karena sedang liburan musim panas. Di asramanya tinggal mahasiswa Indonesia dan mahasiswa dari Afrika serta penjaga asrama. “Setelah di bawah sudah tidak merasakan gempa lagi kira-kira waktu gempa antara 50 detik sampai 1 menit,” ucapnya. Setelah tenang, dia mencoba membuka WhatsApp dan banyak temannya yang membuat story WhatsApp tentang gempa. Dari ponselnya juga dia ketahui kalau kejadian yang dialami malam itu merupakan gempa dengan kekuatan 6,8 sekala richter.

“Kondisi daerah yang saya tempati yaitu Casablanca Alhamdulillah tidak ada kerusakan tapi ada di data oleh kementerian dalam negeri Maroko ada tiga orang yang meninggal dari daerah Casablanka,” kata pria dari Pati, Jawa Tengah itu. Menurut data dari pemerintah setempat, hingga kemarin ada 2000an orang meninggal.

Pria 24 tahun itu juga sempat menghubungi teman-temannya sesame WNI yang tinggal di Marakes. Kondisi mereka baik-baik saja. Teman lainnya yang tinggal di Tankart juga tidak terdampak. “Untuk keluarga di rumah doakan kami semua tetap baik-baik saja semoga tidak ada gempa susulan,” katanya.

WNI lainnya, Wafal Hana kemarin juga menceritakan pengalamannya. Perempuan 22 tahun di hari kejadian sedang berada di sebuah kafe di Kota Rabat bersama dua orang temannya. Goyangan gempa membuat ketiganya bingung. Malah ada yang mengira bahwa goyangan itu karena kursinya dimainkan oleh teman yang lain. “Awalnya saya juga mengira bahwa goyangan di kursi kami terjadi karena ada orang Maroko yang iseng menggoyang-goyangkan kursi kami. Karena kebetulan kafenya berada di pinggir jalan, terlihat jalanan di bawah sudah ramai dan datang ambulan dan beberapa polisi,” kenangnya. Dia mengingat guncangan gempa itu sekitar 5 menit.

Pasca kejadian itu, ketiganya tidak langsung kembali ke daerah masing-masing. Perempuan dari Brebes itu memilih untuk tetap di luar rumah. Mereka bergabung dengan warga Maroko yang duduk di taman. “Karena di grup chat pelajar di Kota Fes ada himbauan untuk menunggu 2 jam dengan tidak masuk ke dalam rumah dahulu setelah gempa,” ucapnya.

Di Kota Rabat sendiri tidak ada pengungsi. Sebab jauh dari pusat gempa. “Untuk tawaran bantuan dari Indonesia sudah ada beberapa, namun dari pemerintah Maroko belum mengizinkan bantuan masuk dari pihak luar,” ungkapnya. Dia berharap adanya tambahan beasiswa karena khawatir dampak gempa merambah pada ekonomi.

Dubes LBBP RI untuk Kerajaan Maroko merangkap Republik Islam Mauritania Hasrul Azwar menyebutkan pusat gempa berpusat di daera pegunungan High Atlas atau 400 km dari Ibu Kota Rabat. Menurut Kementerian Dalam Negeri Maroko, wilayah yang terdampak oaling besar dengan korban jiwa signifikan berad di Provinsi Al Houz, Marrakesh, Ourzazate, Azizal, Chichaoua, dan Taroudant. “Bagi WNI yang tinggal atau sedang berkunjung ke Maroko agar selalu waspada,” ucapnya. KBRI Rabat pun terus memantau dan berkoordinasi dengan pihak berwenang.

Sementara itu, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono mengungkapkan, dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempa bumi magnitudo 6,9 yang terjadi di Marrakesh, Maroko merupakan jenis gempa kerak dangkal akibat aktivitas sesar aktif di zona Pegunungan Atlas, Maroko. Morfologi jalur pegunungan ini berarah barat daya – timur laut dari Agadir hingga Ait Ahmadou Haddou, Maroko.

Hasil analisis mekanisme sumber yang dilakukan BMKG, lanjut Daryono, menunjukkan bahwa gempa yang terjadi memiliki mekanisme sumber pergerakan naik yang mencerminkan adanya gaya tekan yang terjadi pada zona tektonik sumber gempa tersebut. Gempa ini terjadi di wilayah jalur sumber gempa sesar aktif yang sudah terpetakan, namun demikian zona ini dikenal dengan riwayat kegempaan yang relatif rendah. “Gempa ini berdampak sangat merusak mencapai skala intensitas VII – IX MMI hingga menimbulkan kerusakan dan korban jiwa meninggal di kota tua, Marrakesh,” jelas Daryono.

Menurut Daryono, Marrakesh merupakan kota terbesar keempat di Maroko yang merupakan salah satu pusat populasi paling besar. Marrakesh mengalami kerusakan paling parah karena dekat sumber gempa ditambah dengan keberadaan bangunan-bangunan tua yang rentan runtuh akibat guncangan gempa karena kondisi strukturnya yang sudah lemah.

“Kota-kota besar terdampak guncangan gempa cukup kuat di sekitar Marrakesh adalah Ouarzazate, Essaouira, Safi, Agadir, Casablanca dan Errachidia. Termasuk juga dirasakan di negara tetangga seperti Portugal, Spanyol, dan Aljazair,” terang Daryono.

Daryono mengatakan, gempa bumi yang terjadi ini juga mengingatkan pada peristiwa gempa dahsyat yang mengguncang Agadir, Maroko dengan magnitudo 5,8 pada 29 Februari 1960. Meskipun magnitudo gempanya relatif kecil, nanun gempa tersebut menewaskan lebih dari 10.000 orang dan menjadi gempa paling mematikan dalam sejarah Maroko.

“Gempa Marrakesh yang terjadi saat ini berdasarkan magnitudonya sebanding dengan gempa merusak bersejarah yang menghancurkan Kota Meknes dengan magnitudo 6,5-7,0 yang terjadi pada 27 November 1755,” ucap Daryono. Gempa ini menewaskan ribuan orang karena melanda wilayah pegunungan dengan banyak sebaran permukiman pedesaan dan kota-kota kecil yang memiliki banyak bangunan rentan dengan struktur lemah.

Sejumlah lembaga kemanusiaan di Indonesia sudah bersiap membantu Maroko berjuang menghadapi dampak gempa. Diantaranya disampaikan Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Noor Achmad. Dia mengatakan sjap menurunkan tim kemanusiaan dan bantuan untuk membantu penanganan gempa di Maroko.

“Kami sangat prihatin atas gempa yang melanda Maroko, yang memakan korban jiwa cukup banyak serta kerugian materi yang besar,” katanya di Jakarta kemarin (10/9). Dia mengatakan Baznas sudah koordinasi dengan KBRI di Rabat untuk menerjunkan tim kemanuaiaan san bantuan bagi korban gempa.

Noor menyampaikan, mereka akan berupaya menggalang dana dan menyalurkannya untuk masyarakat korban gempa di Maroko. Upaya ini sama seperti yang telah sebelumnya juga dilakukan untuk membantu korban gempa Turki dan Suriah beberapa waktu lalu.

Menurut dia, saat ini adalah masa-masa sulit bagi para korban gempa Maroko. Mereka tentu membutuhkan banyak dukungan dan bantuan. Jika nanti sudah ada lampu hijau dari KBRI di Rabat atau Kemenlu RI, mereka akan berupaya bergerak cepat untuk memberikan bantuan darurat dan bantuan kemanusiaan kepada mereka yang terkena dampak gempa Maroko.

“Kami juga mengajak kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk turut bersama-sama bergotong royong membantu saudara kita yang tertimpa musibah di Maroko,” jelasnya. Dia mendoakan supaya seluruh korban dan pemerintah Maroko berikan kemudahan dan kelancaran dalam penanganan pasca gempa. Dia juga mendoakan supaya para korban gempa di Maroko tetap tabah dan sabar.

Terpisah, gempa bumi magnitudo 6,3 mengguncang wilayah Donggala, Sulawesi Tengah pada Sabtu (9/10) pukul 21.43 WIB. Tepatnya berlokasi di laut pada jarak 49 km barat laut Donggala, Sulawesi Tengah pada kedalaman 20 km. Gempa bumi yang terjadi tersebut setidaknya sempat membuat sebanyak 3.780 warga Donggala mengungsi. Para warga tersebut mengungsi di depan rumah mereka masing-masing karena khawatir akan gempa susulan.

“Warga yang mengungsi berangsur-angsur kembali ke rumah masing-masing. Berdasar perkembangan data yang ada jumlah pengungsi per Minggu (10/9) pukul 12.28 WIB ada sebanyak 2.874 jiwa,” jelas Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari.

Kendati demikian, dikatakan Aam, sapaan Abdul Muhari, angka tersebut masih dinamis. Sebab ada warga yang memang kembali ke rumah masing-masing untuk menjaga dan menyelamatkan harta benda selama ditinggal di pengungsian. Para warga akan kembali ke pengungsian mandiri apabila hari mulai gelap. Hal itu dilakukan sebagai antisipasi jika terjadi gempa bumi susulan.

“Hasil asesmen yang dilakukan BPBD Donggala, kerusakan bangunan yang terdampak gempa bumi ini berjumlah tiga rumah yang mengalami kerusakan ringan. BPBD Donggala hingga kini masih melakukan pendampingan warga pengungsi dan berupaya memberikan dukungan baik logistik maupun peralatan yang dibutuhkan selama berada di pengungsian,” jelas Aam. (wan/gih/lyn/jpg)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/