Pemerintah Myanmar mengumumkan bahwa mulai November ini pihaknya siap menampung kembali Muslim Rohingya yang berada di kamp pengungsi di Bangladesh, untuk kembali ke Myanmar. Namun, keputusan ini ditentang banyak pihak karena kondisi di Rakhine, Myanmar yang belum memungkinkan, dan kondisi pengungsi yang masih trauma.
Direktur Eksekutif Yayasan HAM Burma, Kyaw Win mengatakan, sejumlah pengungsi masih trauma dan belum siap untuk kembali ke Myanmar lewat repatriasi ini.
“Mereka masih trauma, takut dan telah dipaksa untuk melarikan diri keluar dari Myanmar,” katanya di acara diskusi terbuka oleh Komite Nasional Solidaritas Rohingya (KNSR) pada Rabu (14/11). “Ini tidak mudah dan butuh waktu, selama militer berkuasa sulit bagi mereka karena mereka butuh perlindungan,” kata Win.
Dia juga menyarankan, repatriasi ini harus ditunda karena pelaku pembantaian belum dibawa ke pengadilan. Sebab, masalah utama yang membuat para pengungsi trauma adalah belum adanya keadilan atas pembantaian yang terjadi kepada Muslim Rohingya.
“Kami sudah mewawancarai mereka, bahkan beberap amemilih untuk bunuh diri daripada kembali ke Rakhine,” ujarnya.
Sebagai informasi, terkait repatriasi Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi menyerukan agar Myanmar mengizinkan pengungsi Rohingya mengunjungi tempat asal mereka atau tempat pemukiman kembali untuk membuat penilaian independen mereka sendiri, apakah mereka merasa dapat kembali ke sana dengan aman dan bermartabat. (iml/JPC)
Pemerintah Myanmar mengumumkan bahwa mulai November ini pihaknya siap menampung kembali Muslim Rohingya yang berada di kamp pengungsi di Bangladesh, untuk kembali ke Myanmar. Namun, keputusan ini ditentang banyak pihak karena kondisi di Rakhine, Myanmar yang belum memungkinkan, dan kondisi pengungsi yang masih trauma.
Direktur Eksekutif Yayasan HAM Burma, Kyaw Win mengatakan, sejumlah pengungsi masih trauma dan belum siap untuk kembali ke Myanmar lewat repatriasi ini.
“Mereka masih trauma, takut dan telah dipaksa untuk melarikan diri keluar dari Myanmar,” katanya di acara diskusi terbuka oleh Komite Nasional Solidaritas Rohingya (KNSR) pada Rabu (14/11). “Ini tidak mudah dan butuh waktu, selama militer berkuasa sulit bagi mereka karena mereka butuh perlindungan,” kata Win.
Dia juga menyarankan, repatriasi ini harus ditunda karena pelaku pembantaian belum dibawa ke pengadilan. Sebab, masalah utama yang membuat para pengungsi trauma adalah belum adanya keadilan atas pembantaian yang terjadi kepada Muslim Rohingya.
“Kami sudah mewawancarai mereka, bahkan beberap amemilih untuk bunuh diri daripada kembali ke Rakhine,” ujarnya.
Sebagai informasi, terkait repatriasi Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi menyerukan agar Myanmar mengizinkan pengungsi Rohingya mengunjungi tempat asal mereka atau tempat pemukiman kembali untuk membuat penilaian independen mereka sendiri, apakah mereka merasa dapat kembali ke sana dengan aman dan bermartabat. (iml/JPC)