PARIS, SUMUTPOS.CO – Antrean panjang terlihat nyaris di seluruh kios koran Kota Paris kemarin (14/1). Semua orang yang berjajar dalam antrean itu menginginkan mingguan Charlie Hebdo. Rata-rata, mereka ingin memiliki edisi perdana tabloid satir tersebut pasca penyerangan maut di markasnya pada Rabu (7/1).
‘Masih ada Charlie (Hebdo)?’ tanya Catherine Boniface setelah beberapa menit antre. Mendengar pertanyaan itu, penjaga kios hanya tersenyum sambil menggeleng. Gurat kecewa langsung tergambar jelas di wajah perempuan 50 tahun tersebut. Kemarin dia gagal mendapatkan edisi terbaru media berbahasa Prancis itu. Padahal, khusus edisi teranyarnya, Charlie Hebdo telah menyiapkan tiga juta kopi.
‘Saya kecewa. Edisi kali ini sangat berarti. Ini menjadi simbol keteguhan awak redaksi (Charlie Hebdo) yang tidak gentar pada teror,’ tutur perempuan yang berprofesi sebagai dokter tersebut. Boniface mengaku bukan pelanggan atau pembaca Charlie Hebdo. Tetapi, begitu teror yang merenggut 12 nyawa mampir di kantor redaksi media itu, dia tertarik menyimak isi mingguan yang terbit setiap Rabu tersebut.
Seperti Boniface yang harus berkeliling ke beberapa kios koran, sebagian besar warga Paris melakukan hal serupa. Mereka penasaran ingin membaca tabloid yang lagi-lagi menampilkan karikatur Nabi Muhammad pada sampul depannya tersebut. Tidak hanya di Prancis, publik di sedikitnya 24 negara lain pun berlomba mendapatkan tabloid kontroversial itu. Khusus edisi kemarin, Charlie Hebdo terbit dalam 16 bahasa.
Bersamaan dengan itu, aparat Prancis mengamankan seorang komikus yang dianggap mendukung terorisme secara terang-terangan. Dieudonne terancam hukuman empat tahun penjara. Setelah mengunggah kalimat provokatif pada Facebook yang menyatakan bahwa dirinya merasa seperti Charlie Coulibaly, gabungan Charlie Hebdo dan Amedy Coulibaly, lelaki tersebut menulis surat terbuka kepada presiden.
‘Setiap kali saya berbicara, Anda tidak pernah berusaha memahaminya. Anda bahkan tidak mau mendengar. Anda malah mencari alasan untuk menyalahkan saya. Anda menganggap saya seperti Amedy Coulibaly. Padahal, saya adalah Charlie (Hebdo),’ paparnya. Belakangan, kalimat Je Suis Charlie yang berarti Saya Charlie menjadi sangat populer di seluruh dunia.
Sementara itu, Al Qaeda Semenanjung Arab (AQAP) mengklaim bertanggung jawab atas teror di markas redaksi Charlie Hebdo. Itu sesuai dengan pengakuan Kouachi Bersaudara, kakak beradik yang melancarkan teror maut di kantor media satir tersebut. Kepada saksi mata, duo pelaku itu mengaku sebagai bagian dari AQAP yang diutus membela Nabi Muhammad.
‘Al Qaeda Yaman memilih dan menentukan sasaran, menyusun rencana serangan, dan membiayai misi tersebut,’ kata Nasr al-Ansi, salah seorang komandan Al Qaeda di Yaman. Dalam video berdurasi sebelas menit tersebut, dia menyebut serangan ke kantor Charlie Hebdo itu sebagai misi yang sukses. (AP/AFP/hep/c20/ami)