31 C
Medan
Sunday, June 30, 2024

6 Pengebom Bunuh Diri Ledakkan Gubernuran

Publik Inggris Nilai PM Gagal Atasi Masalah Sosial

LONDON – Perdana Menteri Inggris David Cameron harus kembali menerima pukulan telak. Belum kelar urusan skandal penyadapan telepon oleh tabloid News of the World yang melibatkan mantan juru bicaranya, Andy Coulson, kali ini pemerintahannya diguncang kerusuhan masal di jantung ibu kota. Kerusuhan berawal dari penembakan Mark Duggan hingga tewas oleh polisi di Tottenham, utara London itu malah meluas ke beberapa kota di Inggris.

Fakta lebih parah, kerusuhan disertai aksi penjarahan masal dan pembakaran sejumlah gedung. Sedikitnya, lima orang tewas dalam kerusuhan tersebut. Sekitar 2.250 orang telah ditangkap. Lebih dari 700 di antaranya telah didakwa dan disidangkan di pengadilan.

Insiden selama empat hari itu merupakan kerusuhan terburuk di Inggris dalam satu dekade terakhir ini. Jurnalis dan kolumnis terkemuka Matthew d”Ancona pun menilai kerusuhan tersebut sebagai ujian terbesar atas keberanian dan kepemimpinan Cameron.

“Faktanya, langkah yang diambil Cameron selama ini lebih banyak diambil sebagai konsekuensi dari kalkulasi politik dibandingkan refleksi dari perasaan empatinya atas kecemasan masyarakat negeri ini,” tulis d”Ancona di koran London Evening Standard pada Rabu lalu (10/8).

Yang dimaksudkannya yakni, keputusan minta parlemen mengakhiri masa reses. Parlemen Inggris akhirnya memulai sidang kembali pada Kamis lalu (11/8) untuk membahas situasi di negeri tersebut.

Pemimpin Partai Konservatif itu terpaksa mengambil keputusan yang tidak populer pula menghadapi kerusuhan yang terus meluas dan tidak kunjung terbendung. Misalnya, dia mengizinkan polisi menggunakan meriam air (water cannon) dalam menghadapi para perusuh dan penjarah. Keputusan itu belum pernah diberlakukan dalam sejarah di negara Ratu Elizabeth II tersebut dalam menghadapi para demonstran. Polisi juga mulai melakukan penggerebekan ke rumah-rumah warga untuk menangkapi para penjarah dan perusuh.

Bahkan, pemerintahan Cameron akhirnya menerjunkan supercop untuk meredam kerusuhan yang meluas ke kota-kota seperti Manchester, Liverpool, Birmingham, West Bromwich, Nottingham, dan Leicester tersebut. Polisi super ala Inggris itu dilengkapi rompi anti penusukan, beberapa pelindung tubuh, helm, dan radio. Bahkan, mereka tidak hanya dipersenjatai perisai dan pentungan, tetapi memiliki pula senjata sengatan atau kejutan listrik.

Situasi di Inggris memang berhasil dikendalikan. Kota-kota yang sebelumnya dilanda kerusuhan mulai tenang dan pulih kembali kemarin (13/8). Polisi terus berpatroli di jalan-jalan pada Jumat malam lalu (12/8) hingga kemarin.
Tentu, bukan berarti persoalan selesai sama sekali. Sejumlah kalangan menilai pemerintahan Cameron tak cukup hanya mengerahkan supercop dan menangkap perusuh di negerinya.

“Polisi perlu bertindak dan bersikap lebih baik dalam mengatasi ketegangan rasial,” saran Bill Bratton, mantan komisaris polisi New York, kepada CBC kemarin.

Pemerintahan Cameron diminta segera mengatasi akar masalah sosial yang melatari kerusuhan dan penjarahan. Usul tersebut justru dilontarkan anggota kabinet Cameron, yakni Menteri Keuangan (Menkeu) George Osborne.
“Ada komunitas yang ditinggalkan di belakang sebagian warga negeri ini. Komunitas itu terputus aliran darah ekonomi,” tutur Osborne dikutip Reuters.

Belakangan ini, kebijakan Cameron menuai banyak kecaman. Koleganya di Partai Konservatif menilai dia terlalu keras dalam mengatasi kerusuhan. Dia mendapat serangan karena langkah-langkahnya mengatasi beban utang pemerintah Inggris. Cameron bersikukuh masalah ekonomi dan politik tak terkait dengan penjarahan dan kerusuhan di London .
Kenyataannya, pejabat kepolisian, anggota parlemen, dan wali kota London mengecam kebijakan Cameron. Terutama terkait keputusannya mengurangi jumlah personel polisi dan anggaran keamanan untuk kerusuhan. (bbs/cak/dwi/jpnn)

Publik Inggris Nilai PM Gagal Atasi Masalah Sosial

LONDON – Perdana Menteri Inggris David Cameron harus kembali menerima pukulan telak. Belum kelar urusan skandal penyadapan telepon oleh tabloid News of the World yang melibatkan mantan juru bicaranya, Andy Coulson, kali ini pemerintahannya diguncang kerusuhan masal di jantung ibu kota. Kerusuhan berawal dari penembakan Mark Duggan hingga tewas oleh polisi di Tottenham, utara London itu malah meluas ke beberapa kota di Inggris.

Fakta lebih parah, kerusuhan disertai aksi penjarahan masal dan pembakaran sejumlah gedung. Sedikitnya, lima orang tewas dalam kerusuhan tersebut. Sekitar 2.250 orang telah ditangkap. Lebih dari 700 di antaranya telah didakwa dan disidangkan di pengadilan.

Insiden selama empat hari itu merupakan kerusuhan terburuk di Inggris dalam satu dekade terakhir ini. Jurnalis dan kolumnis terkemuka Matthew d”Ancona pun menilai kerusuhan tersebut sebagai ujian terbesar atas keberanian dan kepemimpinan Cameron.

“Faktanya, langkah yang diambil Cameron selama ini lebih banyak diambil sebagai konsekuensi dari kalkulasi politik dibandingkan refleksi dari perasaan empatinya atas kecemasan masyarakat negeri ini,” tulis d”Ancona di koran London Evening Standard pada Rabu lalu (10/8).

Yang dimaksudkannya yakni, keputusan minta parlemen mengakhiri masa reses. Parlemen Inggris akhirnya memulai sidang kembali pada Kamis lalu (11/8) untuk membahas situasi di negeri tersebut.

Pemimpin Partai Konservatif itu terpaksa mengambil keputusan yang tidak populer pula menghadapi kerusuhan yang terus meluas dan tidak kunjung terbendung. Misalnya, dia mengizinkan polisi menggunakan meriam air (water cannon) dalam menghadapi para perusuh dan penjarah. Keputusan itu belum pernah diberlakukan dalam sejarah di negara Ratu Elizabeth II tersebut dalam menghadapi para demonstran. Polisi juga mulai melakukan penggerebekan ke rumah-rumah warga untuk menangkapi para penjarah dan perusuh.

Bahkan, pemerintahan Cameron akhirnya menerjunkan supercop untuk meredam kerusuhan yang meluas ke kota-kota seperti Manchester, Liverpool, Birmingham, West Bromwich, Nottingham, dan Leicester tersebut. Polisi super ala Inggris itu dilengkapi rompi anti penusukan, beberapa pelindung tubuh, helm, dan radio. Bahkan, mereka tidak hanya dipersenjatai perisai dan pentungan, tetapi memiliki pula senjata sengatan atau kejutan listrik.

Situasi di Inggris memang berhasil dikendalikan. Kota-kota yang sebelumnya dilanda kerusuhan mulai tenang dan pulih kembali kemarin (13/8). Polisi terus berpatroli di jalan-jalan pada Jumat malam lalu (12/8) hingga kemarin.
Tentu, bukan berarti persoalan selesai sama sekali. Sejumlah kalangan menilai pemerintahan Cameron tak cukup hanya mengerahkan supercop dan menangkap perusuh di negerinya.

“Polisi perlu bertindak dan bersikap lebih baik dalam mengatasi ketegangan rasial,” saran Bill Bratton, mantan komisaris polisi New York, kepada CBC kemarin.

Pemerintahan Cameron diminta segera mengatasi akar masalah sosial yang melatari kerusuhan dan penjarahan. Usul tersebut justru dilontarkan anggota kabinet Cameron, yakni Menteri Keuangan (Menkeu) George Osborne.
“Ada komunitas yang ditinggalkan di belakang sebagian warga negeri ini. Komunitas itu terputus aliran darah ekonomi,” tutur Osborne dikutip Reuters.

Belakangan ini, kebijakan Cameron menuai banyak kecaman. Koleganya di Partai Konservatif menilai dia terlalu keras dalam mengatasi kerusuhan. Dia mendapat serangan karena langkah-langkahnya mengatasi beban utang pemerintah Inggris. Cameron bersikukuh masalah ekonomi dan politik tak terkait dengan penjarahan dan kerusuhan di London .
Kenyataannya, pejabat kepolisian, anggota parlemen, dan wali kota London mengecam kebijakan Cameron. Terutama terkait keputusannya mengurangi jumlah personel polisi dan anggaran keamanan untuk kerusuhan. (bbs/cak/dwi/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/