26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Radiasi Nuklir Semakin Gawat

99 WNI Tiba di Tanah Air

JEPANG- Otoritas Keselamatan Nuklir (ASN) Prancis berpendapat, kecelakan nuklir di PLTN Fukhusima Daiichi ada di level 6 dari skala 0-7. Angka ini jauh lebih tinggi dari klaim Jepang yang berada di level 4.
”Insiden ini berada di dimensi yang sama sekali berbeda dibandingkan dengan kemarin. Ini jelas bahwa kami tempatkan di level 6,” kata Kepala ASN Andre-Claude Lacoste dalam jumpa pers, sebagaimana dilansir AFP, Selasa (15/3).

”Tingkat kegawatan telah berubah,” tandasnya. International Nuclear Event Scale (INES) dikeluarkan untuk mengetahui level bencana kecelakaan nuklir. Skala INES menjelaskan pentingnya peristiwa dalam berbagai kegiatan, termasuk penggunaan sumber radiasi oleh industri dan medis, juga operasi instalasi nuklir dan pengangkutan zat radioaktif.

Dalam situs badan atom internasional, IAEA, dijelaskan skala kebencanaan dibagi dalam 7 level. Suatu peristiwa yang masuk dalam level 1-3 disebut insiden (incident). Sedangkan jika sudah masuk ke level 4-7 disebut kecelakaan (accident). Peristiwa terkait nuklir di PLTN yang tidak membahayakan keselamatan disebut sebagai ‘penyimpangan’ dan masuk dalam klasifikasi skala/ level 0.

Accident di Level 4  merupakan kecelakaan dengan dampak lokal. Terjadi kebocoran radioaktif dalam jumlah kecil. Setidaknya satu orang tewas akibat radiasi. Bahan bakar meleleh atau kerusakan bahan bakar, menghasilkan kebocoran lebih dari 0,1 persen pasokan inti.

Kecelakaan level 4 terjadi di Tokaimura, Jepang, pada 1999. Ketika itu ada kesalahan yang dilakukan oleh pekerja saat mencampur bahan. Akibatnya terjadi kecelakaan yang menyebabkan dua pekerja meninggal dan beberapa orang lainnya terkena radiasi.

Selain itu, terjadi pula di Saint Laurent des Eaux, Prancis, pada 1980. Saat itu saluran bahan bakar dalam reaktor meleleh. Namun tidak ada kebocoran di luar.

Level 6 (kecelakaan serius). Terjadi kebocoran radioaktif dalam jumlah cukup besar yang membutuhkan tindak penanganan.

Terjadi di PLTN Kyshtym, Rusia, pada 1957. Kebocoran material radioaktif dalam jumlah cukup besar terjadi di lingkungan sekitar PLTN. Hal ini dikarenakan ledakan tanki limbah. Ribuan orang terpapar radiasi ini.
Level 7 (kecelakaan besar). Kebocoran radioaktif dengan jumlah besar terjadi sehingga berdampak luas pada kesehatan dan lingkungan. Karena itu butuh respons dan tindakan jangka panjang.

Dialami oleh PLTN Chernobyl, Ukraina, pada 1986. Kala itu reaktor nomor empat meledak. Akibatnya terjadilah kebakaran dan bocornya radioaktif dalam jumlah besar. Lingkungan dan masyarakat terpapar radiasi ini. Uap radioaktif itu mengandung yodium 131, cesium 137 dan xenon yang volumenya 100 kali bom atom Hiroshima. Uap radioaktif menyebar ke Uni Soviet, Eropa Timur, Eropa Barat dan Eropa Utara. Sebagian besar warga di Ukraina, Belarusia dan Rusia diungsikan. Kala itu lebih dari 336.000 orang mengungsi.

Jepang bersikeras mempertahankan tingkat bahaya akibat kecelakaan nuklir pada level 4 pada skala 7. Jepang tidak menggubris statemen Prancis yang berpendapat kecelakaan di PLTN Fukushima berada di level 6.
”Tidak ada diskusi di sini tentang meningkatkan rating kecelakaan nuklir internasional untuk PLTN Fukushima,” kata seorang pejabat di Badan Keselamatan Nuklir dan Industri Jepang kepada AFP, Selasa (15/3).
PLTN Fukushima No 1 terletak 250 km timur laut Tokyo mengalami ledakan dan kebakaran di empat dari enam reaktornya sejak gempa dan tsunami Jumat 11 Maret. Radius bahaya telah diperluas menjadi 30 km.

Pemerintah Indonesia juga mengimbauan WNI di Jepang untuk mewaspadai ancaman radiasi yang diakibatkan kerusakan PLTN Fukushima.

WNI yang berada di Jepang dan yang memiliki urusan penting untuk berkunjung ke Jepang agar selalu berkomunikasi dengan Kedutaan Besar RI di Tokyo, atau Kementerian Luar Negeri di Jakarta mengenai perkembangan terakhir situasi di Jepang.

Dalam keterangan pers yang dikirim Kementerian Luar Negeri RI, pemerintah juga mengimbau WNI yang berada di Jepang juga agar senantiasa memperhatikan dan mematuhi imbauan yang disampaikan Pemerintah Jepang. Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengatakan, pemerintah Jepang menetapkan warga di radius 20 kilometer dari lokasi PLTN untuk dievakuasi. Sementara mereka yang berada di radius 30 kilometer diimbau tetap berada di dalam rumah.

”Pemerintah kita menerapkan kebijakan yang lebih luas. WNI yang berada di sekitar (radius) 30 kilometer plus dari lokasi PLTN akan kita amankan,” terang mantan Dubes RI untuk PBB itu.
Pemerintah menekankan agar WNI yang memiliki urusan penting untuk berkunjung ke Jepang, agar menghindari wilayah-wilayah yang paling parah terkena dampak gempa bumi dan tsunami. Wilayah tersebut antara lain Perfektur Miyagi, Iwate, Fukushima dan Ibaraki.

WNI pun diminta agar selalu mengikuti perkembangan terkini khususnya pengumuman-pengumuman yang dikeluarkan Pemerintah Jepang, Kementerian Luar Negeri RI dan KBRI Tokyo.

Sementara itu, dua gempa terjadi hampir beruntun dalam hitungan menit, Selasa (15/3) malam. Masing-masing pukul 22.31 dan pukul 22.37 waktu setempat. Gempa pertama dengan kekuatan 6,1 berpusat di wilayah Prefektur Shizuoka di Jepang bagian tengah. Wilayah tersebut diperkirkan paling kuat merasakan guncangan gempa yang berada pada kedalaman 1 km di darat sesuai data awal United States Geological Survei (USGS). Sementara gempa kedua berkekuatan 5,8 (direvisi dari 5,2 sebelumnya) berpusat di laut dekat pusat gempa berkekuatan 9 pekan lalu.
Getaran gempa dilaporkan terasa kuat hingga Tokyo yang berjarak 115 km di utara. Belum diketahui dampak gempa tersebut. Namun, sejauh ini belum ada laporan kerusakan berarti di wilayah Shizuoka.

Meski sangat kuat dan berpusat di darat, gempa tersebut dilaporkan tak sampai merusak fasilitas umum. NHK melaporkan bahwa TEPCO (Tokyo Electric Power Company) yang mengoperasikan pembangkit listrik tenaga nuklir memastikan reaktor nuklir Hamaoka di Shizuoka masih bekerja normal. begitu pula beberapa pembangkit lainnya.

Nasib 267 WNI Belum Jelas

Pemerintah Indonesia terus mengupayakan upaya penyelematan terhadap warga negara Indonesia yang berada di Jepang. Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengungkapkan, hingga kemarin (15/3), masih ada 267 WNI yang belum jelas keberadaannya paska bencana gempa dan tsunami yang melanda Jepang, Jumat (11/3) lalu.
“Sebanyak 267 orang yang masih pending, masih belum terkonfirmasi,” kata Marty di Kantor Presiden usai mengikuti pertemuan dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan sejumlah menteri membahas bantuan untuk Jepang.

Marty menuturkan, jumlah WNI yang tinggal di wilayah yang mengalami kerusakan parah karena tsunami mencapai 496 orang. Rinciannya, 274 orang di Miyagi, 120 orang di Iwate, dan 82 orang di Fukushima.
Dia menerangkan, upaya perlindungan terhadap WNI memang menjadi prioritas pemerintah, termasuk memastikan keselamatan dan keamanannya. Tadi malam, sebanyak 99 orang WNI tiba di Jakarta yang masuk gelombang pertama relokasi dari Jepang.

Marty menuturkan, pemerintah saat ini juga menyiapkan bantuan yang akan dikirimkan ke Jepang. Antara lain selimut, matras, dan tabung air minum. Pemerintah juga menyiapkan bantuan dana untuk Jepang. ”Tadi Bapak Presiden mengatakan, kita akan Bantu dana seperti (saat bencana) di Australia dan New Zealand,” katanya.
Terkait dengan nominal bantuan itu, Marty belum bisa memberikan angka pasti. Namun sebagai perbandingan, untuk bencana di Australia pemerintah memberikan bantuan USD 1 juta. ”Tentu (jumlah bantuan) akan ditetapkan pemerintah dalam waktu dekat,” kata mantan juru bicara Kemenlu itu.

Saat ini, lanjut Marty, tengah disiapkan satu tim beranggotakan 15 orang yang akan dikirim. Mereka merupakan tenaga terlatih dalam urusan evakuasi (search and rescue/SAR) dan tenaga medis. ”Sedang dipersiapkan untuk berangkat, mengurus visa,” ujarnya.

Sedangkan gelombang pertama WNI yang dipulangkan dari Jepang pasca tsunami, sudah tiba di Indonesia. Rombongan berjumlah 99 orang yang sebagian besar adalah pekerja dan  mahasiswa beserta keluarganya.
“Proses pemulangan ini sepenuhnya dibiayai pemerintah. Nanti akan menyusul rombongan gelombang berikutnya,” ujar Menlu Marty dalam sambutannya.
Rombongan gelombang pertama ini kebanyakan adalah WNI yang tinggal di Tokyo. Pesawat yang menerbangkan mereka dari Jepang mendarat pada pukul 18.00 WIB di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng.

Medan Galang Bantuan

Untuk membantu korban gempa dan tsunami di Jepang, pengurus Yayasan Warga Persahabatan (Fukushi Tomo Kei), Jalan Sei Deli, Medan Barat, melakukan aksi penggalangan dana. ”Ini hari pertama kita melakukan pengumpulan dana dan saat ini baru 1 orang yang mengumpulkan yaitu Michiko Nakamura (Farida Hanum). Rencananya, berapa pun dana yang terkumpul akan kita serahkan langsung ke Konsul Jepang,” kata Koordinator Yayasan Warga Persahabatan, H Jamharil Umeda, kemarin.

Farida Hanum (48), warga Jalan Krakatau, kepada wartawan mengaku, dia terketuka hatinya untuk memberikan bantuan dana. “Ini tidak seberapa dibandingkan dengan penderitaan yang dialami warga Jepang. Keluarga saya masih banyak yang tinggal di Jepang. Kita selaku manusia haruis saling tolong menolong terutama bagi yang sangat membutuhkan,” tukasnya.

Sementara itu, Hj Yusni Merri Harahap (50), warga Jalan Ampera, Batang Kuis, yang ditemani suaminya, Dahlan, Wakil Ketua Yayasan Warga Persahabatan (Fukushi Tomo Kei), menuturkan, bahwa dia mempunyai 5 orang anaknya di Jepang. Diterangkannya, dia sangat khawatir dengan keberadaan anaknya di Jepang yang sedang mengalami bencana tersebut.

“Saya mohon kepada pemerintah agar membantu kepulangan warga Indonesia yang ada di Jepang. Anak saya ada 5 orang di Jepang tetapi mereka tetap sehat walafiat saja,” tegasnya. Ditambahkannya, satu anaknya yang bekerja di perusahaan pengalengan ikan yang juga wanita sedang hamil. “Anak saya lari turun naik gunung dan tempat tinggi. Anak saya itu sedang hamil. Saya takut keadaan anak saya yang hamil itu,” tambahnya sambil menitikkan air mata.(fal/jpnn/jon/net/bbs)

99 WNI Tiba di Tanah Air

JEPANG- Otoritas Keselamatan Nuklir (ASN) Prancis berpendapat, kecelakan nuklir di PLTN Fukhusima Daiichi ada di level 6 dari skala 0-7. Angka ini jauh lebih tinggi dari klaim Jepang yang berada di level 4.
”Insiden ini berada di dimensi yang sama sekali berbeda dibandingkan dengan kemarin. Ini jelas bahwa kami tempatkan di level 6,” kata Kepala ASN Andre-Claude Lacoste dalam jumpa pers, sebagaimana dilansir AFP, Selasa (15/3).

”Tingkat kegawatan telah berubah,” tandasnya. International Nuclear Event Scale (INES) dikeluarkan untuk mengetahui level bencana kecelakaan nuklir. Skala INES menjelaskan pentingnya peristiwa dalam berbagai kegiatan, termasuk penggunaan sumber radiasi oleh industri dan medis, juga operasi instalasi nuklir dan pengangkutan zat radioaktif.

Dalam situs badan atom internasional, IAEA, dijelaskan skala kebencanaan dibagi dalam 7 level. Suatu peristiwa yang masuk dalam level 1-3 disebut insiden (incident). Sedangkan jika sudah masuk ke level 4-7 disebut kecelakaan (accident). Peristiwa terkait nuklir di PLTN yang tidak membahayakan keselamatan disebut sebagai ‘penyimpangan’ dan masuk dalam klasifikasi skala/ level 0.

Accident di Level 4  merupakan kecelakaan dengan dampak lokal. Terjadi kebocoran radioaktif dalam jumlah kecil. Setidaknya satu orang tewas akibat radiasi. Bahan bakar meleleh atau kerusakan bahan bakar, menghasilkan kebocoran lebih dari 0,1 persen pasokan inti.

Kecelakaan level 4 terjadi di Tokaimura, Jepang, pada 1999. Ketika itu ada kesalahan yang dilakukan oleh pekerja saat mencampur bahan. Akibatnya terjadi kecelakaan yang menyebabkan dua pekerja meninggal dan beberapa orang lainnya terkena radiasi.

Selain itu, terjadi pula di Saint Laurent des Eaux, Prancis, pada 1980. Saat itu saluran bahan bakar dalam reaktor meleleh. Namun tidak ada kebocoran di luar.

Level 6 (kecelakaan serius). Terjadi kebocoran radioaktif dalam jumlah cukup besar yang membutuhkan tindak penanganan.

Terjadi di PLTN Kyshtym, Rusia, pada 1957. Kebocoran material radioaktif dalam jumlah cukup besar terjadi di lingkungan sekitar PLTN. Hal ini dikarenakan ledakan tanki limbah. Ribuan orang terpapar radiasi ini.
Level 7 (kecelakaan besar). Kebocoran radioaktif dengan jumlah besar terjadi sehingga berdampak luas pada kesehatan dan lingkungan. Karena itu butuh respons dan tindakan jangka panjang.

Dialami oleh PLTN Chernobyl, Ukraina, pada 1986. Kala itu reaktor nomor empat meledak. Akibatnya terjadilah kebakaran dan bocornya radioaktif dalam jumlah besar. Lingkungan dan masyarakat terpapar radiasi ini. Uap radioaktif itu mengandung yodium 131, cesium 137 dan xenon yang volumenya 100 kali bom atom Hiroshima. Uap radioaktif menyebar ke Uni Soviet, Eropa Timur, Eropa Barat dan Eropa Utara. Sebagian besar warga di Ukraina, Belarusia dan Rusia diungsikan. Kala itu lebih dari 336.000 orang mengungsi.

Jepang bersikeras mempertahankan tingkat bahaya akibat kecelakaan nuklir pada level 4 pada skala 7. Jepang tidak menggubris statemen Prancis yang berpendapat kecelakaan di PLTN Fukushima berada di level 6.
”Tidak ada diskusi di sini tentang meningkatkan rating kecelakaan nuklir internasional untuk PLTN Fukushima,” kata seorang pejabat di Badan Keselamatan Nuklir dan Industri Jepang kepada AFP, Selasa (15/3).
PLTN Fukushima No 1 terletak 250 km timur laut Tokyo mengalami ledakan dan kebakaran di empat dari enam reaktornya sejak gempa dan tsunami Jumat 11 Maret. Radius bahaya telah diperluas menjadi 30 km.

Pemerintah Indonesia juga mengimbauan WNI di Jepang untuk mewaspadai ancaman radiasi yang diakibatkan kerusakan PLTN Fukushima.

WNI yang berada di Jepang dan yang memiliki urusan penting untuk berkunjung ke Jepang agar selalu berkomunikasi dengan Kedutaan Besar RI di Tokyo, atau Kementerian Luar Negeri di Jakarta mengenai perkembangan terakhir situasi di Jepang.

Dalam keterangan pers yang dikirim Kementerian Luar Negeri RI, pemerintah juga mengimbau WNI yang berada di Jepang juga agar senantiasa memperhatikan dan mematuhi imbauan yang disampaikan Pemerintah Jepang. Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengatakan, pemerintah Jepang menetapkan warga di radius 20 kilometer dari lokasi PLTN untuk dievakuasi. Sementara mereka yang berada di radius 30 kilometer diimbau tetap berada di dalam rumah.

”Pemerintah kita menerapkan kebijakan yang lebih luas. WNI yang berada di sekitar (radius) 30 kilometer plus dari lokasi PLTN akan kita amankan,” terang mantan Dubes RI untuk PBB itu.
Pemerintah menekankan agar WNI yang memiliki urusan penting untuk berkunjung ke Jepang, agar menghindari wilayah-wilayah yang paling parah terkena dampak gempa bumi dan tsunami. Wilayah tersebut antara lain Perfektur Miyagi, Iwate, Fukushima dan Ibaraki.

WNI pun diminta agar selalu mengikuti perkembangan terkini khususnya pengumuman-pengumuman yang dikeluarkan Pemerintah Jepang, Kementerian Luar Negeri RI dan KBRI Tokyo.

Sementara itu, dua gempa terjadi hampir beruntun dalam hitungan menit, Selasa (15/3) malam. Masing-masing pukul 22.31 dan pukul 22.37 waktu setempat. Gempa pertama dengan kekuatan 6,1 berpusat di wilayah Prefektur Shizuoka di Jepang bagian tengah. Wilayah tersebut diperkirkan paling kuat merasakan guncangan gempa yang berada pada kedalaman 1 km di darat sesuai data awal United States Geological Survei (USGS). Sementara gempa kedua berkekuatan 5,8 (direvisi dari 5,2 sebelumnya) berpusat di laut dekat pusat gempa berkekuatan 9 pekan lalu.
Getaran gempa dilaporkan terasa kuat hingga Tokyo yang berjarak 115 km di utara. Belum diketahui dampak gempa tersebut. Namun, sejauh ini belum ada laporan kerusakan berarti di wilayah Shizuoka.

Meski sangat kuat dan berpusat di darat, gempa tersebut dilaporkan tak sampai merusak fasilitas umum. NHK melaporkan bahwa TEPCO (Tokyo Electric Power Company) yang mengoperasikan pembangkit listrik tenaga nuklir memastikan reaktor nuklir Hamaoka di Shizuoka masih bekerja normal. begitu pula beberapa pembangkit lainnya.

Nasib 267 WNI Belum Jelas

Pemerintah Indonesia terus mengupayakan upaya penyelematan terhadap warga negara Indonesia yang berada di Jepang. Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengungkapkan, hingga kemarin (15/3), masih ada 267 WNI yang belum jelas keberadaannya paska bencana gempa dan tsunami yang melanda Jepang, Jumat (11/3) lalu.
“Sebanyak 267 orang yang masih pending, masih belum terkonfirmasi,” kata Marty di Kantor Presiden usai mengikuti pertemuan dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan sejumlah menteri membahas bantuan untuk Jepang.

Marty menuturkan, jumlah WNI yang tinggal di wilayah yang mengalami kerusakan parah karena tsunami mencapai 496 orang. Rinciannya, 274 orang di Miyagi, 120 orang di Iwate, dan 82 orang di Fukushima.
Dia menerangkan, upaya perlindungan terhadap WNI memang menjadi prioritas pemerintah, termasuk memastikan keselamatan dan keamanannya. Tadi malam, sebanyak 99 orang WNI tiba di Jakarta yang masuk gelombang pertama relokasi dari Jepang.

Marty menuturkan, pemerintah saat ini juga menyiapkan bantuan yang akan dikirimkan ke Jepang. Antara lain selimut, matras, dan tabung air minum. Pemerintah juga menyiapkan bantuan dana untuk Jepang. ”Tadi Bapak Presiden mengatakan, kita akan Bantu dana seperti (saat bencana) di Australia dan New Zealand,” katanya.
Terkait dengan nominal bantuan itu, Marty belum bisa memberikan angka pasti. Namun sebagai perbandingan, untuk bencana di Australia pemerintah memberikan bantuan USD 1 juta. ”Tentu (jumlah bantuan) akan ditetapkan pemerintah dalam waktu dekat,” kata mantan juru bicara Kemenlu itu.

Saat ini, lanjut Marty, tengah disiapkan satu tim beranggotakan 15 orang yang akan dikirim. Mereka merupakan tenaga terlatih dalam urusan evakuasi (search and rescue/SAR) dan tenaga medis. ”Sedang dipersiapkan untuk berangkat, mengurus visa,” ujarnya.

Sedangkan gelombang pertama WNI yang dipulangkan dari Jepang pasca tsunami, sudah tiba di Indonesia. Rombongan berjumlah 99 orang yang sebagian besar adalah pekerja dan  mahasiswa beserta keluarganya.
“Proses pemulangan ini sepenuhnya dibiayai pemerintah. Nanti akan menyusul rombongan gelombang berikutnya,” ujar Menlu Marty dalam sambutannya.
Rombongan gelombang pertama ini kebanyakan adalah WNI yang tinggal di Tokyo. Pesawat yang menerbangkan mereka dari Jepang mendarat pada pukul 18.00 WIB di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng.

Medan Galang Bantuan

Untuk membantu korban gempa dan tsunami di Jepang, pengurus Yayasan Warga Persahabatan (Fukushi Tomo Kei), Jalan Sei Deli, Medan Barat, melakukan aksi penggalangan dana. ”Ini hari pertama kita melakukan pengumpulan dana dan saat ini baru 1 orang yang mengumpulkan yaitu Michiko Nakamura (Farida Hanum). Rencananya, berapa pun dana yang terkumpul akan kita serahkan langsung ke Konsul Jepang,” kata Koordinator Yayasan Warga Persahabatan, H Jamharil Umeda, kemarin.

Farida Hanum (48), warga Jalan Krakatau, kepada wartawan mengaku, dia terketuka hatinya untuk memberikan bantuan dana. “Ini tidak seberapa dibandingkan dengan penderitaan yang dialami warga Jepang. Keluarga saya masih banyak yang tinggal di Jepang. Kita selaku manusia haruis saling tolong menolong terutama bagi yang sangat membutuhkan,” tukasnya.

Sementara itu, Hj Yusni Merri Harahap (50), warga Jalan Ampera, Batang Kuis, yang ditemani suaminya, Dahlan, Wakil Ketua Yayasan Warga Persahabatan (Fukushi Tomo Kei), menuturkan, bahwa dia mempunyai 5 orang anaknya di Jepang. Diterangkannya, dia sangat khawatir dengan keberadaan anaknya di Jepang yang sedang mengalami bencana tersebut.

“Saya mohon kepada pemerintah agar membantu kepulangan warga Indonesia yang ada di Jepang. Anak saya ada 5 orang di Jepang tetapi mereka tetap sehat walafiat saja,” tegasnya. Ditambahkannya, satu anaknya yang bekerja di perusahaan pengalengan ikan yang juga wanita sedang hamil. “Anak saya lari turun naik gunung dan tempat tinggi. Anak saya itu sedang hamil. Saya takut keadaan anak saya yang hamil itu,” tambahnya sambil menitikkan air mata.(fal/jpnn/jon/net/bbs)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/